Zhang Dun
Negara-negara anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara mengadakan pertemuan puncak di London pada tanggal 3 dan 4 Desember 2019.
Pada pertemuan itu, untuk kali pertama, NATO memasukkan tantangan strategis dari Komunis Tiongkok ke dalam agendanya. itu mungkin menandakan panah Perang Dingin baru negara Barat terhadap komunis Tiongkok.
Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Jens Stoltenberg mengatakan pada pertemuan NATO bahwa “kebangkitan komunis Tiongkok menimbulkan risiko keamanan bagi semua sekutu NATO”, dan NATO perlu menemukan “keseimbangan untuk menghadapi tantangan dari komunis Tiongkok. Itu adalah pertama kalinya NATO menempatkan ancaman komunis Tiongkok ke dalam agendanya.
Deklarasi Konferensi Tingkat Tinggi NATO menyatakan bahwa pengaruh komunis Tiongkok yang semakin besar dan kebijakan internasionalnya menimbulkan tantangan bagi aliansi NATO.
Setelah 70 tahun memusatkan perhatian untuk menghadapi Rusia, kini Pakta Pertahanan Atlantik Utara memperluas pandangannya kepada tantangan dari Tiongkok.
Mengapa NATO menempatkan komunis Tiongkok, rezim totaliter terbesar di dunia ini?
Berikut ini beberapa alasannya.
1. Investasi anggaran besar di bidang militer
Anggaran pertahanan Komunis Tiongkok naik 7,5 persen dari tahun lalu menjadi 1,19 triliun yuan atau setara Rp. 2.500 triliun pada 2019. Sementara anggaran belanja pertahanan tahun 2018 adalah 1,10 triliun yuan atau sekitar Rp. 2.404 triliun. Angka itu meningkat 8,1%. Peningkatan anggaran pertahanan untuk tahun 2017 dan 2016 masing-masing sebesar 7% dan 7,6%.
Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi, product domestic bruto (PDB) Tiongkok melambat. Demikian juga tingkat pertumbuhan belanja pertahanan komunis Tiongkok melambat. Namun pertumbuhan belanja pertahanan masih lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan PDB.
Dalam 10 tahun sebelum tahun 2016, tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata dari pengeluaran anggaran pertahanan komunis Tiongkok melampui 12%.
Pengeluaran militer komunis Tiongkok telah meningkat selama 25 tahun berturut-turut, menjadi negara dengan pengeluaran militer tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Meskipun pengeluaran militer komunis Tiongkok tinggi, namun menurut dunia luar, pengeluaran militer komunis Tiongkok jauh lebih rendah dari pengeluaran sebenarnya.
Menurut laporan Financial Times pada Maret 2019, bahwa anggaran pertahanan resmi Komunis Tiongkok tidak mencakup semua pengeluaran yang harus diklasifikasikan sebagai pengeluaran militer sesuai dengan definisi internasional, misalnya pengeluaran Angkatan Kepolisian Bersenjata dan serangkaian unit militer tambahan, biaya penelitian dan pengembangan militer.
Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm atau SIPRI, Institut Internasional untuk Studi Strategis dan Departemen Pertahanan Amerika Serikat memperkirakan, bahwa total pengeluaran militer Komunis Tiongkok setidaknya sepertiga lebih tinggi dari angka anggaran pertahanan resminya.
2. Militer komunis Tiongkok mengancam keamanan Barat
Seiring meningkatnya pengeluaran militer komunis Tiongkok, negara Barat memperhatikan dengan seksama hal itu dan memonitor secara ketat tujuan strategis militer Tiongkok di kawasan, termasuk pengembangan kapal induk, rudal anti-satelit, dan intelijen.
Dalam parade militer pada 1 Oktober 2019, Komunis Tiongkok memajang banyak peralatan militer baru, termasuk rudal jarak jauh antar benua, yang mampu menjangkau seluruh Eropa dan Amerika Serikat, yang secara langsung mengancam keamanan negara-negara Barat.
Selain rudal, komunis Tiongkok juga secara aktif mengembangkan pasukan angkatan udara dalam beberapa tahun terakhir. Berusaha dengan berbagai cara mencuri teknologi canggih Barat dan mengembangkan jet-jet tempur yang berbeda.
Komunis Tiongkok juga secara aktif mengembangkan pasukan angkatan laut. Pada 25 September 2012, kapal induk pertama Komunis Tiongkok Liaoning mulai dioperasikan. Kapal induk Tipe 002 akan mulai beroperasi pada 2019. Sementara kapal induk 003 diperkirakan mulai diterjunkan pada tahun 2023 mendatang.
Selain itu, komunis Tiongkok diperkirakan memiliki 5 kapal induk pada tahun 2030. Pada saat itu, jumlah kapal induk yang dimiliki oleh komunis Tiongkok akan menjadi yang kedua terbesar setelah Amerika Serikat.
Dokumen yang diumumkan Central Military Commission atau Komisi Militer Pusat pada Februari 2018 menunjukkan, komunis Tiongkok ingin meningkatkan pengaruh militernya di luar negeri, agar pasukannya dapat “mengendalikan krisis, mengatasi perang, dan memenangkan perang”, dan melampaui militer Amerika Serikat.
Dokumen yang bocor itu juga memperkirakan bahwa hubungan antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan lebih tegang. Hubungan dengan negara-negara tetangga seperti Jepang juga akan semakin tegang karena masalah teritorial di Laut China Timur dan Laut China Selatan.
3. Ekspansi militer
Seiring dengan angkatan laut komunis Tiongkok yang terus meningkat, komunis Tiongkok terus melebarkan sayap militernya dalam beberapa tahun terakhir.
