Pelayaran Cheng Ho ke Barat : Sebarkan Kebudayaan Tionghoa

Liu Xiao

Pada masa pemerintahan Kaisar Yongle (Cheng Zu atau Zhu Di) dari Dinasti Ming, juga secara aktif membina hubungan diplomatik dengan negara di sekitarnya, serta mengubah kebijakan “larangan laut” (Haijing) yang diberlakukan pada masa pemerintahan Kaisar Hongwu (Tai Zu atau Zhu Yuanzhang).

Seperti pada 1403 Kaisar Zhu Di mulai mengirim utusannya ke Annan (sebutan Vietnam pada abad ke-12), Jepang, Siam (Thailand), Goryeo (sebutan Korea sebelum abad ke-15), Jawa, wilayah Barat dan lain-lain, untuk membangun hubungan persahabatan, dan berlayarnya Zheng He (di Indonesia lebih pupuler dengan sebutan: Chéng Ho) ke Barat telah memperluas pengaruh Dinasti Ming di berbagai negara lain di luar negeri.

Mengutip pernyataan dalam kitab “Ming Shi (Sejarah Ming)” adalah “menunjukkan kekuatan dan kekayaan Tiongkok.”

Mengutip pernyataan Kaisar Yongle adalah “menyebarkan budaya ke berbagai negara asing”, menyampaikan idealisme indah “berbagi kesejahteraan dan kedamaian bersama”, dan mewujudkan idealisme yang indah ini tertuang sepenuhnya dalam semua hubungan diplomatik yang telah dibangunnya.

Cheng Ho Berlayar ke Barat

Cheng Ho bermarga asli Ma, memiliki nama julukan San Bao (Sam Po), etnis Hui, leluhurnya berdiam di Kunyangzhou provinsi Yunnan (sekarang Jinning, Yunnan).

Menurut catatan sejarah, Cheng Ho “memiliki tinggi badan 7 kaki, lingkar pinggangnya 1 meter, berkepribadian mulia dan hidung kecil. Mata dan alis tajam/terpisah jelas, telinga lebih tinggi daripada wajah, gigi rapi bersih, melangkah laiknya harimau, suara ibarat genta besar”.

Setelah Kaisar Hongwu mempersatukan Yunnan, Cheng Ho dibawa ke istana dan dikebiri, pada saat terjadi Pemberontakan Jingnan di masa awal Dinasti Ming ia menjadi pengikut Raja Yan (Kaisar Yongle) dan berjasa besar. maka Kaisar Yongle pun memberinya marga Zheng (dialek Hokian: Thè), dan diangkat sebagai pejabat kasim pengawas internal.

Pada masa itu terdapat 12 orang kasim yang melayani keluarga kaisar, kasim pengawas internal mengurus pembangunan makam kekaisaran, pembuatan hiasan dari timah dan tembaga serta belanja berbagai perlengkapan kerajaan dan lain-lain. Karena ia memiliki nama julukan lama “San Bao” (Sam Po), maka ia juga disebut sebagai “Kasim San Bao”.

Rute Armada Cheng Ho ke Barat (Zhao Qiaozai / Wikipedia)

Ketika Kaisar Yongle memutuskan untuk mengirimkan armada utusannya berlayar ke Barat, Laksamana Cheng Ho yang “berpenampilan gagah dan cerdas, tidak ada abdi istana yang menandinginya” pun menjadi kandidat yang paling cocok.

Kaisar Yongle memerintahkan Cheng Ho menjadi duta besar Barat, mengkomando armada yang sangat besar. Makna “Barat” pada setiap dinasti kuno berbeda-beda. Pada masa Dinasti Ming konsep “Barat” yang dimaksud sangat berbeda dengan “Barat” pada masa Dinasti Yuan sebelumnya, di sini Barat yang dimaksud adalah wilayah utara Samudera Hindia di sebelah barat Pulau Sumatera dan pesisirnya, termasuk juga Teluk Benggala (Bangladesh) berikut pesisir pantainya, Semenanjung India, Laut Arab dan pesisirnya, Semenanjung Arab hingga pesisir pantai Afrika Timur.

Selama 28 tahun mulai dari tahun ketiga pemerintahan Kaisar Yongle (1405 M) hingga tahun kedelapan masa pemerintahan Kaisar Xuande (1433), Cheng Ho telah 7 kali berlayar ke Barat, menjadikannya suatu peristiwa akbar yang tersohor di dunia.

