Banjir Besar Melanda di 11 Provinsi di Tiongkok, Media yang Dikelola Partai Komunis Tiongkok Bungkam

Nicole Hao

Banjir besar yang melanda 11 provinsi di Tiongkok. Warga di dua kota mengatakan kepada The Epoch Times bahwa pemerintah setempat mengalirkan air hujan di reservoir, tanpa memberitahukan kepada rakyat sebelumnya. Sehingga menyebabkan puluhan orang terhanyut.

Banyak orang juga kehilangan rumah akibat banjir. Akan tetapi media yang dikelola pemerintahan Komunis Tiongkok nyaris tidak ada yang meliput berita itu. Sementara media setempat memuat beberapa artikel yang terutama mengagungkan upaya penyelamatan oleh pihak berwenang.

Mari simak info selengkapnya : 

Hujan lebat di bulan Juni 2020 telah menyebabkan banjir serius setidaknya di sebelas provinsi di Tiongkok terdampak.

Chen Yang sebuah nama samaran, seorang warga desa yang tinggal di jalan Liangjiang di desa Shuangjiang, kota Lipu di wilayah Guangxi, selatan Tiongkok, mengatakan kepada The Epoch Times berbahasa Mandarin lebih rinci mengenai banjir baru-baru ini.

Chen Yang dalam wawancara telepon pada tanggal 11 Juni 2020 menuturkan :“Kami melihat bahwa sesama warga desa tersapu oleh banjir, tetapi kami tidak dapat membantu. Kami belum menemukan mayat mereka, karena air bahnya masih dalam. Para penduduk desa yang sudah tua tidak pernah melihat banjir besar seperti ini seumur hidupnya.” 

Desa tempat Chen Yang tinggal memiliki sekitar 2.000 hingga 3.000 penduduk, di mana banyak dari mereka tinggal di rumah yang terbuat dari lumpur dan jerami. Chen Yang mengatakan orang-orang setempat miskin, sehingga tidak memiliki uang untuk membeli batu bata dan semen  membangun rumah mereka.

“Saat banjir menerjang desa kami, air mencapai dua hingga tiga meter. Lantai pertama dari semua bangunan di desa kami terendam air banjir pada waktu itu. 90 persen rumah yang terbuat dari lumpur roboh setelah terendam air banjir. Kami tidak berani masuk rumah yang terbuat dari lumpur yang belum runtuh,” kata Chen. 

Hong Chen, juga nama samaran, seorang wanita yang mengoperasikan sebuah penginapan  yang menyediakan sarapan di kota Yangshuo, yang berjarak sekitar 40 km dari rumah Chen Yang.

Hong Chen memberitahukan kepada The Epoch Times berbahasa Mandarin pada tanggal 10 Juni bahwa hujan mulai turun pada tanggal 6 Juni. Kini, kota-kota tingkat kabupaten Yangshuo, Yongfu, dan Pingle, di kota Guilin, benar-benar terendam banjir.

“Seluruh pusat kota Yangshuo terendam banjir… Selama periode terburuk, beberapa lantai kedua rumah juga terendam air…Orang-orang harus tidur di lantai tiga atau lebih tinggi,” kata Hong Chen.

Pasokan air dan listrik kota Yangshuo terputus, di mana pasokan air dan listrik beberapa daerah masih belum pulih.

Hong Chen mengatakan beberapa rumah lumpur di pusat kota Yangshuo juga runtuh.

Banjir Buatan Manusia

Hong Chen menjelaskan mengapa banjir diperburuk oleh tindakan pihak berwenang.

Ia mengatakan : “Hujan deras menyebabkan permukaan air Sungai Li sangat tinggi Pada pukul 18.00 tanggal 9 Juni, pihak berwenang tidak memperingatkan kami terlebih dahulu dan membuka pintu air dari reservoir besar di hulu Sungai Li,” kata Hong Chen.

Sebuah waduk kecil dekat kota Yangshuo tidak dapat menampung air, dan bendungan setempat jebol. “Air telah menghanyutkan kota kami,” kata Hong Chen.