Selain pembangunan pulau buatan dan landasan pacu di perairan internasional yang dipersengketakan kedaulatannya di Laut China Selatan, komunis Tiongkok juga membangun fasilitas militer dan penyebaran militer di pulau-pulau tersebut. Sebagai tanggapan, Amerika Serikat terus mengirim kapal induk dan pesawat tempur berlayar ke Laut China Selatan.
Melansir laman “Deutsche Welle” Jerman, Sabtu 7 Desember 2019, provokasi militer Komunis Tiongkok di Laut China Selatan kemungkinan akan berubah menjadi konflik nyata. Meskipun NATO tidak akan terlibat langsung dalam konflik terkait, namun, Amerika Serikat sebagai pemimpin dalam aliansi tersebut kemungkinan akan terlibat. Jika itu terjadi, apakah sekutu lain di NATO akan memberikan bala bantuan?
Organisasi Internasional NATO yang memiliki 29 negara anggota menetapkan di pasal 5 bahwa setiap serangan terhadap satu negara anggota sama dengan serangan total, dan pasukan negara-negara anggota lainnya akan secara otomatis berpartisipasi dalam perang.
Sementara di Selat Taiwan, Komunis Tiongkok terus mengirim pesawat militer dan kapal perang berlayar di sekitar Selat Taiwan. Tiongkok menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara yang memutuskan hubungan dengan Taiwan dengan diplomasi uang, sehingga membuat Selat Taiwan menjadi tegang.
Di Laut China Timur, Komunis Tiongkok juga terus mengirim kapal perang di Kepulauan Diaoyu yang dipersengketakan dengan Jepang, dan Jepang telah berulang kali memprotes hal itu.
Pesawat militer Tiongkok juga menerobos zona identifikasi pertahanan udara Korea Selatan. Menurut laporan media Korea, Komunis Tiongkok juga berulang kali mengirim pesawat militernya terbang di atas atau di dekat wilayah tumpang tindih di Korea, Jepang, dan zona identifikasi pertahanan udara Tiongkok untuk menguji kemampuan pertahanan udara Korea Selatan dan Jepang. Sementara Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan adalah sekutu utama Amerika Serikat di Asia.
4. Komunis Tiongkok adalah “rezim preman/pengacau”
Pada 8 Agustus 2019, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengecam komunis Tiongkok sebagai “rezim preman atau pengacau” karena tidak mematuhi aturan internasional dan secara terbuka mengungkapkan informasi pribadi seorang diplomat Amerika di Hong Kong, termasuk nama anaknya.
“Negara-negara yang bertanggung jawab tidak akan berbuat seperti itu,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
“Premanisme” komunis Tiongkok juga terwujud dalam kegagalannya mematuhi konvensi internasional. Kediktatoran yang didukung komunis Tiongkok seperti Gaddafi di Libya, Saddam di Irak, dan Taliban di Afghanistan telah runtuh dengan intervensi Amerika Serikat.
Dinasti keluarga Kim Korea Utara yang didukung komunis Tiongkok selama ini masih terus memprovokasi dengan meluncurkan misil dan uji coba nuklir.
Iran, “sekutu” lain yang didukung oleh komunis Tiongkok, juga memprovokasi Amerika Serikat. Badan Tenaga Atom Internasional mengkonfirmasi pada 1 Juli 2019, bahwa cadangan uranium yang diperkaya rendah Iran telah melampaui batas atas yang ditetapkan dalam perjanjian internasional.
Gedung Putih mengeluarkan pernyataan pada saat itu, menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan pernah mengizinkan Iran mengembangkan senjata nuklir. Presiden Trump mengatakan Iran “bermain api.”
5. Barat akan menyeimbangkan ancaman lain dari komunis Tiongkok
Selain itu, komunis Tiongkok juga memobilisasi kekuatan nasional untuk mencuri teknologi tinggi maupun teknologi militer dari Barat dan telah menjadi “musuh publik” masyarakat Barat. Proyek One Belt One Road atau “Sabuk dan Jalan” yang diprakarsai komunis Tiongkok telah menyebabkan 23 negara terperangkap dalam risiko utang. Sementara komunis Tiongkok memanfaatkannya dengan menjarah sumber daya atau pelabuhan strategis negara bersangkutan. Pelabuhan itu digunakan untuk keperluan militer.
Kekuatan komunis Tiongkok sekarang juga berkembang ke Lingkaran Kutub Utara dan Afrika, serta berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur dan jaringan di Eropa.
“Ekspansi komunis Tiongkok kini sedang mengubah keseimbangan kekuatan global, pertumbuhan ekonomi dan militernya membawa peluang dan tantangan,” kata Stoltenberg dalam sebuah wawancara di London.
Stoltenberg mengatakan : “Kita harus menghadapi kenyataan bahwa komunis Tiongkok semakin dekat dan dekat dengan kita, mereka telah banyak berinvestasi dalam infrastruktur. Kita melihat mereka di Afrika, di Kutub Utara, dan kita juga melihat mereka di dunia maya, komunis Tiongkok sekarang memiliki anggaran pertahanan terbesar kedua di dunia.”
Stoltenberg menilai NATO tidak ingin “menciptakan musuh baru,” tetapi “selama sekutu NATO berdiri bersama, maka NATO akan kuat dan aman. NATO adalah kekuatan militer terkuat di dunia.
Ketika hubungan Tiongkok dengan Amerika Serikat terus memburuk, NATO, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, menandai Komunis Tiongkok untuk kali pertama dan seketika menarik perhatian dunia luar.
Media Hong Kong – Hong Kong Economic Journal, edisi Jum’at 6 Desember 2019 menyatakan bahwa semua tanda itu menunjukkan bahwa Perang Dingin baru negara Barat terhadap Komunis Tiongkok akan segera terjadi. (jon)
Artikel Ini diterbitkan di Epochtimes.com