Visiontimes
Saat ini angka perceraian sangat tinggi yang pada akhirnya menciptakan banyak orangtua tunggal.
Beberapa orang menyalahkan kenaikan tingkat perselingkuhan atau kemiskinan, namun pada kenyataannya dampak akibat kekerasan verbal pada anggota keluarga jauh lebih besar.
Para filsuf Tiongkok kuno berkata: “Kata- kata lembut lebih hangat daripada sutra; kata-kata kasar dan keras lebih banyak meng- akibatkan luka daripada ujung tombak.”
Perusahaan manufaktur perabotan rumah tangga ternama, IKEA, pernah melakukan eksperimen menakjubkan di kampus Timur Tengah. Eksperimen ini sekaligus membantu mahasiswa memahami kekuatan kata-kata.
Mereka memilih dua tanaman dalam pot yang identik dan merawatnya dengan pupuk dan sinar matahari yang sama. Satu-satunya perbedaan adalah masing-masing tanaman diberikan kata-kata yang berbeda oleh para siswa. Satu tanaman menerima kata-kata yang baik, sedangkan lainnya menerima kata-kata yang buruk.
Para siswa mengatakan hal-hal seperti: “Saya suka penampilanmu”; “Saya sangat senang ketika melihatmu”; atau “Kamu sungguh cantik” pada tanaman pot yang menerima pujian. Pada tanaman pot yang menerima kata-kata buruk mereka berkata: “Kamu adalah sampah, kamu tidak berguna”; “Kamu sama sekali bukan tanaman hijau”, “Untuk Apa kamu masih hidup?”
Hasil penelitiannya cukup menakjubkan.
Tanaman pada pot yang mendapatkan kekerasan verbal perlahan-lahan layu, sedangkan tanaman pot yang mendapatkan pujian tumbuh subur. Meskipun lingkungan pertumbuhannya sama, nampak jelas perbeda- annya dalam sebulan. Bisa dilihat, tanaman tidak tahan dengan kata- kata yang kasar, apalagi manusia.
Terkadang, hanya membutuhkan satu kalimat untuk menjatuhkan seseorang. Jika diucapkan oleh keluarga terdekat Anda, luka yang akan dihasilkan akan berlipat ganda! Jika bahasa telah kehilangan kendali, maka akan menjadi pisau yang mem- bunuh tanpa mengeluarkan darah.
Inilah alasan mengapa luka akibat kata-kata yang kasar dan kejam sangatlah parah. Kata-kata itu akan menyakiti hati orang yang dilukai dan meninggalkan bayangan yang tak terhapuskan. Banyak kejahatan yang menyebabkan keresahan sosial disebabkan oleh penjahat yang pernah mengalami kekerasan verbal di masa kecilnya.
Begitu juga dengan keluarga, banyak pasangan yang berselisih satu sama lain, dan keterasingan antara orangtua dan anak berasal dari kekerasan verbal. Jika lingkungan semacam ini berlangsung lama, rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap keluarga secara alami akan semakin melemah, sehingga berbagai masalah keluarga, seperti melarikan diri dari masalah dengan membuat keputusan yang buruk, lebih mungkin terjadi.
Saat pasangan bertengkar, mereka selalu mengucapkan kata-kata kasar. Mereka bahkan mengindoktrinasi anak-anak dengan menunjukkan kesalahan pasangan, sedangkan anak-anak polos itu tidak mungkin dapat menghindarinya. Banyak anak- anak yang tidak mendapatkan nilai memuaskan di sekolah atau yang tidak dapat memenuhi persyaratan orang tua seringkali dicemooh.
Dengan semua jenis tekanan yang menumpuk dalam jangka waktu yang lama, tragedi keluarga akan rawan terjadi, mulai dari perceraian hingga kehilangan nyawa.
“Berbuat salah itu manusiawi, dan tidak ada orang yang sempurna”, elak mereka. Kita selalu terbiasa memberikan maaf bagi orang lain, tetapi meluapkan amarah kepada anggota keluarga. Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini.
Orang selalu memiliki kekurangan, dan perlu waktu untuk memperbaiki kesalahan mereka. Jika kita bisa menerima ketidaksempurnaan kita, mengapa kita tidak bisa menerima dengan tulus hati ketidaksempurnaan orang lain?
Beberapa orang mengatakan rumah bukanlah tempat untuk berdebat, melainkan tempat untuk menunjukkan kasih sayang. Keluarga yang harmonis membutuhkan semua anggotanya untuk menata hati mereka.
Umpatan keras hanya akan membuat orang menutup diri, sementara kata-kata lembut akan melayang-layang seperti angin musim semi membuat orang merasa nyaman dan menyentuh lubuk hati mereka. (sia)
Video Rekomendasi :