Editorial Board The Epoch Times
Sejak berdiri hingga saat ini, Amerika Serikat mewakili suar cahaya yang bersinar, di mana kebebasan beragama dan kebebasan berbicara yang tidak bsia disaksikan di dunia bagian lain.
Namun apa yang gagal disadari oleh banyak orang adalah hal itu terjadi selama beberapa dekade terakhir, Amerika Serikat perlahan-lahan disusupi oleh roh jahat komunis.
Di tengah tuduhan kredibel terhadap penipuan pemilih dan penyimpangan pemilihan umum, kini Amerika Serikat berada di ambang jurang komunis.
Roh jahat komunis memunculkan rezim di Uni Soviet, Kuba, Korea Utara, dan Tiongkok. Ideologi totalitarianisme roh komunis mencari kendali atas umat manusia, daripada berkembangnya umat manusia.
Pengambilalihan Barat secara bertahap terjadi secara mengejutkan. Seperti yang ditulis oleh penyair Prancis Charles Baudelaire pada tahun 1864, “trik terbesar dari Iblis” adalah untuk meyakinkan anda bahwa Iblis itu tidak ada.
Selama Perang Dingin, dunia terbagi antara dua kubu militer dan politik. Padahal, sementara sistem sosial dua kubu militer dan politik tersebut, tampak bertentangan secara langsung, proses yang sama terjadi di kedua kubu militer dan politik tersebut, dalam bentuk yang berbeda.
Banyak revisionis komunis, sosialis, Fabianis, liberal, dan kaum progresif ala-Barat secara terbuka menolak model Soviet dan Komunis Tiongkok, sementara upaya mereka membawa masyarakat pada jalur menuju struktur sosial yang tidak berbeda dari struktur sosial di Uni Soviet dan Tiongkok. Dan, itulah yang terjadi di sebagian besar dunia Barat.
Barat merasa lega saat runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan runtuh Uni Soviet hanya dalam beberapa tahun kemudian.
Namun, roh jahat komunisme tak pernah mati.
Roh jahat komunis terus berkembang di Tiongkok, negara terpadat di dunia. Sementara Perang Dingin berakhir, upayanya gerakan komunis internasional tidak pernah berhenti untuk mencapai tujuan globalnya yaitu dominasi komunis.
Sementara rezim komunis terus dengan kediktatorannya yang kaku, politik-politik partai dalam masyarakat bebas telah mencapai titik krisis. Komunisme mempunyai celah yang dieksploitasi dalam sistem hukum dan politik negara-negara demokratis dengan cara memanipulasi partai-partai politik yang utama.
Upaya selama beberapa dekade ini kini hampir berhasil.
Sosialisme
Sosialisme selalu menjadi bagian Marxisme dan gerakan komunis internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Vladimir Lenin, “Tujuan sosialisme adalah komunisme.”
Di negara-negara demokratis, sosialisme perlahan-lahan menggerogoti kebebasan rakyat melalui undang-undang.
Di Barat, proses membangun sebuah sistem sosialis membutuhkan waktu puluhan tahun atau generasi, meninggalkan orang-orang secara bertahap mati rasa, tidak sadar, dan terbiasa terhadap sosialisme. Tujuan akhir gerakan sosialis dilaksanakan secara bertahap dan melalui cara “legal” adalah tidak berbeda dengan rekan-rekan kekerasannya.
Sosialisme pasti mengalami transisi ke komunisme, di mana rakyat terus-menerus dilucuti hak-haknya sampai yang tersisa adalah sebuah rezim tirani yang otoriter.
Sosialisme menggunakan gagasan untuk menjamin persamaan hasil melalui undang-undang, tetapi tujuan yang tampaknya mulia ini bertentangan dengan alam. Di bawah keadaan normal, semua jenis orang secara alami berbeda dalam keyakinan agamanya, standar moralnya, literasi kebudayaannya, latar belakang pendidikannya, kecerdasannya, ketabahannya, ketekunannya, rasa tanggung jawabnya, agresivitasnya, inovasinya, kewirausahaannya, dan banyak lagi.
