Eropa Lontarkan Sinyal Lepas Kaitan, Komunis Tiongkok Buru-Buru Gandeng ASEAN

Yang Wei

Perjalanan Menlu Komunis Tiongkok Wang Yi ke Eropa, pulang dengan kegagalan mengenaskan. Negara Eropa tetap menyambut Wang Yi secara setara atas dasar kesopanan. 

Di luar etiket, pada akhirnya masing-masing negara telah mengenali sikap Partai Komunis Tiongkok (PKT), memantau apakah PKT ada kemungkinan akan berubah. Ini serupa dengan pernyataan Menlu AS Pompeo yang tidak lagi percaya pada rezim PKT, melainkan membutuhkan pembuktian.

Begitu pembuktian berakhir, Eropa pun melontarkan sinyal melepaskan  kaitan; baru saja Wang Yi kembali ke negerinya, langsung juga menggandeng negara-negara ASEAN. Uni Eropa mulai menganjurkan prinsip multilateral milik mereka, bukan multilateralisme yang ingin  diterapkan oleh rezim PKT.

Eropa benar-benar telah kehilangan kesabaran terhadap rezim PKT

Selama beberapa bulan terakhir, hubungan AS-RRT memburuk secara drastis, Eropa tentu mencatatnya, bagaimana menghadapi rezim PKT, juga berubah dari ragu-ragu menjadi  semakin yakin, sikap masing-masing negara Eropa menjauhi rezim PKT semakin menjadi arus utama. Kunjungan Wang Yi kali ini pun menjadi satu ajang pembuktian penting sikap Eropa yang sebenarnya terhadap rezim PKT.

Sesuai dugaan, kunjungan Wang Yi kali ini sama sekali tidak ada niatan untuk berubah, bahkan berniat menggandeng Eropa untuk melawan Amerika. Hal ini jelas tidak mungkin, Eropa tidak tertarik akan hal ini. Eropa mungkin masih sedikit berharap, perwakilan PKT ini setidaknya akan meminta maaf atau menyesali soal pandemi yang terjadi, mau kooperatif untuk menyelidiki pandemi maka akan lebih baik; Eropa mungkin juga masih sedikit berharap, PKT akan  berinisiatif membuka pasar Tiongkok bagi Eropa, dan mulai mewujudkan janjinya saat bergabung dengan WTO; Eropa mungkin masih memiliki sedikit harapan bahwa PKT memberikan semacam janji dalam menghormati HAM, dan mengalah dalam penindasan di Hong Kong, Xinjiang, dan agama, entah itu hanya sedikit.

Tapi satu-satunya harapan Eropa itu pupus sudah, benar-benar telah gagal. Penampilan Wang Yi di Norwegia yang begitu ceroboh, dan ancaman terhadap Ceko, benar-benar keterlaluan., pada konferensi pers 1 September di Jerman sebagai pemberhentian terakhirnya, Menlu Jerman menunjukkan ekspresi yang acuh tak acuh, ekspresi dan sikap seperti itu sangat jarang dijumpai pada orang Eropa, bisa dinilai betapa Menlu Jerman tersebut sangat tidak menyukai Wang Yi. Sikap Menlu Jerman itu seharusnya memiliki sifat keterwakilan pada mayoritas negara Eropa.

Uni Eropa menuju Lepas Kaitan Tahap Pertama

Pada 2 September lalu, pemerintah Jerman mengumumkan “Indo-Pazifik-Leitlinien”.

Kementerian Luar Negeri Jerman menyatakan, seiring dengan semakin pentingnya sektor ekonomi dan politik di wilayah Indo-Pasifik, Jerman harus menetapkan prinsip regional yang baru, yakni “Indo- Pazifik-Leitlinien”. 

Salah satu tujuan prinsip tersebut adalah membuat hubungan ekonomi menjadi beraneka ragam, selain untuk mengurangi hubungan ketergantungan terhadap satu negara, juga dapat membantu membentuk ketertiban internasional di masa mendatang.

Menlu Jerman Maas mengatakan, “Pemerintah Jerman tengah bersama dengan rekan Uni Eropa, khususnya Prancis, menetapkan strategi Eropa terhadap Indo- Pasifik sesuai dengan prinsip dan nilai universal kita bersama”, “di tengah dunia yang didampingi rekan raksasa kita AS, termasuk Tiongkok dan Rusia, hanya dengan bersatu sebagai Uni Eropa, maka kita baru akan dapat bertahan hidup.”

Setelah Menlu Jerman bertemu Wang Yi, pemerintah Jerman mungkin telah melepaskan angan-angan terakhir terhadap RRT. Jerman seharusnya adalah negara Barat kedua setelah AS yang secara jelas menyatakan kebijakan  terhadap Tiongkok, dan secara langsung menerapkan  rencana melepaskan kaitannya dalam bidang ekonomi, sepertinya tidak jauh lebih lambat daripada AS. 

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Jerman seharusnya telah secara intens merencanakannya, dan ini juga sesuai dengan sifat bangsa Jerman serta cara kerja mereka, bahwa melakukan segala sesuatu harus memiliki pemikiran dan metode yang jelas.

