Eva Pu – The Epochtimes
Dalam sebuah pertunjukan menantang yang memukau, seorang pengunjuk rasa Hong Kong tanpa senjata mengangkat poster yang diproduksi oleh The Epoch Times edisi Hong Kong. Ia sambil menunjuk seorang petugas polisi yang mengarahkan pistol kepadanya.
The Epoch Times tidak dapat mengidentifikasi siapa wanita tersebut, tetapi memahami bahwa polisi tidak menembakkan senjata dan bahwa pengunjuk rasa dengan aman meninggalkan lokasi unjuk rasa pada tanggal 22 Desember.
Poster tersebut berisi pesan yang menjadi populer di kalangan pengunjuk rasa Hong Kong, bertuliskan “Langit Akan Memusnahkan Partai Komunis Tiongkok,” dalam bahasa Mandarin dan Inggris.
Slogan ini menyebar ke sudut-sudut jalan, dinding, dan karya seni di Hong Kong di tengah unjuk rasa pro-demokrasi dalam beberapa bulan terakhir.
Seorang pria pengunjuk rasa sebelumnya menjelaskan makna slogan itu sebagai “semoga Tuhan berbelas kasihan untuk menghancurkan Partai Komunis Tiongkok.”
“Kami ingin Partai Komunis Tiongkok benar-benar hancur,” katanya.
Insiden pada hari Minggu adalah salah satu yang terbaru dalam unjuk rasa Hong Kong yang telah berlangsung selama lebih dari enam bulan, di mana warga Hong Kong marah atas perambahan rezim Tiongkok yang semakin berkembang dalam urusan Hong Kong.
Para pengunjuk rasa secara konsisten menyerukan lima tuntutan, mencakup hak pilih universal dan penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi.
Para pengunjuk rasa mengorganisir aksi hari Minggu untuk mendukung minoritas Uighur yang tertindas di Xinjiang, wilayah barat laut Tiongkok.
Pada hari itu, polisi juga menangkap setidaknya dua pengunjuk rasa yang berusaha membakar satu bendera bintang lima Komunis Tiongkok. Polisi juga menggunakan pentungan dan semprotan merica untuk membubarkan pengunjuk rasa yang lain.
Memberikan Kebenaran Dari Garis Depan
Jurnalis The Epoch Times melaporkan di lapangan sejak hari pertama unjuk rasa pro-demokrasi pada bulan Juni untuk memberikan informasi independen dan tanpa sensor mengenai gerakan kepada rakyat Hong Kong, Tiongkok, dan seluruh dunia.
Namun demikian, pelaporan independen harus dibayar mahal.
Bulan lalu, empat penyusup bertopeng membakar pabrik percetakan The Epoch Times edisi Hong Kong, sebuah insiden yang berciri khas siasat rezim Tiongkok.
Dua dari empat pria tersebut membawa tongkat yang dapat diperpanjang untuk mengintimidasi staf pers percetakan, sebelum dua pria lainnya menuangkan cairan yang mudah terbakar di lantai pabrik untuk membuat api. Api merusak setidaknya dua mesin cetak dan empat gulungan kertas cetak.
Pabrik percetakan tersebut mengalami beberapa kali serangan sebelum pembakaran tersebut. Insiden itu masih dalam penyelidikan.
Serangan itu memicu kecaman keras dari anggota parlemen dan kelompok pembela di Amerika Serikat, yang meminta pihak berwenang untuk menyelidiki insiden itu.
“Polisi harus mengambil langkah segera untuk menangkap mereka yang bertanggung jawab atas pembakaran pabrik percetakan Epoch Times, dan memastikan mereka dimintai pertanggungjawaban,” kata Steven Butler, Koordinator Program Asia Committee to Protect Journalists atau CPJ dalam pernyataan pada tanggal 22 November.
Menanggapi pembakaran itu, Senator Josh Hawley dari Partai Republik (R-Mo.) mengatakan: “Setiap serangan terhadap kebebasan pers adalah serangan terhadap kebebasan yang dijanjikan kepada warga Hong Kong.”
“Ini merupakan serangan terhadap fungsi dasar demokrasi.”
“Hanyalah rezim totaliter yang takut dengan apa yang ditulis oleh pers,” kata Senator Bob Menendez dari Partai Demokrat mengenai insiden itu.
Pada bulan April tahun ini, sebuah waralaba di Hong Kong tiba-tiba membatalkan kontrak distribusinya dengan The Epoch Times edisi Hong Kong dan menarik koran dari rak pajangan.
Cédric Alviani, direktur biro Asia Timur untuk Reporters Without Borders, mengamati pada waktu itu bahwa ia “tidak melihat alasan apa pun selain tekanan dari otoritas Tiongkok untuk penarikan koran The Epoch Times dari rak pajangan.”
