Saat Protes Anti-kekerasan di Hong Kong Menjalar Hingga ke Guangdong, Tiongkok, Massa Menjungkirbalikkan Mobil Polisi Di Bawah Tembakan Gas Air Mata

 Li Yun/Zhu Xinrui – NTDTV

Aksi protes menentang Rancangan Undang Undang ekstradisi di Hong Kong kini meluas hingga ke daratan Tiongkok. Dalam beberapa hari terakhir, warga Wenlouzhen, kota kabupaten Huazhou, prefektur Maoming, provinsi Guangdong, Tiongkok menggelar aksi unjuk rasa menentang pembangunan krematorium di desanya.

Untuk menghadapi unjuk rasa itu, pemerintah daerah/ pemda setempat menerjunkan ribuan polisi anti huru hara. Polisi memukul warga dengan tongkat, termasuk banyak orang tua dan anak-anak.

Selain pentungan, polisi juga menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa dan mengerahkan kendaraan lapis baja. Polisi memblokir desa dan merangsek ke desa untuk menangkap orang-orang. Beberapa warga desa luka-luka dan ditangkap dalam aksi unjuk rasa itu.

Berikut duduk aksi protes tersebut

Pada 29 November 2019, surat kabar harian di Taiwan The China Times mempertanyakan apa yang dipropagandakan Komunis Tiongkok, efek dari unjuk rasa anti ekstradisi di Hong Kong ? 

Polisi menembakkan gas air mata pada pengunjuk rasa yang memprotes pembangunan krematorium. Weibo Tiongkok juga melaporkan bahwa warga di prefektur Maoming, Provinsi Guangdong, memprotes pembangunan krematorium. Eskalasi protes yang meningkat disambut dengan tindakan represif polisi.

Menurut penuturan warga Wenlouzhen, Kota Huazhou, beberapa hari sebelum kejadian, pemerintah setempat mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat di sebuah desa. Warga itu, mengatakan akan membangun sebuah taman ekologis. Pengumuman pemberitahuan resmi dirilis di situs web Pemerintah Kota Huazhou yang berlangsung selama 10 hari sejak tanggal 15-25 November 2019.

Namun tak disangka, pengumuman selanjutnya yang dikeluarkan oleh pemda setempat tertanggal 24 November 2019 adalah membangun krematorium, sehingga memicu kemarahan penduduk desa.

Seluruh warga Wenlouzhen segera menentang pembangunan krematorium itu. Untuk mencegah perlawanan massa secara kolektif, pemerintah daerah setempat menerjunkan ribuan polisi dan pasukan keamanan ke lokasi pada 23 November 2019 untuk memberi efek kejut pada warga. Selain mengusir para demonstran, beberapa orang juga dibawa pergi untuk interogasi.

Pada saat yang sama, pihak berwenang juga diam-diam mengedarkan informasi bernada ancaman berbunyi, “Barang siapa yang berani membicarakan hal ini, akan segera digiring ke kantor polisi dan dikurung beberapa hari atau dijatuhi hukuman penjara dengan alasan lain yang dibuat-buat.”

Namun, masyarakat setempat tidak takut diintimidasi. Di Weibo, semacamn media sosial seperti facebook versi Tiongkok, mereka menuding polisi menangkap orang semena-mena, menembakkan gas air mata, dan mengerahkan kendaraan lapis baja untuk memblokir desa dan masuk ke desa menangkap orang.

Beberapa warga mengatakan, “Pemerintah tidak peduli dengan keluhan warga, secara paksa membangun krematorium di Lahan Hutan Wenlou, kota kabupaten Huazhou, prefektur Maoming, provinsi Guangdong, Tiongkok. Segenap warga desa berusaha melawan, tetapi mereka ditekan oleh aparat polisi, mereka dipukul dan ditangkap semena-mena, dimana keadilan dan hukumnya ? 

Polisi khusus telah melukai beberapa siswa, dan juga orang tua. Rekaman video tidak bisa dikirim, beberapa video yang dikirim sebelumnya sekarang telah diblokir. 

“Diharap pejabat yang berhati nurani tolonglah bantu kami yang tak berdaya ini,” kata warga.

Pada 28 November 2019, perlawanan warga setempat semakin meningkat. Pihak berwenang mengirim sejumlah besar polisi anti huru hara untuk memblokir semua jalan utama di kota kabupaten. Polisi melarang siapa pun dan mobil lewat, sehingga memicu bentrokan polisi dan warga.

