Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo pada 6 Juni 2020 mengutuk “propaganda menggelikan” yang diluncurkan Beijing. Tindakan komunis Tiongkok dinilai mengeksploitasi kerusuhan di seluruh Amerika Serikat. Kondisi ini dimanfaatkan Komunis Tiongkok untuk menyerukan penindasan yang lebih luas atas kebebasan berbicara dan hak asasi manusia.
Selama lebih dari seminggu, diplomat dan media corong Partai Komunis Tiongkok menikmati aksi protes terkait ras yang dipicu oleh kematian George Floyd.
Banyak liputan yang menuai kritik terhadap respons AS terhadap aksi protes itu. Bahkan ada upaya untuk membandingkan antara kerusuhan di Amerika Serikat dengan aksi protes pro-demokrasi yang sedang berlangsung di Hong Kong. Terkadang aksi protes itu menjadi kekerasan pada tahun lalu.
Sejumlah pengamat menilai rezim Komunis Tiongkok memanipulasi situasi di AS untuk menyulut ketegangan di dalam negeri. Selanjutnya mengalihkan perhatian dari cengkeramannya yang semakin ketat di Hong Kong. Bahkan merusak kredibilitas AS dan pemerintahan yang demokratis.
Surat kabar Hawkish milik partai Komunis Tiongkok, Global Times pada 30 Mei 2020 memuat komentar berjudul: “Awas! ‘Pemandangan indah ‘di HK menyebar di seluruh AS.”
Headline itu adalah mengeksploitasi pada pernyataan Ketua DPR AS Nancy Pelosi (D-California) tahun lalu ketika dia mengatakan aksi protes pro-demokrasi di Hong Kong adalah “pemandangan yang indah untuk dilihat.”
“Propaganda menggelikan ini seharusnya tidak membodohi siapa pun,” kata Pompeo dalam sebuah pernyataan pada 6 Juni.
Pada 7 Juni 2020, penasihat keamanan Gedung Putih, Robert O’Brien memperingatkan bahwa musuh asing, termasuk Beijing, “akan mengambil keuntungan dari krisis ini untuk menyulut perselisihan dan mencoba dan merusak demokrasi AS.”
Pompeo menandai propaganda Partai Komunis Tiongkok yang berupaya mengkonfigurasi tindakan AS setelah kematian Floyd dengan penindasan rezim terhadap hak-hak dasar dan kebebasan, sebagai pembohongan.
Dia menunjuk semburan rezim tak sejalan dengan haluan Partai, dari pemrotes yang menyerukan demokrasi kepada kelompok-kelompok agama hingga dokter Whistleblower yang membunyikan alarm tentang virus Komunis Tiongkok pada tahap awal wabah.
“Di Tiongkok, pengunjuk rasa damai dari Hong Kong ke Lapangan Tiananmen dipukuli oleh milisi bersenjata hanya karena berbicara. Wartawan yang menulis penghinaan ini dijatuhi hukuman dalam jangka lama di penjara, ”katanya.
Pompeo menuturkan, di Amerika Serikat, penegakkan hukum — baik di negara bagian maupun federal — bisa menyeret perwira jahat ke pengadilan, menyambut aksi protes damai sambil dengan paksa diwarnai aksi penjarahan dan kekerasan. Selain itu, memberlakukan kekuasaan sesuai dengan Konstitusi untuk melindungi properti dan kebebasan bagi semua orang. Selain itu, Media bebas meliput kegiatan dari dari titik ke titik lainnya untuk dilihat oleh orang-orang seluruh dunia. ”
Jaksa Agung A.S. William Barr mengatakan pada 4 Juni bahwa tiga aktor terlibat dalam aksi protes: demonstran damai, penjarah oportunistik, dan agitator ekstremis, termasuk kelompok sayap kiri Antifa dan organisasi serupa lainnya.
Dia mengatakan para agitator ekstrimis menghasut kekerasan dan “membajak aksi protes untuk mewujudkan agenda mereka.
Juru bicara kementerian luar negeri Komunis Tiongkok Hua Chunying pada 30 Mei menanggapi cuitan dari Departemen Luar Negeri AS yang mengecam infiltrasi rezim Komunis terhadap Hong Kong dengan menulis:
“Saya tidak bisa bernapas,” mengutip apa yang dikatakan Floyd dalam video sebelum dia meninggal.”
Pompeo mengatakan Komunis Tiongkok yang mengeksploitasi kematian tragis George Floyd bertujuan membenarkan tindakan otoriter atas martabat dasar manusia, sehingga memperlihatkan wajah aslinya.
“Sama halnya dengan kediktatoran sepanjang sejarah, tidak ada kebohongan yang lebih menggelikan, asalkan melayani hasrat Partai untuk berkuasa,” ujarnya. (asr)
FOTO : Menlu AS Mike Pompeo bersaksi selama sidang di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat di Capitol Hill di Washington pada 25 Juli 2018. (Alex Wong / Getty Images)