Armada yang dipimpin Laksamana Cheng Ho telah menjangkau Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat, jauh hingga mencapai wilayah Arab dan Afrika Timur, melalui Asia dan Afrika, kerajaan Champa (kerajaan kuno di selatan Vietnam), Chenla (atau Zhenla, Kamboja), Siam (Thailand), Malaka, Pahang, Sumatera, Palembang, Jawa (di Indonesia), Benggala (Bangladesh), Calicut (Kozhikode di pesisir barat daya India), Kochi, Soli, Cail (Semenanjung India), Ceylon (Srilanka), Maladewa, Hormuz (Teluk Persia), Zufar, Aden (Semenanjung Arab), Mogadishu, Brava, Juba (Somalia), Malin (sekarang kota Malindi, Kenya), dan negara lainnya total sebanyak lebih dari 30 negara, dalam sejarah disebut “pelayaran Cheng Ho ke Barat”.

Armada Kapal Berskala Terbesar Abad ke-15

Armada kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho bisa disebut armada berskala terbesar pada abad ke-15.

Jumlahnya yang besar, jenisnya juga banyak, tidak pernah ada sebelumnya dalam sejarah, mencerminkan teknik pembuatan kapal Tiongkok Dinasti Ming yang sangat maju.

Armada kapal ini terbentuk dari lebih 200 unit kapal laut samudera jauh (ocean going) yang berbeda bentuk dengan kegunaan sama, di antaranya terdapat “kapal pusaka”, yang yang merupakan kapal komando bagi armada campuran itu.

Menurut catatan yang disaksikan sendiri oleh salah seorang crew Cheng Ho yang bernama Gong Zhen, kapal pusaka seperti ini “memiliki postur yang sangat megah, besarnya tak tertandingi”.

Menurut catatan “Sejarah Ming – Riwayat Cheng Ho”, kapal pusaka Cheng Ho yang berlayar sebanyak 63 unit, yang terbesar memiliki panjang 44 depa dan 4 kaki, lebarnya 18 depa, merupakan kapal laut terbesar di dunia pada masanya.

Jika dihitung berdasarkan “Sistem Konversi Sejarah Tiongkok”, satuan kaki pada masa Dinasti Ming adalah 31,1 cm (1 depa = 10 kaki), panjang kapal mencapai 138 meter, dengan lebar 56 meter. Jika berdasarkan artifak berupa penggaris kayu dari Dinasti Ming yang ditemukan yakni 28 cm, maka panjang kapal itu adalah 124 meter dengan lebar 50 meter.

Kapal pusaka memiliki 4 lantai, 9 tiang kapal dapat menggantung 12 layar, jangkarnya berbobot ribuan kati, harus membawa awak 200 orang untuk bisa dilayarkan, satu unit kapal dapat memuat 1.000-an penumpang.

Selain kapal pusaka, armada Cheng Ho juga meliputi kapal jenis lain, yakni “kapal kuda”, yang merupakan sejenis kapal pengangkut samudera jauh. Kegunaannya untuk mengangkut kuda perang, panjang kapal kuda mencapai 37 depa, dengan lebar 15 depa.

Lalu “kapal pangan”, adalah kapal angkut samudera jauh yang digunakan mengangkut bahan makanan, panjangnya mencapai 28 depa, dan lebar 12 depa. “kapal tumpang”, yaitu kapal angkut jarak jauh untuk mengangkut personel dan barang.

Panjang kapal mencapai 24 depa, dan lebar 9 depa 4 kaki; “kapal air”, yang digunakan untuk menyimpan air tawar dan memurnikan air laut; dan ada juga “kapal perang”, yang memuat prajurit perang, memiliki panjang 18 depa dan lebar 6 depa 8 kaki.

Setiap kali armada ini berangkat setidaknya membawa serta 27.000 orang, awak kapal armada ini terutama terbagi menjadi lima bagian: Bagian komando, bagian berlayar, bagian perdagangan diplomatik, bagian jaminan logistik, dan bagian militer perlindungan pelayaran, dengan kata lain di antara para awak kapal terdapat utusan, pejabat diplomatik, pelaut, nahkoda, komando militer dan prajurit, tukang, dokter, penerjemah, staf pengadaan, pengamat langit/cuaca dan lain-lain.

Disebutkan rata-rata setiap 150 personel didampingi seorang dokter, hal ini belum pernah ada di dalam sejarah pelayaran di dunia.