Jurnalis dari Epoch Media Group, yang merupakan bagian The Epoch Times, juga sangat dekat dengan gas air mata dan meriam air di garis depan.
Dingding Ou, wanita yang melaporkan selama siaran langsung unjuk rasa untuk NTD, afiliasi The Epoch Times, terbentur tabung gas air mata dan pingsan selama siaran langsung unjuk rasa bulan Agustus setelah menghirup gas air mata.
“Meskipun operasi pembersihan polisi dapat berubah menjadi kekerasan, kami masih tetap ingin memberikan informasi yang jujur dan langsung kepada hadirin,” kata Dingding Ou setelah insiden itu.
Frank Fang dari The Epoch Times biro Taiwan, saat meliput bentrokan antara polisi dengan pengunjuk rasa di Mong Kok pada Selasa malam, menjadi sasaran gas air mata yang digunakan oleh polisi untuk membubarkan pengunjuk rasa.
“Saya merasa bau gas air mata masih ada di hidung atau paru-paru saya,” katanya beberapa jam setelah bentrokan. Malam itu, polisi juga menembakkan meriam air ke arah sekitar selusin pengunjuk rasa.
“Sungguh mengharukan bagi kami dan kami berasa kurang berperan bila melihat seberapa berani rakyat Hong Kong, dan peran penting yang dimainkan oleh informasi The Epoch Times yang independen,” kata Jasper Fakkert, Pemimpin Redaksi The Epoch Times edisi Amerika Serikat.
Misi Inti
Jasper Fakkert mengatakan bahwa pelaporan The Epoch Times di Hong Kong menyuarakan misi inti surat kabar The Epoch Times, yaitu untuk memberikan kebenaran kepada pembaca.
“Moto kami adalah Kebenaran dan Tradisi, serta wartawan dan pembaca kami sama-sama mempertaruhkan hidupnya di Hong Kong adalah contoh yang jelas akan hal ini,” kata Jasper Fakkert.
“The Epoch Times adalah media yang benar-benar independen. Kami bebas dari pengaruh pemerintah, perusahaan, atau partai politik mana pun — inilah yang membuat kami benar-benar berbeda.”
The Epoch Times edisi Hong Kong juga menonjol sebagai salah satu dari sedikit surat kabar di Hong Kong yang secara konsisten menolak untuk menyerah pada tekanan rezim komunis.
Pada tanggal 12 November, misalnya, halaman depan enam media dari delapan media Hong Kong memuat iklan yang meminta para pemilih untuk “menentang kerusuhan” — sebuah label yang digunakan oleh outlet propaganda rezim Tiongkok untuk menandai unjuk rasa Hong Kong — sementara The Epoch Times memilih untuk meliput pengepungan polisi di Universitas Hong Kong yang terjadi malam sebelumnya.
Sebagai hasil dari pelaporan independennya, The Epoch Times melihat peningkatan tajam dalam jumlah pembaca di Hong Kong, serta di seluruh dunia.
Serangan Media Terhadap The Epoch Times di Amerika Serikat
Sementara di Hong Kong, wartawan The Epoch Times mempertaruhkan nyawanya, dan pers The Epoch Times dibakar, di Amerika Serikat terjadi beberapa kali serangan media terhadap The Epoch Times dalam beberapa bulan terakhir.
Pada bulan Agustus, NBC News membuat banyak klaim keliru mengenai The Epoch Times — yang sebagian merupakan propaganda yang diproduksi olehi Komunis Tiongkok — yang mengakibatkan The Epoch Times kehilangan kemampuannya untuk mengiklankan konten dan produknya di Facebook.
Dimulai pada tanggal 20 Desember, organisasi media di Amerika Serikat dan di seluruh dunia melaporkan klaim yang tidak tepat melalui Facebook bahwa Epoch Media Group terhubung dengan sebuah perusahaan media yang dihukum karena perilaku tidak autentik.
“The Epoch Times adalah organisasi media independen. Yang berarti bahwa pelaporan kami seringkali berbeda dari media lain. Kami tidak boleh membicarakan motif organisasi media lain, tetapi kami kecewa dengan berlanjutnya pelaporan yang tidak tepat mengenai The Epoch Times,” kata Stephen Gregory, penerbit The Epoch Times edisi bahasa Inggris di Amerika Serikat.
Dalam surat bertanggal 15 November kepada CEO Facebook Mark Zuckerberg, Senator Jim Banks dari Partai Republik mengemukakan kekhawatiran atas upaya Komunis Tiongkok untuk mengekang suara-suara yang berbeda pendapat di Barat.
“Kini seluruh dunia lebih membutuhkan kertas pembangkang Tiongkok daripada sebelumnya. Perusahaan-perusahaan Amerika harus mendukung nilai-nilai Amerika — bukannya mendukung nilai-nilai Tiongkok,” tulis Jim Banks dalam surat itu. (Vivi/asr)