Ekonom: Partai Komunis Tiongkok Palsukan Data, Tutupi Krisis Populasi Penduduk

Chen Ting

Seorang ekonom mengatakan bahwa data populasi palsu skala besar dari Partai Komunis Tiongkok untuk menutupi krisis populasi penduduk, akan segera terjadi. Faktanya, masalah penduduk Tiongkok jauh lebih serius daripada Jepang. Dalam sepuluh tahun ke depan, penurunan angkatan kerja yang terus menerus dapat menyebabkan Tiongkok menghadapi resesi yang parah.

Dr. Shailendra Raj Mehta, Presiden dan Direktur MICA India, adalah seorang ekonom terkenal di dunia. Dia pernah mengajar di Universitas Purdue selama 16 tahun di Amerika Serikat  dan ikut mendirikan Simulex, sebuah perusahaan teknologi tinggi yang berfokus pada ekonomi dan manajemen strategis.

Mehta menulis artikel berjudul “A Shrinking China” y di The Indian Express pada hari Selasa 8 September 2020. Mehta menganalisa pemalsuan data populasi oleh  Partai Komunis Tiongkok  dalam beberapa tahun terakhir. 

Selain melaporkan populasi penduduk secara tidak benar untuk mempertahankan status sebagai negara dengan populasi terbesar dunia, Tiongkok juga berusaha menyembunyikan rasio jenis kelamin yang sangat tidak seimbang dan angkatan kerja yang menurun dengan cepat. Mehta memperkirakan dalam sepuluh tahun, masalah populasi Tiongkok pasti akan terjadi.

Menurut Biro Statistik Nasional Tiongkok, hingga akhir 2019, populasi Tiongkok mencapai 1,4 miliar, terdiri dari 715 juta pria, 684 juta wanita, dengan rasio pria-wanita 104,5 banding 100. 

Sementara angka kelahiran sebanyak 14,65 juta dan 9,98 juta kematian, sehingga jumlah penduduk meningkat 4,67 juta. Angka-angka yang dirilis ini kedengarannya masuk akal, tetapi pada kenyataannya, angka-angka ini tak lebih dari ilusi yang indah.

Mehta pertama kali menelusuri Rasio Jenis Kelamin Tiongkok (SRB) pada 40 tahun silam. Rasio jenis kelamin saat lahir merupakan konsep penting dalam demografi, yaitu rasio bayi laki-laki dan perempuan pada bayi yang baru lahir.

Pada tahun 1982, SRB Tiongkok adalah 108, atau dengan kata lain, untuk setiap 100 anak perempuan yang lahir, 108 anak laki-laki juga lahir pada waktu yang sama. Ini mencerminkan konsep yang lebih condong ke anak laki-laki dalam masyarakat, dan ini adalah konsep yang dikenal di seluruh Asia.

Pada saat yang sama, sejak kebijakan satu anak diterapkan pada 1979, pemilihan jenis kelamin yang sistematis menjadi semakin marak.

Mehta mengatakan, bahwa sejak itu, SRB Tiongkok naik terus selama beberapa dekade berikutnya hingga mencapai puncaknya 121 pada tahun 2009. Dalam kurun waktu 35 tahun, SRB Tiongkok selalu berada di kisaran antara 110 dan 120, yang juga merupakan rasio jenis kelamin kelahiran terburuk di dunia.

“Namun, dalam semua statistik resmi untuk periode yang sama, rasio jenis kelamin penduduk secara keseluruhan hanya antara 104 dan 106. Pada tahun 2019 misalnya, hanya 104,45,” kata Mehta.

Terdapat kontradiksi yang jelas, tidak mungkin suatu negara memiliki 10% hingga 20% lebih banyak bayi laki-laki daripada bayi perempuan dalam beberapa dekade, tetapi proporsi populasinya hanya 4,5% lebih tinggi. 

Hal ini menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan rasio pria terhadap wanita di Tiongkok jauh melampaui data resmi.

Memalsukan jumlah penduduk untuk mempertahankan status sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia

Mehta menganalisa lebih lanjut dan mengatakan bahwa data populasi Tiongkok jelas menyesatkan, artinya  Partai Komunis Tiongkok  sengaja memalsukan jumlah populasinya untuk mempertahankan status sebagai negara dengan populasi terpadat di dunia.

