Sinyal Bahaya dari Publikasi Perang Dingin oleh Komunis Tiongkok

oleh Chen Zhou

Baru-baru ini, Menlu Wang Yi dan Direktur Komisi Luar Negeri Pusat Komunis Tiongkok Yang Jie chi, berturut-turut menyuarakan masalah hubungan AS-Komunis Tiongkok. Mereka berpura-pura bersikap lembut, untuk memperoleh kesempatan dialog dengan AS. Kemudian berupaya meredakan ketegangan. 

Akan tetapi, pemerintah AS tanpa ragu terus mendorong langkah melepaskan keterkaitan dengan rezim Komunis Tiongkok. 

Dialog Menhan AS-Komunis Tiongkok yang bersifat memperingatkan, pelarangan piranti lunak intelijen komunis tiongkok dan pengumuman sanksi bagi 11 orang pejabat Tiongkok-Hong Kong, semua itu membuat taktik semu komunis tiongkok mengulur waktu menjadi berantakan. 

Petinggi Komunis Tiongkok mendadak berubah sikap, setelah melihat tidak ada lagi harapan untuk menyelamatkan hubungan AS-Komunis Tiongkok.

Pada 10 Agustus 2020, Kemenlu Komunis Tiongkok tiba-tiba mengumumkan apa yang disebut “kinerja diplomatik Tiongkok sepanjang tahun ini dan fokus inti pekerjaan tahap berikutnya”, yang kembali menetapkan hubungan diplomatik terhadap AS. Langkah ini melontarkan sinyal berbahaya  yakni mempersiapkan perang dingin secara menyeluruh. Kartu as petinggi komunis Tiongkok pun dibuka. Kebijakan baru ini memilih waktu pengumuman yang relatif aneh, sangat mungkin karena ada konflik internal.

Mendadak Susun Ulang Kebijakan Diplomatik Mungkin Akibat Konflik Kekuasaan 

Dokumen “kebijakan diplomatik” sepanjang hampir 3.000 kata itu terbagi  menjadi 3 bagian. Bagian pertama secara garis besar menerangkan kinerja diplomatik. Bagian kedua menjelaskan prinsip diplomatik. Bagian ketiga penyusunan pekerjaan diplomatik tahap berikutnya.

Cover depan buku baru berjudul A Brief History of The Cold War

Dipilihnya waktu pengumuman “kebijakan diplomatik” baru ini, terkesan sangat janggal. Bukan pada awal tahun, bukan pula akhir tahun, juga bukan pula adanya rapat penting tertentu atau pidato penting dari petinggi Partai Komunis Tiongkok dan bertepatan dengan waktu digelarnya Rapat Beidaihe. 

Peristiwa janggal ini menandakan, Rapat Beidaihe yang saat 11 Agustus tengah berlangsung, mungkin telah menimbulkan kontroversi sengit, atau mungkin akan mulai merebut kekuasaan kepemimpinan dalam pekerjaan terhadap luar negeri. Rumor yang terkait peralihan kekuasaan yang sempat beredar sebelumnya mungkin sedang terbukti kebenarannya.

Kinerja diplomatik simpulkan hanya lemah dalam hubungan AS-Komunis Tiongkok, “Kebijakan diplomatik” baru di awal mencakup yang disebut kinerja diplomatik sepanjang tahun ini, secara basa-basi terus mengumandangkan pujian “diplomasi kepala negara”. 

Yang dimaksud dengan kinerja antara lain, “hubungan Komunis Tiongkok-Rusia terus meraih perkembangan baru berkat kepemimpinan strategis pemimpin kedua negara”, “hubungan Tiongkok-Eropa secara keseluruhan menjaga kerjasama sebagai pondasi utama”, “hubungan dengan negara tetangga terjaga baik”, “kekompakan dan kerjasama dengan Afrika, Arab, Latin Amerika dan banyak negara berkembang lainnya lebih diperkuat”. 

https://www.youtube.com/watch?v=c6WCrIb4Bic

Kinerja ini tentunya hanya bualan Komunis Tiongkok sendiri, tak lain untuk menutupi  kesalahan kebijakan petinggi Partai Komunis Tiongkok. Setelah terjadi konflik di perbatasan Tiongkok-India, Rusia jelas berpihak pada India. Bahkan, telah menunda penyerahan sistem rudal S-400 yang sedianya untuk dikirim ke Tiongkok, ternyata dialihkan ke India.

