Frank Fang
Sekitar 5.400 orang dari lapisan masyarakat berkumpul di Liberty Square di Taipei, Taiwan, pada Sabtu, 5 Desember 2020. Mereka menggelar kegiatan tahunan yang dikenal sebagai konfigurasi huruf untuk menyoroti penganiayaan yang sedang berlangsung di Tiongkok.
Mengenakan pakaian berwarna kuning, biru dan putih, peserta dipisahkan dalam beberapa kelompok sebelum mereka memulainya dengan tertib untuk duduk di matras yang sudah ditempatkan sesuai warna. Matras ini disusun menjadi komposisi besar, dengan gambar buku berjudul “Zhuan Falun” di tengahnya. Zhuan Falun adalah buku ajaran utama untuk latihan spiritual Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa.
Buku itu terletak di atas bunga teratai. Di atas dan di bawah gambar ini ada sembilan karakter tradisional Tiongkok yakni Falun Dafa Hao, Zhen Shan Ren Hao yang artinya “Falun Dafa Baik” dan “Sejati, Baik, Sabar adalah Baik.” Tiga prinsip inti dari Falun Gong. Di atas karakter huruf Tionghoa terdapat beberapa garis kuning, yang melambangkan sinar cahaya.
More than 5,000 #FalunGong practitioners gathered in #Taipei to form giant colored images of a book, lotus flower, and Chinese characters, under a light drizzle.
— Frank Fang (@HwaiDer) December 5, 2020
They want to tell people #FalunDafa spiritual practice is great and #Taiwan has freedoms not available in #China pic.twitter.com/gwfH9cHjWH
Huang Chun-mei, penyelenggara kegiatan dan wakil ketua Himpunan Dafa Taiwan, menjelaskan pentingnya di balik gambar tersebut dalam sebuah wawancara dengan The Epoch Times.
“Kami memilih gambar ini sebagai tanggapan terhadap pandemi,” kata Huang, mengungkapkan harapan semua pihak dapat mengetahui tentang Falun Gong jika mereka membutuhkan bantuan di saat-saat sulit.
Buku yang ditampilkan bukanlah “Zhuan Falun” edisi biasa. Buku tersebut menggambarkan salinan sebenarnya dari buku yang dibawa kembali oleh orang Taiwan ke pulau Taiwan dari Tiongkok pada tahun 1990-an, sebelum “Zhuan Falun” diterbitkan di Taiwan. Buku itu adalah salah satu edisi paling awal dari buku yang dicetak sebelum latihan itu dilarang oleh rezim komunis Tiongkok pada tahun 1999.
Tradisi membentuk gambar dan karakter huruf yang berhubungan dengan Falun Gong dimulai di daratan Tiongkok sebelum penganiayaan berlangsung. Tradisi serupa digelar di wilayah lain, termasuk Taiwan dan Amerika Serikat, meskipun kegiatan di Taiwan lebih terperinci mengingat banyaknya pengikut Falun Gong yang tinggal di pulau itu.
Terdapat sebanyak 70 juta hingga 100 juta pengikut Falun Gong di Tiongkok sebelum penganiayaan dimulai, menurut perkiraan resmi pada saat itu. Sejak saat itu, jutaan orang ditahan di penjara, kamp kerja paksa, dan fasilitas lainnya, dengan ratusan ribu disiksa saat dipenjara, menurut laporan Pusat Informasi Falun Dafa.
Terdapat 4.000 kematian yang terdokumentasi sebagai akibat dari penganiayaan tersebut, meskipun para ahli mengungkapkan angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi karena kesulitan memverifikasi informasi dengan komunis Tiongkok.
Huang menyarankan agar orang-orang di luar negeri membaca buku Zhuan Falun — sebuah buku yang diketahuinya mengubah kehidupan begitu banyak orang. Buku itu sudah diterjemahkan lebih dari 40 bahasa di dunia.
Persiapan untuk kegiatan tersebut sudah dimulai tiga hari sebelumnya dengan pengikut lokal di Taipei secara manual memasang setiap matras berwarna di lokasi. Mereka meletakkan matras di tempat yang telah ditentukan di bawah pengawasan Wu Ching-hsiang, seorang pensiunan arsitek yang membuat blueprint untuk gambar tersebut.
Wu kepada The Epoch Times mengatakan bahwa gambar tersebut menempati ruang dengan panjang sekitar 90 meter dan tinggi 115 meter. Buku itu sendiri berdimensi dengan lebar 12 meter dan tinggi 17 meter.
Salah satu peserta adalah Andres A (39) dari Argentina, yang saat ini sedang belajar bahasa Mandarin di National Taiwan Normal University di Taipei. Dia mengatakan kepada The Epoch Times, bahwa dirinya mulai berlatih Falun Gong pada Tahun 2005. Sebagai hasil dari latihan tersebut, dia menjadi sangat tertarik dengan budaya tradisional Tiongkok, karena itulah mengapa dirinya datang ke Taiwan.
“Dengan berada di sini di Taiwan, saya memiliki kebebasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan semacam ini, hal ini menunjukkan kepada dunia, perbedaan antara kehidupan di Taiwan, masyarakat yang bebas dibandingkan dengan kehidupan di bawah kediktatoran di daratan Tiongkok,” ujarnya.
Peserta lainnya adalah Wan Yun-lin (65) seorang instruktur Game papan Go, kepada The Epoch Times mengatakan bahwa dirinya berpartisipasi dalam acara tersebut dengan harapan lebih banyak orang-orang mengetahui tentang Falun Gong, yang mana telah dilatihnya selama 22 tahun. Seperti banyak pengikut lainnya, dia mengalami peningkatan dalam kesehatan.
Setelah konfigurasi huruf berakhir, pengikut berdiri dalam antrean panjang untuk melakukan latihan meditasi Falun Gong.
Kegiatan tersebut menarik perhatian banyak penduduk lokal dan turis.
Marlous Harinck, seorang pengembang bisnis global dari Belanda yang saat kini bekerja di Taiwan, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa dirinya sangat terkesan dengan apa yang ia saksikan.
“Apa yang saya lihat, tentu saja, sangat berwarna. Itu adalah pernyataan kuat yang mereka buat. Saya senang ada begitu banyak orang yang mendukung dan berusaha membuatnya diterima dan terkenal,” katanya.
Dia menambahkan: “Sangat penting seluruh dunia terbuka dan memiliki kebebasan untuk meyakini apapun yang ingin Anda yakni, Anda memiliki kebebasan itu,” pernyataanya mengacu kepada penganiayaan yang terjadi di Tiongkok. (asr)
Video Rekomendasi :