Pada 3 September lalu, Uni Eropa aktif bekerjasama dengan mengumumkan strategi terbaru terkait bahan baku mineral tanah jarang, dengan mengurangi ketergantungan mereka pada Chili, Tiongkok dan Afrika Selatan. 

Wakil Ketua European Commission yakni Maros Sefcovic mengatakan, “Kita harus mengubah total cara kerja kita. Kita sangat tergantung pada negara yang memiliki standar perlindungan lingkungan hidup dan sosial yang rendah, yang tidak bebas, miskin, dan menempuh metode ekonomi yang tidak berkesinambungan, dengan memasok bahan baku yang terbatas.”

Saat ini mineral tanah jarang Uni Eropa sekitar 98% diimpor dari Tiongkok, dengan strategi baru ini, Uni Eropa akan membentuk aliansi mineral Eropa untuk memastikan rantai pasokan bahan baku mineral, serta berharap dapat segera mengembang- kan hubungan kerjasama dengan Kanada dan negara lainnya.

Melihat tanda-tanda Eropa melepaskan keterkaitan (dengan PKT), PM India Narendra Modi pun langsung merespon, dan mengatakan, pelajaran dari pandemi ini bagi seluruh dunia adalah, pada saat menyesuaikan kembali rantai pasokan global, tidak seharusnya hanya melihat pada biaya (murah), juga harus memperhatikan pondasi yang menitikberatkan pada saling percaya. 

Modi menyatakan, selain keunggulan geografis, juga memperhatikan stabilitas dan keandalan politik, India adalah negara yang memiliki semua karakteristik tersebut. Modi juga berusaha keras menarik pengusaha, menghimbau negara asing agar berinvestasi di India, “Baik Amerika, negara-negara di Teluk Persia, Eropa atau Australia, seluruh dunia mempercayai kami”.

Saat ini, rantai pasokan Jepang, Korsel, dan Taiwan yang ada di Tiongkok, tengah kembali ditempatkan ulang di India, India juga mengumumkan pengurangan pajak dan rencana stimulus penyediaan lahan. Demokrasi dan melimpahnya angkatan kerja usia muda sedang menjadi keunggulan India, begitu juga dengan negara lainnya di Asia Tenggara.

Wang Yi buru-buru gandeng ASEAN

Lepasnya keterkaitan antara negara Eropa dengan rezim PKT sudah tidak bisa diputar-balikkan lagi, diplomasi RRT pun terpaksa ditarik kembali ke Benua Asia. Tapi masalah diplomatik di Asia juga mengalami permasalahan berlapis, hubungan RRT- India tengah mengalami ketegangan; petinggi PKT baru saja memperingati perang melawan Jepang (dalam PD-II), yang cukup menyulut kebencian terhadap Jepang; Yang Jiechi (pejabat tinggi dari bagian Deplu Dewan Negara) telah berkunjung ke Korea Selatan, tapi sepertinya tidak ada tanggapan; PKT pun terpaksa mencoba menggandeng ASEAN. 

Apalagi, ASEAN tengah berpihak pada AS karena masalah di Laut Tiongkok Selatan, jika PKT tidak berhasil menggan- deng ASEAN maka akan segera terkepung.

Pada 3 September, Kemenlu RRT mengumumkan, akan melangsungkan perundingan dengan negara ASEAN terkait masalah Laut Tiongkok Selatan.

Sehari sebelumnya, Wakil Menlu PKT Luo Zhaohui juga mengatakan, AS adalah sumber permasalahan sengketa di Laut Tiongkok Selatan, dan mengatakan “selain campur tangan dalam masalah Laut Tiongkok Selatan, AS juga membentuk aliansi ‘NATO kecil’ dengan Jepang, Australia dan India untuk menentang Tiongkok (PKT).” 

Jelas PKT mencemaskan ASEAN juga akan ikut bergabung dalam “NATO Asia” ini, sebelum perundingan melontarkan ancaman semacam ini, menunjukkan ketakutan dan rasa bersalah PKT.

Wang Yi juga berkata, “RRT dan ASEAN adalah komunitas bersama senasib yang alami”, “kekuatan dari luar regional… memecah belah hubungan antar negara… negara di wilayah ini juga tidak akan tertipu”.

Wang Yi juga merasa bersalah, kalau sampai hubungan dengan ASEAN terkacaukan lagi, maka tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan Kemenlu. Akhirnya, Wang Yi terpaksa mengemukakan “mengesampingkan konflik dan berkem- bang bersama”. 

Sepertinya, intervensi Amerika memang memperlihatkan hasil secara langsung, negara ASEAN akan semakin mengandalkan Amerika, pernyataan PKT seperti itu sudah berulang kali diucapkan selama puluhan tahun, tapi kelakuannya selalu berbeda dengan perkataan.

Baru-baru ini konflik yang terjadi  di perbatasan RRT-India, berbagai fenomena menandakan, posisi PKT jelas tidak menguntungkan, sepertinya telah kehilangan sebuah pos penjagaan di puncak yang cukup penting. Tapi media partai PKT bungkam, dan menghindari pemberitaannya, Kemenlu dan Kemenhan RRT sangat low profile dan meminta berdamai dengan India. Dengan bakal lepasnya keterkaitannya dengan Eropa, mau tidak mau PKT harus mengakui kesialannya. (sud)

Video Rekomendasi :