Setelah mengerahkan seluruh daya upaya Komunis Tiongkok, akhirnya berhasil memperjuangkan KTT Streaming Tiongkok-Eropa, tapi akibatnya justru mencoreng  muka  sendiri. Inggris, Prancis, Jerman dan negara Eropa lainnya ramai-ramai mengecam “Undang-Undang Keamanan Nasional versi Hong Kong” dan menghentikan perjanjian ekstradisi  dengan Hong Kong, serta mempersiapkan penerapan sanksi. Pada saat yang sama mempertanyakan tanggung jawab Komunis Tiongkok yang telah menutupi pandemi.

Pasca diberlakukannya strategi Laut China Selatan, negara ASEAN semakin mendekatkan diri pada AS, Jepang dan Australia. Semakin mempererat kerjasama dengan Amerika, serta mempersiapkan diri melawan Komunis Tiongkok. 

Secara diplomatik Komunis Tiongkok sama sekali tidak ada kinerja apa pun. Justru semakin dikucilkan. Jadi, terpaksa berkata, “Efektif mencegah dan menetralisir tantangan risiko dari lingkungan di luar”.  

Terhadap hubungan AS-Tiongkok yang merupakan inti diplomatik, Komunis Tiongkok jelas tidak bisa menyimpulkan kinerja apa pun. Hanya mengatakan menghadapi “tekanan” AS, “secara aktif membuat kebijakan dan mengembangkan hubungan dengan sesama negara besar”. 

Prinsip Diplomatik Tak Ada Hal Baru Tapi Ada Penyebutan Baru 

“Kebijakan diplomatik” baru sebanyak 1.000 kata ini menjabarkan prinsip diplomatik, sebagian besar adalah basa basi politik sebelumnya, tapi terdapat tidak sedikit cara baru. Di antaranya disebutkan, “tidak ada niat berkompetisi dalam hal  sistem pemerintahan dengan negara lain, tak berniat melakukan perlawanan ideologi dengan negara lain”, “hegemoni negara pasti akan hancur adalah hukum mutlak sejarah, negara kuat pasti menjadi hegemoni bukanlah logika Tiongkok”, “tidak mengekspor model Tiongkok, tidak akan memaksa  negara lain meniru cara-cara Tiongkok”. Beberapa kalimat ini tidak diragukan adalah ditujukan bagi AS, termasuk juga negara Barat. 

Pada permukaan Komunis Tiongkok sepertinya telah siap melepaskan hegemoni dunia, mau tidak mau melakukan taktik mundur. Akan tetapi  dengan tetap memamerkan “negara kuat”, dan sengaja mengatakan “negara lain meniru”. 

Beberapa bulan lalu, Komunis Tiongkok masih bicara soal keyakinan pada sistem, dan sempat menertawakan negara lain meniru penanggulangan pandeminya. Pada bulan Juni bahkan merilis buku putih penanggulangan pandemi, serta menjadikan Hong Kong “satu negara dua sistem”.  Prinsip diplomatik Komunis Tiongkok ini, seharusnya tidak ada yang sungguh-sungguh mempercayainya.

Selain itu, Kemenlu Komunis Tiongkok juga mengatakan, “Tiongkok tidak akan mengorbankan kepentingan orang  lain demi perkembangannya sendiri”. Kalimat ini terdengar kurang realistis, tapi dikaitkan dengan perang dagang AS-Tiongkok, serta Komunis Tiongkok sengaja menutupi pandemi untuk menyebarkan virus dan mencari hegemoni dengan pandemi. Komunis Tiongkok sebenarnya sedang menolak tanggung jawab, terutama juga mengatakan pada AS dan negara Barat. Dalih seperti ini selain tidak ada kekuatannya, juga membuat orang merasa muak.

Kemenlu Komunis Tiongkok juga mengatakan, “Tetap membuka pintu negara sembari membangun”, “mutlak tidak akan goyah setiap saat”. Komunis Tiongkok baru saja menyebutkan bakal memperkuat sirkulasi ekonomi di dalam negeri, tapi dengan cepat telah berubah dengan mengatakan membuka pintu negara, dua pernyataan yang saling kontradiksi ini hanya Komunis Tiongkok yang bisa tak bosan-bosan melakukannya.

Kemenlu juga menciptakan jalur hubungan yang baru “berdialog dan tidak bertikai, berteman dan tidak bersekutu,” menyebutkan “sehati sepaham adalah rekan, mencari kesamaan menghargai perbedaan juga adalah rekan”. 

Ungkapan lama, dengan kata-kata baru, tapi telah mengungkapkan pola pemikiran Komunis Tiongkok, rezim Komunis Tiongkok selamanya tak pernah memiliki teman sejati. Demi niatan memanfaatkannya, bisa sewaktu-waktu mengubah pernyataan.

