Zhou Xiaohui
Pada 27 November 2019, sehari sebelum Hari Thanksgiving, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani “Rancangan Undang Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Warga Hong Kong” dan juga “Rancangan Undang Undang Larangan Penjualan Perlengkapan Anti Huru Hara Pada Hong Kong”, sebagai perwujudan janjinya berpihak pada warga Hong Kong. Itu juga menambahkan suatu kebahagiaan lagi bagi warga Hong Kong yang tengah merayakan kemenangan mutlak kubu Pan-Demokrasi dalam pemilihan anggota legislatif.
Tindakan tanda tangan Trump itu, adalah peringatan yang dilontarkan bagi Beijing bahwa kebijakan Amerika Serikat terhadap Hong Kong sangat jelas. Di masa mendatang pemerintah Amerika Serikat, siapapun presidennya, akan menilai langsung perkembangan politik Hong Kong berdasarkan Undang Undang tersebut.
Makna terpendamnya adalah bila perkembangan politik di Hong Kong tidak sesuai dengan “satu negara dua sistem”, maka Amerika Serikat sangat mungkin akan menghapus status Hong Kong sebagai zona perdagangan bebas.
Jika Hong Kong ingin mempertahankan status sebagai pusat moneter internasional, agar dapat lolos dari penilaian Amerika Serikat, maka Xi Jinping dan Kepala Eksekutif Hong Kong harus mendengar suara warga Hong Kong. Hal itu tidak boleh menempuh kebijakan tekanan, dan harus membiarkan Hong Kong maju berdasarkan “Joint Declaration of UK & PRC” yang telah disepakati.
Di hari yang sama ditandatanganinya Rancangan Undang Undang tersebut, di akun Twitter-nya Trump mengunduh sebuah foto dirinya sebagai seorang jagoan yang mengenakan sarung tinju dan berdiri di atas ring tinju.
Gambar itu tentunya ada yang mengedit, akan tetapi intinya adalah Trump mengakui dan memposting sosok dirinya sebagai jagoan. Perlu diketahui, kalangan perfilman Amerika Serikat mengusung serangkaian sosok jagoan. Mayoritas tokoh yang diwakili diperankan oleh Silvester Stallone. Kesamaan keduanya adalah kepribadian yang pantang mundur dan tegar, mampu mengatasi segala kesulitan di tengah situasi sulit.
Semangat inilah yang ingin disampaikan Trump kepada dunia luar, bahwa dirinya juga tegar dan pantang mundur menghadapi berbagai tekanan dan kesulitan. Itu tentunya termasuk juga permasalahan Hong Kong.
Informasi menyatakan, setelah Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Amerika Serikat meloloskan resolusi tersebut, Komunis Tiongkok yang kebakaran jenggot mengerahkan berbagai daya upaya melobi Trump agar tidak menandatanganinya.
Akhirnya, dengan menanggung tekanan dari berbagai pihak, Trump memilih menandatanganinya. Walaupun Trump tidak menandatanganinya, resolusi tersebut tetap akan efektif setelah 10 hari kemudian. Akan tetapi Trump memilih menandatanganinya, maknanya menjadi sangat berbeda.
Hal itu menandakan pemerintah Trump pada dasarnya menyetujui konten dari Rancangan Undang Undang tersebut, seperti halnya isi pernyataannya, dan akan membentuk komisi pelaksana setelahnya. Itu guna merealisasikan resolusi itu secara konkrit, seperti memberlakukan sanksi terhadap pejabat Komunis Tiongkok dan pemerintahan wilayah eksekutif terkait. Itulah yang paling ditakutkan oleh Komunis Tiongkok.
Wakil Menteri Luar Negeri Tiongkok Le Yucheng memanggil Dubes Amerika Serikat untuk Tiongkok yakni Terry Branstad. Le Yucheng mengemukakan “menentang dan protes keras”, mencecar tindakan itu secara serius telah mencampuri urusan Hong Kong. Secara serius mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok, secara serius melanggar Undnag Undang internasional dan prinsip dasar hubungan internasional. Itu adalah murni tindakan hegemoni, pemerintah dan rakyat Tiongkok sangat marah serta menentang keras tindakan itu.
Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok tidak mengambil tindakan balasan apapun, sehingga selain gertakan kosong, tidak menunjukkan konten konkrit apapun.
Hanya saja satu hal yang tidak dimengerti Beijing adalah, terhadap berbagai macam ancaman dan pelampiasan histeris Beijing, sejak awal sudah diprediksi oleh Amerika. Pada hari yang sama ditandatanganinya resolusi itu Trump memperlihatkan gambar jagoan dirinya, adalah hendak memberitahu Beijing, bahwa Amerika tidak akan mengubah sikap kerasnya itu atas permasalahan Hong Kong.
Jurus licik atau ancaman apa pun yang akan dikerahkan Beijing, bahkan dengan menciptakan insiden apa pun, jika militer dikerahkan untuk menduduki Hong Kong, maka Amerika akan bersiap-siap menghadapi, dan tidak akan tunduk.