Selain itu, di kapal juga terdapat peta pelayaran, alat kompas, memiliki perlengkapan dan teknik pelayaran yang canggih pada masa itu. Berkat adanya persiapan sangat matang dan teknologi yang hebat, armada Cheng Ho dapat beberapa kali menyelesaikan misi lintas samudera, meninggalkan catatan pelayaran laut yang mengagumkan.

Kapal pusaka yang ditumpangi oleh Cheng Ho adalah kapal yang diperuntukkan khusus bagi Cheng Ho dan para staf komandonya, staf misi berikut para utusan diplomatik.

Pada saat yang sama juga digunakan untuk membawa benda berharga, di antaranya termasuk hadiah yang diberikan Kaisar Dinasti Ming bagi negara-negara di Barat, benda berharga seperti porselen Tiongkok, daun teh, peralatan dari besi, alat tani, sutra, sutra tenun, emas perak, dan lain sebagainya.

Ada pula persembahan dan barang berharga dari berbagai negara di Barat bagi Kaisar Ming, juga benda-benda yang dibeli oleh armada Cheng Ho dari negeri lain.

Bayangkan, armada sebesar ini, ketika berlayar di tengah lautan dan samudera yang begitu luas, memang megah dan mengagumkan.

Tak hanya tidak tertandingi oleh negara mana pun di masa itu, bahkan ratusan tahun kemudian armada para pelaut besar dari Eropa, baik dari segi skala maupun perlengkapan, personel dan lain sebagainya, jika dibandingkan dengan armada Cheng Ho terkesan redup.

Perangko Cheng Ho

Sejak tahun 1405, Cheng Ho telah 7 kali berlayar ke selatan. Pertama kali berlayar adalah: 1405 – 1407, kedua kali: 1407 –  1409, ketiga kali: 1409 –  1411, keempat kali: 1413 – 1415, kelima kali: 1417 -1419, keenam kali: 1421 – 1422, dan ketujuh kali: 1432 – 1433, enam kali terdahulu dilakukan pada pemerintahan Kaisar Yongle, dan yang terakhir dilakukan di masa pemerintahan Kaisar Xuande.

Dari ketujuh pelayaran ini, tiga pelayaran pertama yang terjauh berhasil menjangkau Guri (kota ketiga terbesar di negara bagian Kerala sebelah selatan India sekarang), keempat kali mencapai Hormuz (dekat Teluk Hormuz, dekat Minab di sebelah tenggara Iran sekarang), dan tiga kali terakhir mencapai pesisir timur Afrika, dan ada suatu pernyataan, bahwa dalam pelayaran keenam. Sebagian kapal armada Cheng Ho pernah mencapai Benuar Amerika dan Australia, dan melalui Selat Magellan. Dengan kata lain, yang pertama kali menemukan Benua Amerika dan Australia serta Selat Magellan adalah orang Tiongkok.

Sebarkan Idealisme “Berbagi Kesejahteraan Dalam Damai” Kaisar Yongle

Misi utama Cheng Ho berlayar ke selatan bukan seperti tertulis pada buku sejarah dalam rangka mencari Kaisar Jianwen, melainkan untuk menyebarkan idealisme agung dari Kaisar Yongle Dinasti Ming.

Ketiga kalinya Cheng Ho berlayar ke selatan, Kaisar Yongle menyerahkan sepucuk surat titah kaisar, untuk dibawakan kepada para raja dan pemimpin berbagai negara di selatan.

Di dalam titah tersebut disebutkan: “Atas perintah Langit, saya menjadi pemimpin negeri, sepaham dengan niat Langit, memberi berkat membalas kebajikan; di mana langit menaungi, disitulah bumi menampungnya, matahari dan bulan menyinarinya, salju menutupi, semua ingin menjalani hidup, dimana pun berada. Sekarang kami mengutus Cheng Ho membawa pesan ini, menyampaikan maksud saya.”

“Jika Anda semua mengikuti kehendak Langit, menghormati pesan saya, saling menghormati dan mawas diri, tidak melampaui batas, tidak menekan minoritas, tidak menindas yang lemah, maka akan dapat menikmati kesejahteraan yang damai. Jika ada niat tulus datang berkunjung, akan disambut dengan baik dan diberi hadiah. Demikian pesan kami, agar diketahui.”

Dari isi titah ini dapat dilihat visi dan misi serta harapan Kaisar Yongle terhadap dunia, kaisar adalah pemimpin bersama di kolong langit, di bawah pemimpin dunia, tidak memandang ras semuanya adalah sama.