Seorang pria pemilik toko di situs wisata setempat di Yangshuo juga menyampaikan informasi yang sama. Ia mengatakan bahwa permukaan air Sungai Li masih tinggi.

Chen, dari kota Lipu, mengatakan banjir di kota asalnya juga disebabkan oleh dialirkan air dari reservoir.

Kota Lipu dinamai demikian karena Sungai Lipu yang melintasi kota tersebut. Kota kelahiran Chen terletak di antara dua anak sungai dari Sungai Lipu, satu anak sungai tersebut adalah  Sungai Maling. Ada beberapa reservoir di hulu Sungai Maling, termasuk Waduk Dajiang.

“Rezim mengalirkan air dari Waduk Dajiang tanpa pemberitahuan. Kemudian, bendungan waduk kecil jebol. Dalam beberapa menit, air merendam desa kami. Kami tidak punya waktu untuk bersiap menghadapinya,” kata Chen. Chen berkata bahwa air menghanyutkan tiga kota di hilir sungai, yaitu: Huaze, Shuangjiang, dan Maling.

Ia menuturkan, semuanya hilang. Banjir itu merendam ladang tanaman dan menghancurkan panen penduduk desa. Penduduk desa lainnya kehilangan barang-barang rumah tangganya.

Bantuan Pemerintah

Setelah banjir, pemerintah setempat berjanji untuk mendistribusikan bantuan. Namun, warga mengatakan tidak banyak yang terwujud. Janji hanya tinggal janji. 

“Kami mendengar bahwa di kota-kota lain, ada roti yang dibagikan. Tetapi untuk keluarga yang beranggotakan tiga orang, [pihak berwenang] hanya memberi mereka satu roti. Hampir tidak ada apa-apa,” kata Chen.

Di desa terdekat, pihak berwenang membagikan sebotol minyak goreng, sekantung beras, dan sekotak bubur kalengan untuk setiap keluarga. Namun Chen mengatakan, pihak berwenang segera mengumpulkan kembali barang-barang tersebut dari keluarga yang tidak menggunakan barang-barang tersebut. Seorang warga desa yang memakan bubur itu diminta untuk membayarnya.

“Beberapa penduduk desa tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan, seperti yang dikatakan pejabat pemerintah bantuan ditujukan untuk penduduk desa yang rumahnya tidak runtuh,” kata Chen.

Meluncurkan Propaganda

Pada tanggal 11 Juni, beberapa media Taiwan melaporkan bahwa sedikitnya 19 orang tewas akibat banjir baru-baru ini yang terjadi di 11 provinsi di Tiongkok. Menurut perkiraan media Taiwan, 230.000 orang kehilangan rumahnya, dan 2,62 juta orang kehilangan harta bendanya atau terluka.

Namun, media yang dikelola pemerintah partai Komunis Tiongkok bungkam selama ini.

People’s Daily, surat kabar corong resmi Partai Komunis Tiongkok, belum memberikan liputan terkait banjir tersebut.

Di media pemerintah Xinhua, hanya ada satu laporan singkat yang terkait dengan banjir di halaman depannya. Laporan ini berfokus pada bagaimana pihak berwenang membantu rakyat.

Di situs web CCTV milik partai Komunis Tiongkok, hanya ada dua artikel berita terkait. Satu berita melaporkan bahwa ketinggian air 148 sungai adalah lebih tinggi dari tingkat waspada yang ditetapkan oleh pihak berwenang. 

Artikel lain melaporkan pihak berwenang membantu orang-orang yang kehilangan rumah selama banjir Di kota Huizhou, Provinsi Guangdong.

Di Weibo, platform seperti Twitter, masalah banjir belum dibahas lebih luas. Topik yang sedang tren termasuk kerusuhan Amerika Serikat dan berita gosip mengenai pacar seorang aktor film Tiongkok. (Vivi/asr)

FOTO : Jalan-jalan dan bangunan terendam di Yangshuo, di wilayah selatan Guangxi, Tiongkok pada 7 Juni 2020. (STR / AFP via Getty Images)

FOKUS DUNIA

NEWS