d. Mempromosikan Radikalisme Kiri
Dalam buku “One-Party Classroom: How Radical Professors at America’s Top Colleges Indoctrinate Students and Undermine Our Democracy,” David Horowitz dan Jacob Laksin mendaftarkan sekitar 150 kursus aliran Kiri yang ditawarkan di 12 universitas. Kursus-kursus ini menutupi niat politiknya dengan bahasa ilmiah, tetapi beberapa dari kursus ini bahkan mengabaikan prinsip akademik dasar, sehingga menjadikannya sangat mirip dengan kursus politik yang diwajibkan di negara komunis.
Universitas California – Santa Cruz menawarkan kursus seminar Teori dan Praktek Perlawanan dan Gerakan Sosial. Deskripsi kursus seminar ini adalah sebagai berikut: “Tujuan seminar ini adalah untuk belajar bagaimana mengatur revolusi. Kami akan mempelajari apa yang telah dilakukan oleh masyarakat di masa lalu dan apa yang sedang dilakukan oleh masyarakat saat ini untuk melawan, menantang, dan mengatasi sistem kekuasaan termasuk (tetapi tidak terbatas pada) kapitalisme global, penindasan negara, dan rasisme.”[35]
Bill Ayers, dengan gelar Profesor Terhormat di Universitas Illinois di Chicago, adalah radikal era 1960-an dan pemimpin Weather Underground, yang awalnya bernama Weatherman, yang merupakan faksi Mahasiswa untuk Masyarakat Demokratis. Pada tahun 1969, Weatherman bergerak di bawah tanah dan menjadi organisasi teroris domestik pertama di Amerika Serikat. Ini mendedikasikan upayanya untuk mengorganisir mahasiswa radikal, yang mengambil bagian dalam kegiatan teroris yang dirancang untuk mengobarkan konflik rasial.
Kelompok Weatherman melakukan pemboman terhadap Capitol, Markas Besar Kepolisian New York City, Pentagon, dan kantor Garda Nasional Amerika Serikat. Seperti kutipan terkenal dari Bill Ayers: “Bunuh semua orang kaya. Hancurkan mobil dan apartemen mereka. Bawa pulang revolusi ke rumah, bunuh kedua orangtuamu.”[36] Publikasi akademik Bill Ayers adalah konsisten dengan resume-nya. Dalam tulisannya, Bill Ayers berpendapat bahwa kita harus mengatasi “prasangka” kita mengenai pelaku kekerasan remaja. [37]
Jaring progresif sayap Kiri berhasil mencegah FBI menangkap Bill Ayers. Bill Ayers muncul kembali pada tahun 1980 dan mengelak hukum untuk menghindari peradilan pidana. Ia menjadi anggota fakultas di Universitas Illinois – Chicago, tempat ia belajar pendidikan anak usia dini. Pandangan politiknya tidak berubah, dan ia tidak menunjukkan penyesalan atas serangan terorisnya. Bill Ayers berturut-turut menjadi profesor madya, profesor, dan akhirnya mencapai kedudukannya yang sekarang sebagai Profesor Terhormat. Ia juga menerima gelar Sarjana Universitas Senior, kehormatan tertinggi lembaga tersebut.
Setiap gelar yang diterima Bill Ayer adalah hasil keputusan bersama dari rekan-rekannya di departemen tersebut. Hal ini mencerminkan pengakuan dan dukungan universitas secara diam-diam untuk masa lalu terorisnya.
E. Menyangkal Tradisi Amerika yang Hebat
Sekelompok mahasiswa yang terlibat secara politis di kampus Universitas Teknologi Texas melakukan survei di kampus pada tahun 2014 dengan mengajukan tiga pertanyaan: “Siapa yang memenangkan Perang Sipil?” “Siapa wakil presiden kita?” dan “Dari siapa kita mendapatkan kemerdekaan?” Banyak mahasiswa tidak tahu jawabannya, padahal seharusnya pertanyaan tersebut adalah pengetahuan umum. Sementara tidak mengetahui fakta-fakta dasar mengenai politik dan sejarah negara mereka, para mahasiswa sangat mengenal detail bintang film dan skandal percintaan bintang film tersebut. [38]
Pada tahun 2008, Intercollegiate Studies Institute melakukan survei acak terhadap 2.508 orang Amerika dan menemukan bahwa hanya setengah yang dapat menyebutkan ketiga cabang pemerintahan. [39] Menjawab 33 pertanyaan kewarganegaraan secara langsung, 71 persen responden menerima skor rata-rata 49 persen, sebuah tanda gagal. [40]
Mempelajari sejarah Amerika bukan hanya proses memahami bagaimana bangsa itu didirikan, tetapi juga proses memahami nilai-nilai seperti apa bangsa itu dibangun dan apa yang diperlukan untuk melestarikan tradisi ini. Hanya dengan begitu rakyatnya akan menghargai apa yang mereka miliki hari ini, melindungi warisan nasional, dan meneruskannya ke generasi berikutnya.
