Li Yun
Beberapa waktu lalu, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menanggapi secara keras provokasi nuklir Korea Utara terhadap Amerika. Trump mengatakan akan menggunakan kekuatan militer jika dipandang perlu.
Begitu ucapan tersebut dikeluarkan, dua buah pesawat pengintai RC-135 Amerika Serikat langsung terbang bersama menuju Semenanjung Korea. Diperkirakan bahwa Amerika Serikat telah memahami kemungkinan Korea Utara akan meluncurkan putaran baru provokasi militer, sehingga 2 pesawat pengintai itu dikirim untuk memberi peringatan kepada Pyongyang.
Pada 6 Desember 2019, Aircraft Spots, akun Twitter yang didedikasikan untuk melacak pergerakan pesawat menyebutkan bahwa dua pesawat pengintai RC-135 sedang melakukan pengintaian di Korea Selatan. Masing-masing pesawat berada di perairan bagian timur Korea Selatan dan di atas udara kota Seoul.
Sebelumnya, dua buah pesawat pengintai Amerika Serikat yang terbang bersamaan di atas udara Semenanjung Korea termasuk jarang terjadi.
Media ‘Yonhap’ memberitakan bahwa salah satu pesawat pengintai RC-135S yang membawa rudal balistik lepas landas dari Okinawa, dan melintas di udara Jepang lalu terbang menuju bagian timur Semenanjung Korea.
Pesawat itu dapat digunakan untuk mendeteksi peluncuran rudal balistik dari kapal selam Korea Utara dan pergerakan pangkalan kapal selam Korea Utara di lepas pantai timur Semenanjung Korea.
Pada saat yang sama, pesawat pengintai strategis Amerika Serikat lainnya RC-135V juga muncul di udara kota Seoul. RC-135V adalah kekuatan utama armada pengintaian elektronik militer Amerika Serikat dan pernah terbang di atas udara Seoul pada saat menjelang Korea Utara meluncurkan rudal jarak pendek.
Sebelum ini, pada 3 Desember 2019 waktu Amerika Bagian Timur, Presiden Trump dalam pidatonya di Konferensi Tingkat Tinggi NATO menyebutkan bahwa Kim Jong-un suka meluncurkan roket, sehingga ia dijuluki sebagai Orang Roket. Trump juga menekankan bahwa Amerika Serikat memiliki kekuatan militer yang tangguh yang dapat digunakan jika dipandang perlu.
Namun Trump juga menekankan bahwa ia berharap Kim Jong-un akan menepati janjinya untuk membongkar program senjata nuklirnya.
Dialog denuklirisasi antara Korea Utara dengan Amerika Serikat dalam keadaan mandek. Pada 3 Desember 2019, Lee Tae Sung, wakil menteri luar negeri Korea Utara yang bertanggung jawab untuk urusan Amerika Serikat mengeluarkan dialog akhir tahun kepada Amerika Serikat.
Lee Tae Sung mengatakan “Hadiah Natal” seperti apa yang dipilih oleh Korea Utara, semuanya tergantung pada pilihan Amerika Serikat. Perkataan tersebut diduga menyiratkan arti bahwa Korea Utara bermaksud untuk melanjutkan peluncuran rudal jarak menengah dan jauh.
Ada dugaan, Amerika Serikat telah mengetahui bahwa Korea Utara mungkin bermaksud untuk meluncurkan uji coba nuklir sebagai provokasi militer putaran baru. Oleh karena itu Amerika Serikat meluncurkan pesawat pengintai untuk memberi peringatan kepada Pyongyang.
Sejak dialog denuklirisasi putaran ketiga Trump – Kim Jong-un pada bulan Juni 2019, Korea Utara telah melakukan serangkaian uji coba peluncuran rudal balistik jarak pendek.
Beberapa ahli percaya bahwa sementara Korea Utara secara diam-diam mengembangkan teknologi senjata, ia juga berulah dengan tujuan agar pemerintahan Trump melonggarkan sanksi ekonomi dan jaminan keamanan dengan imbalan beberapa denuklirisasi. (Sin/asr)
FOTO : Gambar ilustrasi pesawat pengintai RC-135 milik militer AS. (USAF / Getty Images)