Ivan Pentchoukov
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada 31 Juli 2020 mengatakan ia akan melarang aplikasi media sosial TikTok beroperasi di Amerika Serikat.
“Sejauh menyangkut TikTok, kami melarang mereka dari Amerika Serikat,” kata Trump kepada wartawan di Air Force One.
Trump mengatakan, ia akan menggunakan perintah eksekutif untuk melarang aplikasi itu. Trump juga mengisyaratkan tidak akan mendukung perusahaan Amerika yang membeli TikTok.
TikTok dimiliki oleh perusahaan ByteDance yang berbasis di Beijing.
Pengumuman Trump muncul tak lama setelah ada laporan bahwa Microsoft sedang dalam pembicaraan untuk membeli TikTok.
Berita-berita itu menyusul desas-desus bahwa Trump sedang mempertimbangkan menandatangani perintah eksekutif untuk menuntut ByteDance yang menjual saham AS di TikTok. Langkah perusahaan itu dinilai untuk meredakan kekhawatiran bahwa aplikasi tersebut mengirimkan data sensitif ke rezim komunis Tiongkok.
TikTok adalah platform video yang paling cepat berkembang di dunia. Aplikasi itu sangat populer di kalangan anak muda di Amerika Serikat.
Pakar dunia maya memperingatkan bahwa aplikasi tersebut bertindak sebagai spyware untuk rezim Tiongkok.
TikTok membantah keterkaitannya dengan Tiongkok dan berusaha menjauhkan diri dari pemilik Beijing. Perusahaan itu menunjuk anggota dewan Amerika dan kepala eksekutif baru.
TikTok mengklaim servernya berlokasi di Amerika Serikat dan Singapura. Bahkan mengklaim tidak akan membagikan data pengguna dengan rezim Tiongkok jika diminta.
Dewan Perwakilan Rakyat AS pada 20 Juli memberikan suara untuk melarang TikTok dari semua perangkat yang dikeluarkan pemerintah.
baru -baru ini, India melarang TikTok dan 58 aplikasi lainnya pada Juni. Otoritas India mengatakan mereka mengancam “keamanan dan kedaulatan negara”.
Pentagon pada Desember lalu memerintahkan personil militer untuk menghapus TikTok dari perangkat pemerintah.
Sedangkan, bank ternama di Amerika, Wells Fargo menginstruksikan karyawannya untuk menghapus TikTok. Sementara itu, komite nasional Demokrat dan Republik AS memperingatkan staf mereka agar tidak menggunakan aplikasi tersebut.
Sementara itu, panel AS sedang melakukan peninjauan keamanan nasional atas akuisisi ByteDance senilai $ 1 miliar dari aplikasi media sosial Musical.ly — yang diubah namanya menjadi TikTok — pada 2017.
Pada tahun 2019, TikTok membayar denda $ 5,7 juta untuk melunasi tuduhan pemerintah AS tentang secara ilegal mengumpulkan informasi pribadi dari pengguna di bawah usia 13 tahun yang melanggar undang-undang privasi anak.
Menurut Reuters, Agen-agen federal AS saat ini sedang menyelidiki apakah perusahaan tersebut telah memenuhi perjanjian ini.
Korea Selatan baru-baru ini mendenda TikTok karena pelanggaran privasi serupa.
Tak hanya itu, elemen aktivis hacker Anonymous mengalihkan perhatiannya ke aplikasi media sosial. Akun Twitter yang ditautkan ke grup yang diposting pada 1 Juli berbunyi : “Hapus TikTok sekarang; jika Anda mengenal seseorang yang menggunakannya, jelaskan kepada mereka bahwa itu pada dasarnya adalah malware yang dioperasikan oleh pemerintah Tiongkok yang menjalankan operasi mata-mata secara besar-besaran. ”
Postingan cuitan yang di-share dari unggahan Reddit oleh seorang insinyur yang mengklaim telah merekayasa balik aplikasi dan menemukan bahwa mengumpulkan sejumlah besar informasi pribadi — lebih dari aplikasi media sosial lainnya seperti Facebook dan Twitter — dan berusaha keras untuk menyembunyikannya. Informasi ini belum dikonfirmasi oleh peneliti keamanan.
Sebuah laporan oleh perusahaan riset keamanan, Penetrum menemukan bahwa aplikasi tersebut terlibat “pengambilan data dalam jumlah yang berlebihan.”
“Dari pemahaman dan analisis kami, tampaknya TikTok melakukan tracking berlebihan pada penggunanya, data yang dikumpulkan sebagian jika tidak sepenuhnya disimpan di server Tiongkok dengan ISP [penyedia layanan internet] Alibaba,” kata laporan itu.
Alibaba adalah perusahaan internet utama di Tiongkok. Baru-baru ini, pengguna TikTok menngoperasikan perangkat lunak iPhone yang memungkinkan mereka mengetahui kapan suatu aplikasi mengumpulkan data mereka. Mereka menemukan bahwa TikTok sedang menyalin keystroke atau tombol yang ditekan oleh user setiap beberapa detik.
Perusahaan itu mengklaimnya sebenarnya fitur “anti-spam” dan mengeluarkan pembaruan untuk menghapusnya. Kembali pada bulan Maret lalu, tertangkap oleh peneliti keamanan melakukan hal yang sama. Kemudian perusahaan itu menyatakan akan menghentikannya dalam “beberapa minggu.” (asr)
Bowen Xiao dan Cathy He berkontribusi dalam laporan ini.