Kaisar yang mengemban amanat langit itu memiliki idealisme tinggi yakni berharap dirinya mampu menjaga ketertiban dunia ini menjadi baik, berharap agar semua orang di dunia ini menikmati kesejahteraan yang damai.

Dan, untuk dapat melakukan hal ini, maka harus “mengikuti kehendak Langit, mengikuti perkataan kaisar, saling menghormati dan mawas diri, tidak melampaui batas, tidak menekan yang minoritas, tidak menindas yang lemah”.

Dalam titahnya Kaisar Yongle juga mengungkapkan, putra langit tidak menuntut apa pun dari para kerajaan di empat penjuru, dan asalkan datang ke Tiongkok, maka semuanya akan mendapat hadiah, prinsip yang dianutnya adalah “banyak memberi sedikit menerima”.

Jelas, tujuan utama ekspedisi Laksamana Cheng Ho ke selatan adalah menyebarkan pemahaman “saling berbagi kesejahteraan dalam damai” dan sistem pemberian hadiah dinasti langit.

Membawa harapan Kaisar Yongle, tiap kali tiba di suatu kerajaan, hal pertama yang dilakukan Cheng Ho adalah menyampaikan titah Kaisar Yongle, menyatakan pada semua negara: Kaisar Dinasti Ming adalah pemimpin imperium yang diutus Langit, menata seluruh kerajaan dengan menaati maksud “utusan dan kehendak Langit”, semua negara dari empat penjuru harus melakukan sesuai perkataan Kaisar Dinasti Ming.

Antar setiap kerajaan tidak boleh menekan yang minoritas, yang kuat tidak boleh menindas yang lemah, harus saling berbagi kesejahteraan dalam damai. Jika datang memenuhi undangan dan membawa upeti, maka akan mendapat hadiah sebagai penghormatan, semuanya akan diberi hadiah besar.

Hal kedua yang dilakukan adalah memberikan hadiah. Cheng Ho mewakili Kaisar Yongle memberikan stempel perak kerajaan, menghadiahkan raja dan berbagai tingkatan pejabatnya dengan pakaian dan berbagai hadiah lain, menunjukkan kesediaan menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang dikunjunginya.

Selain menjalin hubungan diplomatik, Cheng Ho juga mengemban amanat meredakan konflik antar negara, Kesultanan Melayu Malaka (sekarang Malaysia) yang selalu ditindas negara kuat lainnya, meraih kebebasannya berkat bantuan Cheng Ho.

Hal ketiga yang dilakukan adalah melakukan perdagangan, yakni membarter produk seni kerajinan tangan Tiongkok yang indah dengan hasil bumi dari berbagai negara.

Semua negara sangat mengagumi produk porselin dan sutera buatan Tiongkok, sehingga semuanya berduyun-duyun mau berdagang, membawa upeti dan menjalin hubungan diplomatik (Negara Vasal) dengan Tiongkok.

Utusan dan Persembahan Semua Negara Berdatangan

Idealisme agung seorang kaisar Dinasti Ming, sikap memberi yang royal, serta kemegahan negeri Tiongkok dalam hal politik, ekonomi, budaya, militer dan sopan santun yang diperlihatkan oleh Cheng Ho beserta armadanya.  Membuat tidak sedikit negara sahabat menaruh hormat, para raja, utusan berikut persembahan negara sahabat yang berdatangan berkunjung ke Tiongkok mengiringi armada Cheng Ho pun semakin bertambah banyak.

Kitab sejarah “Ming Shi” mencatat, selama masa kekuasaan Kaisar Yongle, dari berbagai negara yang telah dikunjungi oleh Cheng Ho, diantaranya terdapat 318 kali kunjungan balasan dari utusan pejabat dari berbagai negeri (tidak termasuk Jepang, Korea, dan Kerajaan Ryukyu).

Sebanyak 11 raja dari 4 kerajaan yang kemudian datang sendiri ke Tiongkok, ini adalah hal yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah Tiongkok.

Seperti di tahun 1422 saat Cheng Ho berlayar pulang kembali setelah keenam kalinya berlayar ke selatan, di kapalnya membawa serta lebih dari 1.200 pejabat dari 16 negara berikut keluarga mereka. Di antaranya termasuk raja dan ratu Kerajaan Borneo (Kalimantan) dan juga Kerajaan Melayu Malaka, juga 340 orang rombongan dari Kerajaan Sulu (Filipina) yang dipimpin oleh rajanya. Mereka semua mendapat perlakuan tamu negara yang istimewa.