Pada kenyataannya, pengejaran sosialisme atas kesetaraan menyeret moralitas dan merampas kebebasan orang-orang yang condong ke arah kebaikan.
Sosialisme menggunakan “kebenaran politik” untuk menyerang kearifan moral dasar dan secara palsu memaksa semua orang untuk menjadi sama. Hal ini terjadi bersamaan dengan
legalisasi dan normalisasi segala macam anti-Tuhan dan percakapan yang kotor,penyimpangan seksual, seni iblis, pornografi, perjudian, dan penggunaan narkoba.
Akibatnya adalah semacam diskriminasi yang menentang orang-orang yang beriman yang percaya pada Tuhan dan bercita-cita untuk peningkatan moral, dengan tujuan meminggirkan, dan pada akhirnya menyingkirkan orang-orang yang beriman tersebut.
Agenda sayap kiri dan agenda merusak lainnya, telah mampu memperoleh begitu banyak pengaruh arus utama di negara-negara Barat sebagian besar karena bantuan media massa.
Di negara-negara yang dijalankan oleh rezim komunis, semua outlet media massa tunduk pada sensor negara, jika tidak dikendalikan secara langsung oleh partai komunis. Di tempat lain, media massa dibawa ke dalam pengaruh bias finansial dan partisan. Pelaporan dan wacana yang jujur terkubur oleh longsoran salju sensasionalisme, sinyal kebajikan politik, dan berita yang sama sekali palsu.
Di seluruh dunia, gerakan sosialis dan komunis telah mengambil keuntungan dari keresahan ekonomi dan pandemi untuk secara bertahap bergerak menuju posisi pengaruh, dengan tujuan akhirnya untuk menggulingkan yang ada tatanan sosial.
Kini kita melihat hal yang sama terjadi di Amerika Serikat.
Amerika Serikat telah melangkah jauh dengan ideologi sosialis. Media arus utama memperjuangkan gagasan kesetaraan dan mengikuti serangan Partai Komunis Tiongkok di Amerika Serikat.
Generasi muda kita muncul untuk memandang sosialisme dengan baik dan termasuk yang paling bersemangat untuk ambil bagian dalam unjuk rasa dan kerusuhan yang bertujuan untuk menghancurkan warisan kebudayaan kita.
Sementara itu, masyarakat luas mulai mendukung gagasan tersebut bahwa pemerintah harus memberikan perawatan kesehatan, pendidikan, dan mungkin pada akhirnya biaya hidup. Sadar dan tidak sadar, kita secara bertahap memperdagangkan kebebasan kita untuk sistem yang mengendalikan orang.
Sosialisme dan komunisme mengklaim kepemilikan penuh atas semua kepemilikan dan manusia. Sosialisme menuntut orang-orang untuk melepaskan keyakinannya pada Tuhan dan sebagai gantinya menganggap negara sebagai Tuhan.
Amerika Serikat, tempat yang didirikan atas dasar kepercayaan fundamental pada kebebasan, telah menjadi negara di mana kebebasan dikhianati. Kini, hal ini muncul memimpin pemilihan umum tahun 2020 dan tuduhan kredibel mengenai kecurangan pemilih.
Bangsa yang ingin mendapatkan keuntungan maksimal dari hal ini adalah Komunis Tiongkok, di mana Partai Komunis Tiongkok telah memerintah secara brutal selama lebih dari 70 tahun, yang mengakibatkan kematian yang tidak wajar dari setidaknya 65 juta orang.
Bagi komunis Tiongkok, Amerika Serikat selalu menghalangi kendali global yang merupakan tujuan komunis. Tujuan rezim komunis Tiongkok adalah selalu menggulingkan AS dan menjadi kekuatan dominan di seluruh dunia.
Selama beberapa dekade, rezim komunis Tiongkok telah bekerja untuk mencapai tujuan ini, dan kini tujuan tersebut hampir tercapai.