Selain itu Kemenlu mengatakan, “Mendorong demokratisasi hubungan internasional, memprakarsai penyelesaian dialog masalah internasional berbagai negara, mendukung perluasan hak perwakilan dan hak berbicara bagi negara berkembang dalam masalah internasional”, menentang “hegemonisme”, “memainkan peranan negara besar yang bertanggung jawab”. 

Komunis Tiongkok telah memperlihatkan pemikiran tipikal perang dingin, yang berupaya menggalang dukungan dari negara-negara dunia ketiga, untuk bersama melawan Amerika. 

Komunis Tiongkok mengatakan anti-hegemoni, tapi komunis Tiongkok sendiri ingin menjadi kepala geng. Pernyataan terakhir telah menggulingkan seluruh prinsip sebelumnya yang terlihat begitu mulia.

Pekerjaan diplomatik tahap utama berikutnya Adalah melawan AS

Prinsip diplomatik telah dipastikan, Kemenlu tentu tak akan melupakan “bersama-sama membangun komunitas manusia senasib”, ini juga menjadi topik utama pekerjaan diplomatik rezim Komunis Tiongkok tahap berikutnya. 

Kemenlu menyebutkan, “menentang kekuasaan Amerika”, tapi juga mengatakan “tidak bentrok tidak berkonfrontasi, saling menghormati, kerjasama untuk menang bersama”, “bersama dengan AS membangun hubungan AS-Tiongkok yang koordinatif, kooperatif, dan stabil”. 

Pernyataan Kemenlu membuat orang tidak habis pikir, berniat melawan AS tapi tidak berkonfrontasi. Bahkan bekerjasama, tak heran Menlu AS Pompeo mengatakan, tidak mempercayai lagi ocehan dari Komunis Tiongkok, harus melihat dahulu apa yang dilakukannya.

Kemenlu Komunis Tiongkok menyebutkan, “melindungi kedaulatan dan keutuhan wilayah Tiongkok”, melindungi “status negara besar dan kehormatan bangsa”. Ini juga ditujukan pada AS, seharusnya tidak hanya mengungkap sikap Komunis Tiongkok terhadap Taiwan dan Laut China Selatan, juga telah mengungkap rezim Komunis Tiongkok bersiap untuk berseteru dengan pasukan AS.

Komunis Tiongkok tentu mengetahui tidak mampu menandingi Amerika. Maka ditekankan “akan mendorong hubungan rekanan dan kerjasama strategis menyeluruh yang baru dengan Rusia ke level yang lebih tinggi”, “mendorong agenda politik Tiongkok-Eropa, bersama-sama mendukung multilateralisme”, juga “kerjasama dan hubungan bilateral Tiongkok dengan Jepang. Berupaya mengembalikan dan memperbesar kerjasama yang saling menguntungkan”, serta “menjaga perkembangan stabil ke arah yang baik dengan India”, “memperdalam saling memercayai strategi dengan negara tetangga dan negara berkembang”, serta “terus berupaya mendorong negara Afrika dan negara berkembang lainnya”.

Pekerjaan diplomatik tahap berikutnya yang disebutkan Komunis Tiongkok, dengan menentang AS sebagai poros, berusaha menggalang dan membangun kubu dengan Komunis Tiongkok sebagai pusatnya, penempatan perang dingin dikembangkan sepenuhnya. Kemenlu menyimpulkan, “Akan lebih aktif terlibat dalam pengelolaan dunia”, “mendorong pembentukan komunitas manusia senasib”. 

Inilah yang disebut kebijakan diplomatik baru dari Komunis Tiongkok, yang berambisi melepaskan diri dari pengucilan oleh dunia, telah meninggalkan berdamai pura-pura dengan Amerika, dan berbalik memposisikan perang dingin menyeluruh dengan AS. 

Akhirnya Komunis Tiongkok telah merobek cadarnya sendiri. Perang dingin yang dilakukannya dengan diam-diam terhadap AS selama beberapa tahun ini, kini telah dinaikkan ke atas podium. 

Komunis Tiongkok tidak melepaskan ambisi hegemoninya. Masih berusaha memanfaatkan perang dingin. Menyelamatkan rezim Komunis Tiongkok yang telah goyah. Komunis Tiongkok jelas belum juga sadar. Belum memahami fakta rezimnya telah dikucilkan dunia.

 AS melepaskan keterkaitannya dengan rezim Komunis Tiongkok. Bukan sedang melakukan perang dingin yang setara, AS tengah menggalang sekutunya, untuk mengobarkan  sebuah  perang kemenangan melawan rezim Komunis Tiongkok. (sud)

Artikel Ini Sudah terbit di Koran Cetak Epoch Times Indonesia Edisi 666

Video Rekomendasi :