Theepochtimes.com- Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengonfirmasi pada hari Selasa 9 Juni 2020 bahwa ia akan menggelar pembicaraan stabilitas strategis dengan Utusan Khusus AS untuk Kontrol Senjata, Marshall Billingslea di Wina pada 22 Juni 2020 dengan format hubungan bilteral Rusia-AS.
Billingslea menuturkan Tiongkok turut diundang untuk bergabung dalam perundingan. Akan tetapi menolaknya. “Tiongkok hanya mengatakan tidak memiliki niat untuk berpartisipasi dalam negosiasi trilateral,” demikian cuitan Billingslea. Dia mengatakan bahwa Tiongkok harus mempertimbangkan kembali keputusannya.
“Meraih status Kekuatan yang Hebat mengharuskan berperilaku dengan tanggung jawab Kekuatan Hebat, Tidak ada lagi Great Wall of Secrecy pada pengembangan nuklirnya. Kursi menunggu Tiongkok di Wina,” ujarnya.
Sedangkan Juru bicara Kemenlu Tiongkok kemudian merespons dalam cuitan pejabat AS itu dengan mengatakan: “AS menyeret Tiongkok ke dalam masalah perpanjangan New START setiap kali masalah itu diangkat. Inilah yang dilakukan AS ketika ingin membelokkan tanggung jawab kepada orang lain. ”
Melansir dari Radio Free Europe, Wamenlu Rusia mengatakan pada konferensi video yang diadakan oleh Dewan Hubungan Luar Negeri, bahwa ia tidak percaya akan mungkin meyakinkan Tiongkok untuk bergabung dengan negosiasi mengenai kontrol senjata nuklir.
Rusia dan Amerika Serikat bersama-sama memiliki lebih dari 90 persen dari total hulu ledak nuklir dunia, menurut Asosiasi Pengendalian Senjata yang berbasis di Washington, dengan jumlah 6.490 hulu ledak nuklir untuk Rusia dan 6.185 untuk Amerika Serikat. Sedangkan Tiongkok dianggap memiliki 290 hulu ledak nuklir.
“Pejabat Tiongkok sekarang secara terbuka berbicara tentang tujuan ‘peremajaan nasional,’ yang melingkup ‘Strong Military Dream’ untuk memastikan angkatan bersenjata Beijing memperoleh kemampuan kelas dunia lebih unggul daripada orang lain di planet ini pada tahun 2049,” demikian tulisan Asisten Menlu AS untuk Non-Proliferasi dan Keamanan Internasional Dr. Christopher Ford dalam rilis 20 Mei dari makalah Arms Control and International Security.
Sedangkan Departemen Luar Negeri dalam sebuah pernyataan pada 10 April menyatakan : “Presiden Trump memerintahkan administrasi ini memulai babak baru dengan mencari era baru kendali senjata yang bergerak melampaui perjanjian bilateral pada masa lalu.”
Satu-satunya perjanjian pengendalian senjata nuklir AS-Rusia yang masih berlaku dan mengikat kedua negara adalah Perjanjian New START Treaty, yang ditandatangani pada 2010 dan akan berakhir pada Februari 2021.
Perjanjian itu membatasi jumlah senjata nuklir strategis yang dapat dilakukan masing-masing negara untuk digunakan. Rusia dan Amerika Serikat mematuhi batas-batas ini, menurut data pada 1 Maret.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada 2 Juni mendukung kebijakan pencegahan nuklir Rusia, yang memungkinkan negara tersebut untuk menggunakan senjata atom, tidak hanya dalam menanggapi serangan nuklir. Akan tetapi juga untuk menanggapi serangan konvensional yang menargetkan infrastruktur penting pemerintah dan militer negara.
Senator Bob Menendez (D-N.J.), Anggota peringkat Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, memperkenalkan pada 2 Juni dua rancangan undang-undang baru yang bertujuan membatasi baik Rusia dan Tiongkok, hal demikian dalam upaya mereka untuk mengembangkan dan memodernisasi persenjataan nuklir strategis mereka.
“Tanpa dasar yang kuat yang membatasi persenjataan nuklir musuh kita, AS mungkin sekali lagi menemukan dirinya dalam perlombaan senjata mahal dengan sedikit peluang untuk mengurangi risiko nuklir dengan Rusia dan Tiongkok,” kata Menendez.
RUU pertama, Future of Arms Control Act, menyerukan perpanjangan segera dari perjanjian New START. Selain itu, mencegah presiden mengambil tindakan apa pun terhadap perjanjian tersebut, jika tidak ada keputusan yang dibuat tentang perpanjangannya, demikian Menendez mengatakan dalam pernyataan itu.
RUU kedua, the Arms Control with China Policy Act, mengamanatkan Menlu dan Menteri pertahanan AS untuk memberikan kepada Kongres laporan tentang metode untuk melibatkan Tiongkok dalam pengendalian senjata.
Perjanjian Pengendalian Senjata Lainnya
Pada Agustus 2019, Amerika Serikat menarik diri dari Open Skies Treaty dengan Rusia. Dikarenakan Rusia gagal mematuhi, termasuk gagal mematuhi permintaan untuk menghancurkan rudal balistik 9M729.
AS baru-baru ini mengajukan pemberitahuan untuk menarik diri dari Perjanjian Open Skies Treaty dikarenakan pelanggaran Rusia, menurut pernyataan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo.
Perjanjian ini mengizinkan para anggota pesertanya untuk melakukan penerbangan pesawat pengintai tanpa senjata ke wilayah lain dengan pemberitahuan mendadak.
“Jika Rusia kembali sepenuhnya mematuhi perjanjian itu,” Amerika Serikat akan mempertimbangkan kembali partisipasinya dalam Perjanjian Open Skies, kata pernyataan itu.
Keterangan Gambar: Sebuah rudal balistik antarbenua lepas landas dari sebuah peluncur truk di suatu tempat di Rusia dalam sebuah foto yang tidak bertanggal. (Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia via AP)
(asr)
Video Rekomendasi