Video langsung dari lokasi tampak terjadi aksi dorong mendorong antara polisi anti huru-hara dengan warga. Beberapa polisi anti huru hara memukul demonstran dengan tongkat, dan melempar dengan batu ke arah pengunjuk rasa. Beberapa demonstran yang terluka diangkat dengan tandu. Otoritas setempat kemudian menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan demonstran.

Di lokasi kejadian, orang-orang membalikkan kendaraan pemerintah dan merusak mobil polisi yang dibalas polisi dengan melepaskan tembakan peringatan dan menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa. 

Hanya saja entah kenapa mereka tidak belajar dari orang-orang Hong Kong untuk memakai masker atau topeng? Setidaknya itu bisa membuat pemerintah otoriter lebih sulit untuk membuat perhitungan dengan demonstran pasca unjuk rasa nantinya.

Huang, seorang warga Kota Wenlou yang ikut serta dalam aksi protes, mengatakan bahwa polisi anti huru hara memukul warga yang tak berdaya, termasuk orang tua dengan tongkat hingga luka-luka, dan dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu ada juga siswa yang melempar dengan batu, dan dihajar oleh sejumlah polisi khusus, kemudian menangkap orang-orang yang ditemuinya.

Huang mengatakan, otoritas setempat mengirim pasukan ke desa dan menangkap sejumlah besar demonstran pada malam 28 November 2019. Penduduk desa memasang penghalang jalan untuk mencegah polisi memasuki desa, tetapi pihak berwenang mengerahkan kendaraan lapis baja untuk menyingkirkan penghalang jalan itu pada 29 November 2019. Kemudian mengirim sejumlah besar petugas polisi khusus untuk memblokir desa. 

Sementara para demonstran di desa terdekat juga dihadang, sehingga tidak dapat menerobos barisan polisi untuk mengadu ke pemerintah kota setempat. 

“Saya mendengar banyak anak-anak muda yang ditangkap ketika polisi memasuki desa pada pagi hari 29 November 2019,” kata Huang

Adapun penyebabnya, menurut beberapa warga desa, bahwa pemerintah Wenlouzhen, Kota Huazhou menipu para orang tua desa untuk menandatangani penyerahan lahan atas nama pembangunan taman ekologi. Kemudian, oleh pihak berwenang, penggunaannya diubah menjadi pembangunan krematorium.

Penduduk setempat sangat tidak puas dengan rencana seperti itu, mereka menganggap pemda setempat sengaja membohongi warga dan juga khawatir pembangunan krematorium akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan mempengaruhi reputasi daerah setempat setelah selesainya pembangunan krematorium.

Oleh karena itu, warga melakukan aksi protes atas pembangunan krematorium. Selama aksi protes, seorang lelaki tua  dibekuk oleh polisi anti huru hara hingga tersungkur ke tanah. Rekaman videonya tersebar luas di komunitas WeChat, sehingga memicu kemarahan penduduk desa.

https://www.facebook.com/oneecyan/videos/2280403295532468/

Setelah melihat berita itu, warga desa di atas kemudian ke kota kabupaten dekat kantor pemerintah kota. Penduduk desa berusaha menyerbu kantor pemerintah kota, namun diusir oleh polisi. Dari lokasi kejadian, tampak dua siswa dan dua orang tua terluka.

Selain itu, seorang siswa dan seorang warga desa perempuan dibawa pergi polisi. Sementara seorang lelaki tua diseret keluar dari kantor pemerintah kota.

Polisi menembakkan bom gas air mata pada penduduk desa selama bentrokan, para pengunjuk rasa dibuat sesak napas dan mata perih oleh tembakan air mata.

Pasca kejadian itu, pemda setempat segera memblokir berita, demikian juga dengan media setempat tidak melaporkan kejadian tersebut. Penduduk desa terpaksa meminta bantuan dengan mengirim video ke media sosial luar negeri.

Terbetik berita, sampai pada tanggal 29 November 2019, masih ada yang melakukan aksi unjuk rasa lanjutan di Wenlouzhen, kota kabupaten Huazhou, povinsi Guangdong menentang pembangunan krematorium.

Kota Huazhou terletak di daerah pegunungan di Guangdong dekat Guangxi. Insiden itu adalah konflik antar polisi dengan warga terbesar dalam lima tahun terakhir.

Pada tahun 2014, pernah terjadi bentrokan sengit polisi dengan warga di Ligang, kota Huazhou karena menentang pembangunan sebuah rumah duka, hingga akhirnya proyek pembangunan itu dihentikan. (jon)