Berbicara dalam Bahasa Mandarin, Penasihat Senior Trump Menyerukan Kebebasan yang Lebih Besar di Tiongkok

Eva Fu

Seorang penasihat senior Gedung Putih mengecam “kurangnya keanekaragaman suara yang mengejutkan” di bawah rezim komunis Tiongkok, dalam pidato pertama dalam bahasa Mandarin oleh pejabat Amerika Serikat.

Matthew Pottinger, wakil penasihat keamanan nasional Gedung Putih untuk Asia, menyoroti penindasan rezim Komunis Tiongkok terhadap mereka yang berusaha menyuarakan kebenaran di tengah wabah virus Komunis Tiongkok, termasuk para dokter dan jurnalis warga, dan menyatakan mereka sebagai “warganegara yang berpikiran sipil” yang melakukan “tindakan keberanian besar.”

“Klise bahwa rakyat Tiongkok tidak percaya pada demokrasi adalah…gagasan yang paling tidak patriotik dari semua gagasan,” kata Matthew Pottinger dalam pidatonya dalam bahasa Mandarin selama acara panel virtual yang diadakan oleh Pusat Miller Universitas Virginia pada tanggal 4 Mei 2020.

Matthew Pottinger mengatakan ia memberikan pidato dalam bahasa Mandarin sehingga ia dapat membuka percakapan dengan warga di Tiongkok dan diaspora Tiongkok.

Di bawah sistem negara Partai Komunis Tiongkok, Matthew Pottinger berkata, “kadang sulit untuk memotong kebisingan, dari propaganda, dari seluruh media milik negara di Tiongkok, atau ekosistem media sosial yang dikuratori dengan cermat.”

Matthew Pottinger mempelajari bahasa Mandarin 25 tahun silam di Beijing dan menjadi koresponden Tiongkok  untuk Wall Street Journal. Sementara melaporkan, ia pernah ditangkap oleh agen pemerintah Tiongkok.

Pada kesempatan lain, wajahnya dipukul oleh agen pemerintahan komunis Tiongkok saat menyelidiki penjualan ilegal bahan bakar nuklir perusahaan Tiongkok ke luar negeri, menurut akun tertulisnya yang diterbitkan dalam Wall Street Journal.

Matthew Pottinger mengatakan kurangnya toleransi Beijing untuk suara-suara kritis telah berubah menjadi semakin buruk dalam beberapa tahun terakhir.

“Dibutuhkan keberanian untuk berbicara dengan seorang reporter — atau bekerja sebagai reporter — saat ini di Tiongkok.”

Meskipun rezim Komunis Tiongkok memerintah dengan tangan besi, gairah pikiran untuk bebas belum berhenti, kata Matthew Pottinger, mengutip pada bulan-bulan unjuk rasa tanpa henti di Hong Kong untuk menentang perambahan rezim Tiongkok ke wilayah tersebut, yang mana terkadang menuntut jutaan warga Hong Kong turun ke jalan.

“Sat tindakan keberanian kecil dihilangkan oleh pemerintah, tindakan keberanian besar mengikuti,” katanya.

Tindakan keberanian lain yang baru-baru ini ia kutip: Warganegara biasa dihukum karena menyuarakan  pikirannya mengenai rezim Tiongkok merahasiakan awal wabah virus; wartawan yang hilang setelah mereka merekam video apa yang terjadi di Wuhan; para dan dokter dihukum karena memperingatkan penyebaran virus.

Matthew Pottinger mengutip postingan media sosial oleh Li Wenliang, seorang dokter pelapor pelanggaran yang akhirnya meninggal dunia karena terinfeksi virus yang ia peringatkan kepada orang lain: “Saya pikir seharusnya ada lebih dari satu suara di masyarakat medis, dan saya tidak setuju menggunakan kekuatan masyarakat untuk mengganggu secara  berlebihan.”

Pidato penasihat utama itu muncul saat Amerika Serikat meningkatkan seruan kepada Tiongkok harus bertanggung jawab atas pandemi ini.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo baru-baru ini memanggil pejabat Tiongkok karena menyebarkan “informasi sesat ala komunis yang klasik” untuk mengalihkan perhatian atas kesalahan Tiongkok dalam menangani virus, sementara Presiden Donald Trump menyatakan pengenaan sanksi ekonomi terhadap Beijing atas peran Beijing dalam menyebarkan wabah ke seluruh dunia. 

Jaksa agung di Missouri dan Mississippi secara terpisah mengajukan tuntutan hukum terhadap rezim Komunis Tiongkok. Beberapa anggota parlemen juga mengusulkan rezim Tiongkok membayar ganti rugi.

“Amerika Serikat tidak melihat langkah-langkah hukuman di sini,” kata Matthew Pottinger Menanggapi pertanyaan mengenai sanksi ekonomi terhadap Beijing. 

Ia berkata ; “Apa yang Presiden Donald Trump sedang lakukan adalah melanjutkan kebijakan yang sedang berlangsung yang ia terapkan — yaitu memiliki hubungan timbal balik dan adil dengan Tiongkok, bukannya hubungan yang membiarkan Amerika Serikat dimanfaatkan untuk berharap Tiongkok akan secara otomatis akan menjadi liberal.”

Berbicara pada peringatan gerakan tanggal 4 Juni, yang dipimpin oleh unjuk rasa mahasiswa pada tahun 1989 di Lapangan Tiananmen yang meradikalisasi pemikiran intelektual Tiongkok, Matthew Pottinger mengatakan peristiwa tersebut dapat berfungsi sebagai filosofis yang  mendukung rakyat Tiongkok untuk merebut kembali kebebasannya.

Aspirasi demokrasi yang tidak terpenuhi dari seabad yang lalu adalah Sebagai pengingat bagi rakyat Tiongkok untuk menentukan nasibnya di tangannya sendiri.

Matthew Pottinger berkata : “Bagaimana pemerintahan Tiongkok itu  sendiri akan bergantung pada rakyat Tiongkok, bukan terserah orang lain untuk memutuskan.” (Vv)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=xONkvEvEDPo


FOKUS DUNIA

NEWS