Muncul Gelombang Eksodus Warga Tiongkok Kelas Bawah Menuju Semenanjung Balkan

Ntdtv, oleh He Yating- Seorang wanita asal Tiongkok yang telah berhasil meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di suatu tempat di Eropa Tenggara, berkata  kepada reporter media asing : “Menurut saya kebebasan adalah hal yang paling penting. Tidaklah mudah bagi penduduk biasa untuk bertahan hidup dan bekerja dengan tenang di daratan Tiongkok meskipun mentaati hukum. Oleh karena itu saya membawa putra saya keluar (daratan Tiongkok)”. 

Sekarang penduduk di Tiongkok baik yang kaya maupun tidak, telah semakin sadar bahwa cepat atau lambat mereka akan “dipanen” oleh pemerintah komunis Tiongkok. Timbul dari naluri untuk mempertahankan diri dan terhindar dari petaka, banyak warga memilih jalan eksodus.

Kebijakan lockdown karena virus komunis Tiongkok (COVID-19) yang membawa bencana telah menyebabkan sejumlah besar perusahaan kecil dan menengah di Tiongkok daratan, menyusutkan kapasitas produksinya dan menghentikan transaksi perdagangan luar negeri. 

Bahkan banyak perusahaan tutup karena hilangnya hampir semua pesanan luar negeri. Bencana banjir yang kemudian datang melanda sebagian besar wilayah Tiongkok semakin memperparah situasi. Sementara pengangguran melonjak di seluruh negeri, harga makanan dan kebutuhan sehari-hari juga ikut meningkat, dan pemerintah terus memperkuat pengawasan terhadap masyarakat. 

Baik penduduk kelas atas atau bawah, mereka semakin panik dan sadar bahwa bahaya telah berada di sekeliling. Karena itu, jalan eksodus menjadi satu-satunya pilihan, dan Semenanjung Balkan di Eropa Tenggara rupanya menjadi pilihan untuk tempat tinggal baru bagi penduduk asal daratan Tiongkok ini.

Mrs. Sun, seorang wanita penduduk Guangdong meninggalkan Guangzhou dengan membawa serta putranya yang masih di bawah dewasa sebulan lalu dan telah tiba di sebuah negara kecil di Eropa Tenggara. Pada 27 Agustus, ia menerima wawancara dari Radio Free Asia selain menceritakan kisah pelariannya dari daratan Tiongkok juga menceritakan pikirannya sebagai warga negara Tiongkok biasa.

Wanita itu berkata ; “Saya bersama putra saya menumpang pesawat yang terbang pada 30 Juni pagi pukul 5 lebih. Saya takut sampai komunis Tiongkok menerapkan lockdown negara. Saat ini perekonomian di dalam negeri tidak baik. Banyak anak muda menganggur, sepertinya “kapal sudah bocor”, sulit membayangkan apa yang akan terjadi di depan”. 

Sun secara tegas mengatakan : ” Saya tidak mau kembali, jadi saya akan membuat rencana saya di sini. Lingkungan hidup di daratan Tiongkok sudah tidak membuat optimis. Toh kita berdua menggelandang ke mana saja akan sama”.

Mrs. Sun yang berusia mendekati 50 tahun mengenang bahwa 2 atau 3 bulan sebelumnya dirinya telah melakukan persiapan yang mulanya saya pikir kita dapat berangkat melalui Hongkong, tetapi ada kabar bahwa koridor komersial di Bandara Hongkong sudah ditutup. Kemudian dia ingin transit melalui Kamboja. Ketika ia pergi membeli tiket, ia diberitahu bahwa ia tidak dapat pergi ke Kamboja dan transit lewat Makau pun tidak bisa. Banyak koridor untuk pergi ke luar negeri telah diblokir oleh pemerintah dan sehingga sulit untuk ke luar negeri. Akhirnya, Mrs. Sun meninggalkan Tiongkok melalui Bandara Baiyun Guangzhou, tetapi diinterogasi oleh bea cukai untuk waktu yang lama sebelum dapat meninggalkan Tiongkok.

Adapun rute spesifik untuk pelariannya dan negara yang ia tinggal saat ini, Sun tidak bersedia dipublikasikan. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak ingin rute tersebut diputus oleh pihak Tiongkok. Mrs. Sun mengatakan bahwa karena lingkungan kehidupan rumah tangga yang keras, banyak warga ingin meninggalkan Tiongkok. Sebelum ia keluar, sudah belasan orang warga yang tiba di negara kecil ini, dan masih banyak lagi warga yang akan keluar di masa mendatang. Waktu berangkat, seorang pemuda Sichuan yang 2 atau 3 tahun baru lulus dari universitas juga datang kemari bersamanya. Tujuan akhir mereka adalah negara-negara Barat.