Lupa sejarah sama dengan menghancurkan tradisi. Rakyat yang tidak mengetahui tugas kewarganegaraannya memungkinkan terbentuknya pemerintahan totaliter. Seseorang bingung apa yang terjadi dengan sejarah Amerika dan pendidikan kewarganegaraan Amerika? Jawabannya ada di buku teks yang digunakan siswa dan di guru mereka.
Penganut Marxisme Howard Zinn adalah penulis sebuah buku sejarah populer berjudul “A People’s History of the United States.” Buku ini berkisar pada dasar pikiran bahwa semua tindakan heroik dan episode inspiratif dari sejarah Amerika adalah kebohongan yang tak tahu malu, dan bahwa sejarah sebenarnya dari Amerika Serikat adalah perjalanan gelap penindasan, perampasan, dan genosida. [41]
Seorang profesor ekonomi di sebuah universitas di Boston percaya bahwa para teroris yang merupakan musuh Amerika Serikat adalah pejuang kebebasan sejati, dan bahwa Amerika Serikat adalah kejahatan sejati. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada tahun 2004, ia menyamakan para teroris yang melakukan serangan 11 September 2001 dengan para pemberontak Amerika, pada tahun 1775, yang menembakkan tembakan pertama di Lexington dan memulai Perang untuk Kemerdekaan. [42]
F. Berjuang Melawan Klasik Peradaban Barat
Pada tahun 1988, mahasiswa dan dosen radikal di Universitas Stanford memprotes kursus Peradaban Barat. Mereka meneriakkan, “Hei, hei, ho, ho! Enyahlah peradaban Barat!” Universitas Stanford memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa dan menggantikan Peradaban Barat dengan kursus Kebudayaan, Ide, Nilai, dengan karakteristik multikultural yang jelas. Sementara kursus baru tidak menghapus beberapa kebudayaan klasik Barat seperti Homer, Plato, St. Augustine, Dante Alighieri, dan Shakespeare, kursus ini memang mengharuskan kursus harus mencakup karya-karya dari beberapa wanita, kelompok minoritas, dan kelompok rakyat yang dianggap telah mengalami penindasan.
Kemudian Menteri Pendidikan Amerika Serikat William Bennett mengutuk perubahan tersebut sebagai kurikulum dengan intimidasi. Meskipun demikian, banyak universitas terkemuka melakukan hal yang sama, dan perguruan tinggi yang lebih rendah mengikutinya agar tidak ketinggalan. Dalam beberapa tahun, pendidikan seni liberal di universitas-universitas Amerika telah mengalami transformasi besar.
Dalam bukunya “Illiberal Education,” pemikir konservatif Dinesh D’Souza menggunakan buku “I, Rigoberta Menchu: An Indian Woman in Guatemala” untuk menjelaskan arah ideologis dari kursus Kebudayaan, Ide, Nilai yang baru di Universitas Stanford. Buku ini menggali pengalaman hidup seorang wanita muda Indian Amerika, bernama Menchu Rigoberta, dari Guatemala. Setelah kedua orangtuanya dibunuh dalam sebuah pembantaian, ia berada di jalur pemberontakan, di mana dia menjadi semakin radikal.
Rigoberta Menchu datang untuk mengidentifikasi diri dengan gerakan Indian Amerika di Amerika Selatan untuk memperjuangkan hak penentuan nasib mereka serta menentang budaya Latin Eropa. Ia pertama-tama menjadi seorang feminis, kemudian menjadi seorang sosialis, dan, pada akhirnya, menjadi seorang Marxis. Menjelang akhir bukunya, ia menceritakan bagaimana ia mulai berpartisipasi dalam majelis Front Populer di Paris, membahas topik-topik seperti remaja borjuis dan bom Molotov. Satu bab dari buku ini berjudul “Rigoberta Renounces Marriage and Motherhood” atau “Rigoberta Meninggalkan Pernikahan dan Masa Menjadi Seorang Ibu.” [43]