Mehta mencontohkan, dalam data sensus Tiongkok tahun 2000, terdapat 90,15 juta orang dalam kelompok usia 5 hingga 10 tahun. 15 tahun kemudian, usia orang-orang ini seharusnya di kisaran antara 20 dan 25 tahun.

Namun, pada data tahun 2015, tak disangka jumlah kelompok orang ini berjumlah 100,31 juta orang, dan jumlahnya tidak menurun karena kematian normal, melainkan meningkat lebih dari 10 juta orang.

Selanjutnya, jumlah kelompok orang yang sama kembali meningkat secara signifikan. Menurut data terakhir, jumlah orang-orang ini melonjak menjadi 113,8 juta. 

Mehta memperkirakan Tiongkok mungkin melaporkan 23,23 juta populasi “hantu” fiktif, dimana 9,8 juta adalah laki-laki dan 13,35 juta adalah perempuan.

Menurut Mehta itu  hanya kelompok umur, dan kondisi serupa juga terjadi pada kelompok usia lain.

“Singkatnya, populasi Tiongkok mungkin dibesar-besarkan setidaknya 100 juta orang untuk mempertahankan hipotesis seperti itu: Tiongkok adalah negara dengan penduduk terpadat di dunia, bukan India,” kata Mehta.

Angkatan kerja dan populasi kelahiran menurun

Mehta mengatakan bahwa jika Anda melihat angkatan kerja Tiongkok, yaitu populasi antara usia 15 dan 59 tahun, namun, statistik resmi Tiongkok juga menunjukkan bahwa jumlah itu mencapai puncaknya sekitar 940,4 juta pada tahun 2011. Sejak saat itu mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019 hanya tinggal 896,4 juta, merupakan penurunan hampir 5% dari puncak tertinggi, juga dapat membuktikan bahwa jumlah penduduknya yang menurun.

Mengenai jumlah kelahiran juga bisa disimpulkan seperti itu. 

Mehta memaparkan bahwa pada 2017, pejabat terkait mengatakan ada 17,23 juta kelahiran, namun pada tahun 2019, angka kelahiran turun tajam menjadi 14,65 juta. Angka ini jauh lebih rendah dari angka kelahiran 60 tahun lalu, tapi populasi Tiongkok kurang dari setengahnya saat ini.

Menrut Mehta angka serendah itu telah dibesar-besarkan karena jumlah kelahiran yang tercatat di rumah sakit Tiongkok lebih rendah 1,6 juta dari angka itu.

Pertumbuhan ekonomi yang cepat didorong oleh tenaga kerja dan modal yang meningkat pesat. Diantaranya, guncangan populasi sangat serius. Namun, Mehta menilai meskipun krisis, Partai Komunis Tiongkok  tetap meyakini bahwa Tiongkok akan menjadi kekuatan dominan di dunia.

“Mereka sangat ingin menjajah Laut China Selatan dan menunjukkan status internasionalnya kepada Amerika Serikat dan India. Mereka ingin menginvasi dan menduduki Taiwan. Kombinasi antara kebanggaan dan kekacauan tidak akan bertahan selamanya dan selalu berakhir dengan tragedi,” tulis Mehta. 

Menurut Mehta, setelah hampir 40 tahun penyimpangan kolektif, data demografis Partai Komunis Tiongkok harus dianggap sebagai statistik yang paling tidak dapat diandalkan di dunia. Tiongkok sedang menghadapi krisis populasi, dalam sepuluh tahun ke depan, penurunan populasi akan menghancurkan ilusi yang dibentuk oleh Partai Komunis Tiongkok.

Sekian berita ET News hari ini. Terima kasih telah menonton, dan silakan subscribe channel ini dan bagikan ke teman-teman Anda. Jika Anda memiliki opini, silakan beri komentar di bawah ini. Sampai jumpa.

Editor : Ye Ziwei

Jon /rp

Keterangan Foto : ekonom menunjukkan bahwa data populasi yang dibuat oleh PKT dalam skala besar menutupi krisis populasi yang akan segera terjadi. Faktanya, dalam sepuluh tahun, Tiongkok mungkin menghadapi resesi yang parah karena pengurangan tenaga kerjanya. Gambar tersebut menunjukkan anak-anak sedang tidur siang di taman kanak-kanak di Provinsi Hunan, Tiongkok. (STR / AFP melalui Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=UCKzvFHOTPA