Metode subversi rezim komunis Tiongkok adalah canggih dan sangat dalam. Direktur FBI Christopher Wray mengatakan pada bulan Juli bahwa FBI memiliki hampir 2.500 investigasi kontraintelijen terbuka, terkait dengan Tiongkok dan bahwa FBI membuka investigasi kontraintelijen yang baru setiap 10 jam.
Namun, kebangkitan Komunis Tiongkok terhenti dan bahkan terbalik di bawah pemerintahan Donald Trump, yang mengakui ancaman fana Partai Komunis Tiongkok ke Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menggambarkan Partai Komunis Tiongkok sebagai “pusat ancaman zaman kita sekarang ini.”
Upaya nasional telah dilakukan untuk menyingkirkan pengaruh AS terhadap Partai Komunis Tiongkok, serta melawan agresi Partai Komunis Tiongkok di luar negeri. Yang pasti, rezim komunis Tiongkok akan memperoleh banyak keuntungan dari berakhirnya kepresidenan Donald Trump.
Pertempuran Antara Baik dan Jahat
Komunisme mengajarkan orang-orang untuk menggantikan kepercayaan pada Tuhan dengan ateisme dan materialisme.
Akibatnya, di dunia saat ini, kriteria untuk membedakan yang baik dan yang jahat telah dibalik. Kebenaran dilemparkan sebagai kejahatan dan kejahatan adalah kasih sayang.
Pada awal abad ke-20, pemikiran ateis dan anti-tradisional telah muncul secara bertahap mulai meresap ke dalam kurikulum sekolah, difasilitasi oleh ahli pedagogis kaum kiri yang telah menyusup ke akademisi dan memegang kendali kebijakan pendidikan.
Publik ditanamkan dengan kesadaran modern dan dimobilisasi untuk mengalahkan minoritas orang yang dengan keras kepala memegang tradisi. Para intelektual memungut kritik keras terhadap kebudayaan rakyat di seluruh dunia, membina prasangka sempit di antara para pendengarnya yang tidak cerdas.
Konsep pemikiran kritis dan kreatif, disalahgunakan untuk mengadu domba generasi yang lebih muda melawan otoritas, mencegah mereka menyerap pengetahuan dan kearifan kebudayaan tradisional.
Di negara komunis, setelah para pembawa kebudayaan tradisional itu dibantai, sebagian besar penduduk diindoktrinasi untuk berpartisipasi dalam revolusi. Setelah Partai Komunis Tiongkok merebut kekuasaan, butuh 25 tahun untuk memelihara generasi “anak serigala”, istilah Komunis Tiongkok untuk mereka yang tumbuh di bawah komunisme dan diindoktrinasi untuk membenci dan membunuh musuh kelas. Mereka didorong untuk melawan, menghancurkan, merampok, dan membakar tanpa pandang bulu.
Partai Komunis Tiongkok secara aktif memupuk sentimen pembunuhan. Selama Kebudayaan Revolusi, gadis-gadis remaja dengan mudah memukuli guru-gurunya sampai mati sebagai bagian perang salib ideologis Mao.
Di Barat, partai-partai komunis dengan bangga mengingat kembali pengalaman Revolusi Prancis dan Komune Paris. Setiap revolusi dan pemberontakan telah diperkenalkan oleh massa yang tidak memiliki keraguan, rasa malu, dan tidak ada kasih sayang.
Komunisme adalah roh jahat bagi kemanusiaan. Tujuannya adalah penghancuran umat manusia, dan pengaturannya cermat dan spesifik.
Sementara itu, keberadaban manusia diwariskan kepada manusia oleh Tuhan. Jika manusia menghancurkan kebudayaan dan tradisinya, dan jika moralitas masyarakat adalah runtuh, maka manusia akan gagal untuk memahami yang Ilahi.
Kita dapat menerobos upaya roh jahat komunis untuk menghancurkan secara aktif menolak pengaruhnya dan sebagai gantinya mengikuti yang Ilahi, memulihkan tradisi kita, dan meningkatkan moralitas. Ini adalah era keputusasaan dan harapan. (Vv/asr)
Keterangan Foto : Patung George Washington di depan Federal Hall di New York City pada 5 September 2002. (Spencer Platt / Getty Images)