oleh James Gorrie
Menurut statistik resmi, yang sedang diperbarui beberapa kali per hari, 41 orang meninggal dunia dan lebih dari 800 orang dalam observasi atau jatuh sakit akibat coronavirus Wuhan.
Jumlah itu lebih dari dua kali lipat, jumlah kematian dan tiga kali lipat jumlah orang yang terinfeksi dilaporkan dari hari-hari sebelumnya.
Melihat kondisi pada saat ini, angka-angka tersebut akan menempatkan tingkat angka kematian pada dua hingga tiga persen.
Dibandingkan dengan tingkat kematian keseluruhan hampir 10 persen dari wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) pada tahun 2002-2003, tingkat kematian virus baru ini terlihat relatif jinak.
Itulah story dari outlet berita resmi corong Partai Komunis Tiongkok. Akan tetapi apakah itu adalah benar-benar sesuai dengan fakta? Apakah angka-angka dari Komunis Tiongkok itu sepenuhnya benar? Mungkin tidak.
Hitungan Matematika Tidak Bertambah
Sejatinya hitungan Matematika tidak bertambah sama sekali. Tidak masuk akal untuk berpikir bahwa di kota berpenduduk 11 juta jiwa itu, di mana setidaknya puluhan ribu orang — dan mungkin bahkan ratusan ribu — terpapar virus setiap hari selama berminggu-minggu.
Juga tidak dapat dipercaya, bahwa hanya 900 kasus orang yang terinfeksi sejak awal wabah itu pada pertengahan Desember 2019.
Kejadian itu berlangsung lebih dari sebulan, orang-orang bepergian ke dalam maupun ke luar Wuhan tanpa tindakan pencegahan yang dilakukan oleh otoritas Komunis Tiongkok.
Hingga akhirnya pada 20 Januari 2020, Komunis Tiongkok baru mengakuinya bahwa virus itu dapat menular melalui kontak antar manusia.
Tetapi pada saat yang sama, otoritas medis Tiongkok seperti Wang Guangfa, seorang spesialis pernapasan dari Beijing, bersikeras bahwa meskipun virus dapat menginfeksi seseorang melalui mata yang tidak terlindungi, upaya penularan di Wuhan dilakukan “dengan cepat dan efektif.”
Itu sama sekali tidak kredibel. Pernyataan politis yang benar-benar secara blak-blakan bertentangan dengan kenyataan bahwa virus itu pada dasarnya bersifat global.
Negara-negara Lainnya Baru Mengetahuinya Seminggu Lalu
Sementara itu, dalam periode waktu yang sama, negara-negara lain di dunia sibuk mempersiapkan tindakan pencegahan untuk wabah yang mereka ketahui akan datang.
Apakah negara-negara itu memiliki informasi yang berbeda dari pemerintah Tiongkok? Apakah ada informasi yang dirahasiakan dari Beijing? Jawabannya, tentu saja, adalah “Tidak.”
Mungkin jauh lebih realistis adalah dari artikel di Daily Beast yang berpendapat jumlah orang yang terinfeksi mencapai ribuan. Angka itu jauh lebih masuk akal dari perspektif statistik.
Apa yang sudah kita ketahui tentang masa inkubasi – sekitar dua minggu – tampaknya menunjukkan angka-angka versi Komunis Tiongkok sebagai kebohongan yang pasti.
Pada 21 Januari, Center for Disease Control and Prevention -CDC- atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit yang berbasis di Atlanta, AS, mengumumkan bahwa, “Tidak jelas seberapa mudah virus ini menyebar di antara orang-orang.” Itu pernyataan yang sangat moderat.
Namun, CDC juga mengatakan bahwa “ini adalah situasi yang berkembang pesat.”
Sepenuhnya di Bawah Kendali?
Penegasan Presiden Trump bahwa Amerika Serikat memiliki virus “benar-benar terkendali” tidak tepat.
Di dunia nyata, seberapa banyak situasi “berkembang pesat” lainnya sebenarnya “terkendali?” Jawabannya, Tidak banyak.
Kebakaran hutan yang tak terkendali, misalnya, adalah “situasi yang berkembang pesat,” seperti halnya revolusi politik yang terjadi di Hong Kong.
Lebih jauh lagi, peristiwa-peristiwa itu maupun tindakan-tindakan tak terduga yang terjadi dalam sengitnya pertempuran, maupun penyebaran virus baru yang sangat menular di awal dan tak terkendali dapat digambarkan sebagai, “terkendali.”
Faktanya, bertentangan dengan narasi-narasi resmi yang dibuat oleh organ berita resmi Komunis Tiongkok, penularannya tidak dapat dikendalikan. Faktanya justru dengan cepat menyebar kepada lebih banyak bagian dunia adalah sebuah bukti nyata.