Sikap pemerintah Trump, membuat penguasa Beijing sangat gusar dan tidak terima. Gusar, karena Komunis Tiongkok paham jika tindak kekerasan terus dilakukan terhadap Hong Kong, khususnya bila seperti beberapa hari lalu Trump mengungkap rencana rahasia Beijing, bila satu juta pasukan Komunis Tiongkok memasuki dan menguasai Hong Kong dalam tempo 14 menit, maka sanksi Amerika tidak hanya akan menghantui, dalam perundingan dagang pun tidak akan berakibat baik.
Apalagi di wilayah Laut Tiongkok Selatan, armada kapal induk Amerika sedang berpatroli. Dan dengan alasan melindungi warga Amerika, begitu pasukan Komunis Tiongkok masuk ke Hong Kong melakukan tekanan. Setelah kongres Amerika memberi otoritas mengirim pasukan, bukan tidak mungkin Amerika akan mengintervensi masalah Hong Kong. Berdasarkan hal itu, maka Beijing tidak berani gegabah dalam mengatasi Hong Kong, dan tidak berani mengabaikan ancaman Trump.
Tidak rela, yakni tidak terima membiarkan warga Hong Kong menikmati kebebasan dan demokrasi berdasarkan “satu negara dua sistem” yang telah ditetapkan, dan berharap secara politik mengubah Hong Kong menjadi pengikut Komunis Tiongkok. Akan tetapi dalam hal ekonomi, Tiongkok masih dapat menikmati kemudahan globalisasinya.
Tapi tekanan dari Amerika dan perlawanan warga Hong Kong, membuat Komunis Tiongkok yang tidak mampu menaklukkan warga Hong Kong di bawah tekanan militer, kini menjadi serba salah. Relatif tenangnya Hong Kong beberapa hari ini, serta intensitas nada media massa Komunis Tiongkok yang relatif rendah, menunjukkan para petinggi Beijing yang sedang cemas itu berada dalam situasi yang sulit untuk diungkapkan.
Karena sekarang dalam masalah Hong Kong, Komunis Tiongkok tidak bisa meraih perkembangan berarti, tidak mampu mencapai kemajuan dalam perundingan dagang, maka masih ada satu cara untuk mengalihkan perhatian pemerintah Amerika. Kemungkinan besar adalah memanfaatkan masalah Korut dan Timur Tengah, untuk mengacaukan perhatian Amerika terhadap Komunis Tiongkok.
Baru-baru ini Korea Utara kembali melakukan uji coba peluncuran rudal yang di baliknya seharusnya ada bayang-bayang Komunis Tiongkok, tapi Kim Jong-Un yang memahami kehebatan Amerika hanya sebatas berlagak saja.
Sementara Iran dan teroris Taliban yang mendapat bantuan besar dari Komunis Tiongkok, mungkin akan kembali menciptakan pergolakan di Timur Tengah, seperti kembali melakukan aksi teror meledakkan kilang minyak Arab Saudi. Amerika Serikat sangat memahami kejahatan Komunis Tiongkok juga telah memprediksi hal itu.
Pada 28 November 2019 lalu, begitu menandatangani “Resolusi HAM dan Demokrasi Warga Hong Kong”, Trump mendadak memperlihatkan diri di pangkalan militer di Afghanistan.
Munculnya Trump, menikmati makan malam Thanksgiving bersama-sama para serdadu Amerika, di satu sisi memberi semangat para serdadu Amerika. Di sisi lain siapa tahu ada niatan meminta pasukan Amerika agar meningkatkan kewaspadaan terhadap gerak gerik Iran dan aksi organisasi teroris lain?
Perhatikan kalimat pidato Trump ini: “Agar suatu hari nanti semua orang dapat pulang ke rumah masing-masing, kita akan terus berupaya keras tanpa henti, hari itu akan segera tiba.”
Apa yang Trump isyaratkan dengan “hari itu akan segera tiba?”
Isyaratkan akan duel dengan rezim teroris dunia? Isyaratkan akan menumpas rezim teroris dunia? Pada hari rezim itu dimusnahkan, dunia akan menyambut perdamaian sejati, pasukan Amerika Serikat pun boleh pulang ke rumah masing-masing?
Menggabungkan sosok jagoan yang diunggahnya, bisa dipastikan Trump dengan semangat pantang mundur akan menyelesaikan misinya. Trump dan pemerintahannya sangat memahami, di balik semua terorisme di dunia, terdapat bayang-bayang organisasi teroris terbesar dunia yakni Komunis Tiongkok.
Duel antara Amerika dengan Komunis Tiongkok tak terhindarkan. Medan perang yang paling penting adalah Hong Kong, karena berbagai tindakan Amerika yang akan menyusul berdasarkan resolusi tersebut, serta pemberlakukan tarif tambahan pada pertengahan Desember mendatang, akan menimbulkan gejolak internal Komunis Tiongkok. Setelah gejolak itu, apa yang akan terjadi? (SUD/WHS/asr)
FOTO : Pada 28 November 2019, warga Hong Kong melangsungkan “Rapat Umum Ungkapan Terima Kasih Atas Resolusi HAM” di Edinburgh Place di distrik Central. Foto adalah massa yang memadati Edinburgh Place. (Yu Gang/The Epoch Times)