Menurut Mrs. Sun, biaya hidup di negara kecil tempatnya tinggal saat ini relatif rendah, Mereka berdua (ibu dan anak) hanya menghabiskan EUR. 200 sebulan untuk menyewa kamar di lantai dua. Makanannya sangat murah. Ia mengatakan : “Kita berdua, ibu dan anak, cukup untuk mengeluarkan sekitar RMB. 30 untuk makan relatif enak sehari. Harga daging sapi di daratan Tiongkok setara RMB. 60 per 500 gram, sedangkan harga daging olahan yang saya beli disini hanya seharga setara RMB. 13 per 500 gram”.

Dia juga menyebutkan bahwa seorang teman bisnis yang dikenal memiliki beberapa aset di daratan Tiongkok dan Hongkong yang dibekukan oleh pemerintah komunis Tiongkok. Demi masa depan yang lebih baik, ia akhirnya memilih untuk kabur bersama keluarganya, meninggalkan daratan Tiongkok beserta aset-asetnya.

Mrs. Sun mengatakan bahwa penduduk Tiongkok baik yang kaya atau tidak, mereka lebih menyadari bahwa cepat atau lambat mereka akan “dipanen” oleh pemerintah komunis Tiongkok. Timbul dari naluri untuk mempertahankan diri dan terhindar dari petaka, banyak warga memilih jalan eksodus. Bagi yang berduit, mereka ke negara yang tergabung dalam Aliansi Lima Mata. Yang kelas ekonomi menengah pergi ke negara-negara anggota Schengen, tetapi orang-orang kelas bawah seperti dia datang ke negara-negara kecil dengan biaya hidup yang relatif rendah.

 Mrs. Sun berkata : “Paling tidak ini adalah negara Eropa. Sebuah lingkungan yang memberikan harapan, yang jauh lebih baik daripada daratan Tiongkok. Saya pikir kebebasan adalah hal yang paling penting. Tidaklah mudah bagi penduduk biasa untuk bertahan hidup dan bekerja dengan tenang di daratan Tiongkok meskipun mentaati hukum. Oleh karena itu saya membawa putra saya keluar (daratan Tiongkok)”. 

Sebagaimana diketahui bahwa area Schengen adalah wilayah yang terdiri dari 26 negara Eropa yang menandatangani Perjanjian di Kota Schengen, Luksemburg pada tahun 1985. Wisatawan harus melalui kontrol perbatasan agar bisa keluar masuk daerah ini, dan hampir tidak ada kontrol perbatasan antara berbagai negara kecil di daerah tersebut.

Menurut Al Jazeera, Siprus, negara anggota Uni Eropa meluncurkan rencana investasi pada tahun 2013, yang memungkinkan orang asing untuk berinvestasi setidaknya EUR. 2,15 juta melalui pembelian real estate untuk memperoleh ‘Paspor Emas’.

Menurut dokumen yang diungkapkan dalam laporan tersebut, Siprus telah mengesahkan 1.400 ‘Paspor Emas’ antara tahun 2017 dan 2019, dimana lebih dari 500 ‘Paspor Emas’ diperoleh warga asal daratan Tiongkok, termasuk Yang Huiyan, orang terkaya di Asia, pemilik ‘Country Garden’, dan beberapa anggota NPC atau CPPCC kota, provinsi. 

Bagi penduduk Tiongkok biasa, untuk menghindari “dipanen” oleh pemerintah komunis Tiongkok, Semenanjung Balkan di Eropa Tenggara adalah tempat singgah sementara yang cocok.

Perlu dicatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Partai Komunis Tiongkok terus memperketat kontrol terhadap keluarnya warga daratan Tiongkok. Tidak hanya pejabat pemerintah dan pegawai lembaga publik, pegawai bank dan manajer perusahaan milik negara diwajibkan untuk menyerahkan paspor mereka kepada unit tempat mereka kerja. Sekarang bahkan guru di sekolah umum dan para pensiunan, juga termasuk dalam lingkup kendali pergi ke luar negeri. 

Pada 9 Agustus tahun ini, media Tiongkok ‘Beijing News’ melaporkan bahwa kader desa di Distrik Pinggu, Beijing menyerahkan paspor pribadinya, yang menunjukkan bahwa pemerintah komunis Tiongkok sedang memperluas cakupan pengumpulan paspor untuk mengendalikan warga Tiongkok pergi ke luar negeri.

Perekonomian Tiongkok saat ini sedang menurun, dan pengangguran meningkat. Belum lama ini, tingkat pengangguran di perkotaan hasil survei resmi komunis Tiongkok menunjukkan 6% lebih. Dunia luar percaya bahwa situasi pengangguran yang sebenarnya bisa melampaui angka tersebut. 

Selain itu, kegelapan dan ketidakadilan dalam sistem peradilan terjadi di mana-mana. Beberapa hak dasar kehidupan warga negara tidak terjamin, dan kredibilitas pemerintah terus menurun. Oleh karena itu, meskipun pihak berwenang terus memperkuat kontrol keluar negeri, mereka tetap tidak dapat mencegah gelombang eksodus penduduk.

Keterangan Gambar: Kota kecil Mostar di Bosnia dan Herzegovina di negara-negara barat Semenanjung Balkan di Eropa selatan. (Gambar oleh Marcel S. dari Pixabay)

(Sin/asr)

Video Rekomendasi