One-Man Rule Adalah Penularan Terburuk
Lalu mengapa mesti Komunis Tiongkok menunggu lima minggu sebelum mengambil tindakan pencegahan?
Semua orang pasti mengetahui jawabannya. Rezim Komunis Tiongkok telah meremehkan ancaman dan berbohong tentang jumlah penduduk yang terkena penyakit atau kematian untuk menjaga ilusi, bahwa mereka mampu mengendalikan situasi.
Mengingat tahun kegagalan pada masa lalu, Komunis Tiongkok tidak bisa terlihat lebih buruk daripada yang sudah pernah terjadi. Pelajaran dari epidemi global yang tak perlu dan potensial ini bersifat politis dan ideologis.
Aturan satu partai, dengan kebutuhan inheren untuk selalu dilihat sebagai kekuatan penuntun negara yang bijaksana, sudah cukup buruk. Kesalahan yang mengerikan terjadi, namun anggota Komunis Tiongkok sangat jarang dimintai pertanggungjawabannya.
Akan tetapi jika seseorang disalahkan, mereka hanya digunakan sebagai kambing hitam demi kepuasan publik bahwa keadilan telah dilakukan. Sementara pada saat yang sama, membebaskan Partai Komunis Tiongkok dari rasa bersalah.
Tetapi, ketika hanya satu orang yang memerintah suatu negara, itulah yang membuat setiap keputusan menjadi sangat pribadi. Oleh karena itu, mencerminkan secara langsung — dan seringkali buruk — disematkan kepadanya. Inilah yang membuatnya dengan mengatakan bahwa kebenaran itu adalah berisiko.
Penasihat mana yang ingin menderita akibat hanya memberitahukan kepada pemimpin yang sangat kuat itu, soal berita buruk tentang wabah virus baru yang mengguncang ekonomi?
Ketidakmampuan dan ketakutan dipandang sebagai tidak kompeten bukanlah hal baru.
Sebenarnya itu adalah semacam prosedur operasi standar bagi Komunis Tiongkok sejak partai itu didirikan.
Kasus Epidemi Flu Babi Afrika
Ambil misalnya, kasus epidemi Flu Babi Afrika pada tahun 2019. Otoritas Komunis Tiongkok paham betul, dengan daging babi sebagai makanan utama di Tiongkok, penyakit yang sangat menular ini dapat dan akan menyebar serta mengancam pasokan makanan di negara itu.
Namun demikian, Beijing tidak bertindak untuk menghentikan penyebaran penyakit ini. Justru sebaliknya yang terjadi. Janji di bibir saja dibayar dengan rantai makanan Partai, tetapi terlalu lama, sangat sedikit persiapan dan perlindungan yang sebenarnya dilakukan oleh rezim Komunis Tiongkok.
Ketika situasinya bertambah buruk, justru malah menyensor apa yang sebenarnya terjadi. Hasilnya adalah kelangkaan pangan dan inflasi harga yang dialami penduduk Tiongkok pada saat ini.
Namun demikian, sepanjang waktu, garis resmi rezim Komunis Tiongkok menyatakan wabah Flu Babi Afrika di bawah kendali.
Berita yang Lebih Baik?
Tetapi kabar baiknya adalah bahwa rezim Komunis Tiongkok sekarang akhirnya bertindak. Mulai 23 Januari 2020, kota Wuhan dikarantina.
Semua transportasi umum yang bepergian ke dalam dan ke luar kota telah dihentikan. Secara drastis, otoritas Tiongkok telah melebarkan aturan karantina mereka setidaknya terhadap dua belas kota tambahan.
Terlebih lagi, perayaan Tahun Baru Imlek, musim liburan dan belanja terbesar tahun ini, dibatalkan. Cara itu tak akan menghentikan semua perjalanan masuk dan keluar dari Tiongkok, yang mungkin merupakan tindakan paling bijaksana saat ini. Akan tetapi setidaknya itu adalah sesuatu.
Tentu saja, tindakan ini seharusnya sudah diputuskan lebih awal. Sayangnya, yang terinfeksi sudah meninggalkan gudang coronavirus minggu lalu, dengan hasil yang dapat diprediksi.
Penyakit ini telah menyebar jauh ke luar Tiongkok ke Singapura, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Arab Saudi, India, dan akhir-akhir ini, seperti yang dilaporkan BBC, di Skotlandia.
Infeksi coronavirus berisiko; tetapi jelas lebih berisiko yang datang dengan virus politik pemerintahan satu orang di suatu negara, menjadikan jauh lebih buruk. (asr)
James Gorrie Adalah penulis Buku The China Crisis
FOTO : Beredar video di WeChat dan Weibo di Daratan Tiongkok, video pasien jatuh langsung ke rumah sakit atau di pinggir jalan terus disiarkan. (Tangkapan layar video)
Artikel ini terbit di The Epochtimes
Video Rekomendasi :