Selain itu, raja Walaiton dari Kerajaan Malin di Afrika Timur memimpin sendiri rombongannya berkunjung ke Tiongkok, namun sangat disayangkan sang raja meninggal dunia setelah tiba di Fuzhou.

Perkembangan hubungan Dinasti Ming dengan kerajaan lain terbagi menjadi tiga jenis, yang pertama adalah kepemilikan langsung, seperti Palembang di Sumatera, Dinasti Ming mengirim utusan untuk menanganinya.

Ada juga hubungan yang lebih dekat, saling mengirim utusan sangat intens, raja pun terkadang datang sendiri membawa persembahan, seperti Malaka, Brunei, dan juga Sulu; ada pula hubungan hanya saling memberi persembahan, ini yang jumlahnya paling banyak.

Faktanya, hubungan saling memberi persembahan ini terlihat seperti negara sahabat memberikan semacam upeti bagi Dinasti Ming, tapi sebenarnya adalah hubungan dagang. Seperti yang dikatakan Kaisar Yongle dalam surat titahnya: “Jika berniat tulus berkunjung ke kekaisaran, maka akan disambut baik dan diberi hadiah.”

Banyak Memberi Sedikit Menerima, Berbagi Kesejahteraan Dalam Damai

Karena menempuh kebijakan “banyak memberi sedikit menerima”, yakni bila kekaisaran Dinasti Ming menerima persembahan berupa rempah-rempah dan berbagai mustika berharga, akan membalas pemberian itu berlipat ganda, hadiah dan pemberian umumnya 1 hingga 20 kali lipat lebih besar.

Seperti merica di pasaran Sumatera dihargai 1 tael untuk setiap kuintal, namun sebagai “persembahan”, pemerintah Dinasti Ming memberikan 20 tael untuk setiap kuintalnya. Dan saat memberikan hadiah bagi para raja dan keluarga kerajaan dengan kain sutra, porselen dan lain sebagainya, mencapai ribuan potong sutra.

Ini merupakan perwujudan sistem etika dari suatu dinasti langit, semakin memperlihatkan kekayaan dan kebesaran jiwa suatu kekaisaran besar dinasti langit, juga merupakan pembiasan dari tingkatan “seluruh dunia berbagi perdamaian” yang ingin dicapai Kaisar Zhu Di.

Selain memberi, Dinasti Ming juga sangat berupaya mengundang para duta. Akomodasi dan transportasi bagi duta kerajaan dalam perjalanan pergi-pulang semuanya ditanggung oleh Dinasti Ming, di samping itu ditunjang juga dengan keping perak sebagai biaya perjalanan.

Maka, banyak duta dan utusan berikut rombongan mereka, sembari dengan tenang mengurus perdagangannya, sembari menantikan tanpa rasa khawatir. Ada utusan yang bahkan harus menunggu tiga tahun agar dapat pulang ke negaranya dengan kapal mewah secara gratis.

Selain itu, barang-barang yang dibawa oleh para utusan untuk dijual di Tiongkok, Dinasti Ming hanya mengutip pajak atas sebagian produk, ada yang bahkan tidak dipungut pajak dan mereka diijinkan berdagang di pasar Tiongkok.

Terhadap hal ini, pandangan Kaisar Zhu Di adalah “Pajak dari pengusaha, negara menekannya sehingga lupa pada prinsip utamanya bagi rakyat, pantaskah mengambil keuntungan darinya? Sekarang para utusan datang dari jauh, lalu kita ingin mengambil keuntungan darinya, pantaskah begitu? Apalagi ini sangat memalukan bagi pamor kekaisaran kita.”

Oleh sebab itu, para utusan berbagai negara juga merangkap datang ke Tiongkok untuk berdagang, dan memperoleh laba.

Tindakan Agung dan Pengaruhnya Dalam Sejarah Pelayaran Dunia

Pelayaran Cheng Ho yang sangat jauh adalah tindakan agung yang belum pernah ada dalam sejarah pelayaran dunia, mencapai pesisir timur Afrika di sebelah selatan garis khatulistiwa. Setengah abad lebih awal dalam menemukan jalur pelayaran baru dibandingkan dengan Colombo dari Italia atau Vasco da Gama dari Portugal.

Cheng Ho membawa Dinasti Ming mengembangkan hubungan dengan negara luar, menyebarkan kewibawaan Dinasti Ming hingga mencapai Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat bahkan Afrika.

Pelayaran jauhnya, menyebarkan peradaban Tiongkok ke seluruh dunia, telah menimbulkan pengaruh yang sangat mendalam di bidang politik, ekonomi dan budaya serta ilmu pengetahuan di setiap negara yang disinggahinya.

Selain itu, juga telah memperluas perdagangan luar negeri Tiongkok dengan negara lain dan telah membuka wawasan rakyat Tiongkok.

Dan lukisan “Jalur Pelayaran Cheng Ho” adalah sebuah peta Asia dan Afrika yang paling mendetil sebelum abad ke-15, menandai lebih dari 500 wilayah di Asia dan Afrika, sebanyak 200 wilayah di antaranya adalah bagian dari Tiongkok, dan 300 wilayah lainnya adalah milik negara Asia Afrika lainnya.

Armada Cheng Ho Mungkin Telah Mencapai Amerika dan Australia

Gavin Menzies yang pernah menjabat sebagai komandan kapal selam Kerajaan Inggris dalam bukunya yang berjudul “Tahun 1421 — Tiongkok Menemukan Dunia” terbitan tahun 2002 mengemukakan suatu hipotesa baru, yakni orang Tiongkok bernama Cheng Ho “menemukan” daratan baru 72 tahun lebih awal daripada Colombus.

Menzies mengemukakan teori baru tersebut berdasarkan berbagai benda penemuan yang ditemukannya pada jalur pelayaran Cheng Ho seperti porselen dari Dinasti Ming, prasasti, peta Tiongkok dan peta perbintangan: Armada Cheng Ho sejak tahun 1421 hingga 1423 telah berhasil menggambarkan peta dunia; daratan Benua Amerika dan Benua Australia ditemukan oleh orang Tiongkok, dan bukan orang Eropa.

Dua orang wakilnya yakni jendral Hong Bao dan Zhou Man hampir satu abad lebih awal telah tiba di Selat Magellan yang terletak di ujung selatan dari Amerika Selatan dibandingkan Magellan sendiri.

Terhadap teori baru Menzies itu, para akademisi dari dalam maupun luar negeri mempunyai pandangan berbeda. Ada yang mendukung dan ada yang membantah. Ada juga yang bersikap netral, tapi dari teori yang dikemukakan, memang terdapat bukti yang menunjukkan bahwa sebagian orang dari armada Cheng Ho telah mencapai Benua Amerika dan Australia.

Selain itu, ada juga sejarawan modern yang berpendapat, pelayaran Cheng Ho ke selatan merupakan beban keuangan yang teramat besar bagi Dinasti Ming, pandangan ini tidak benar.

Dalam kitab “Guang Zhi Yi” yang ditulis pada masa Kaisar Zhu Yijun tertulis: “Pada awal pemerintahan, kas negara sangat banyak, saat Kasim Cheng berlayar ke selatan, kaisar memberikan 7 juta tael, sekembalinya Cheng Ho masih menyisakan 1 juta tael lebih.”

Wang Shizhen dari Dinasti Ming menulis kitab “Yan Shan Tang Bie Ji” pada bagian keempat “Huang Ming Shen Shi Shu Si” juga menuliskan: “………Selain itu Kasim Cheng Ho pada 1406 memimpin armada beranggotakan 27.000 personel berlayar ke perairan selatan dan barat. Persembahan dari lebih 30 negara yang dibawa utusannya datang ke kekaisaran serta keuntungan saling berdagang sangat mengagumkan.

Apalagi, berlayarnya Cheng Ho ke selatan dengan membawa kembali pemandangan megah ‘Istana kaisar dibuka selama sembilan hari guna menerima audiensi dari utusan ribuan negara yang didampingi oleh ratusan pejabat istana memberikan penghormatan bersujud kepada kaisar”, bagaimana bisa diukur hanya dengan uang? Visi dan wawasan Kaisar Zhu Di yang begitu luar biasa, sangat jarang ditemui.

 Cheng Ho yang selalu setia dan mengemban amanat kaisar, sewaktu kembali dari pelayarannya yang ketujuh dari Laut Barat meninggal dunia di perjalanan. Pelayaran berskala besar yang dipimpinnya pun berakhir sudah.

Namun tindakan agungnya dan cita-cita agung Kaisar Zhu Di telah meninggalkan satu bab yang tak terhapuskan dalam sejarah peradaban Tiongkok selama lima ribu tahun. (SUD/WHS)