oleh Justine Wheale
Ciri-ciri aneh Holocaust yang menyebabkan pemusnahan massal jutaan orang Yahudi memiliki banyak kesamaan dengan penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong dan kelompok lain di Tiongkok saat ini.
Sebuah sidang panel ahli yang digelar pada 9 Desember 2020 berfungsi sebagai peringatan kebutuhan mendesak untuk mengatasi ancaman Komunis Tiongkok.
Pengacara hak asasi manusia internasional, David Matas membuat perbandingan di sebuah panel anggota parlemen, pengacara, dan pembela hak asasi manusia berkumpul untuk memeriksa pelanggaran hak-hak asasi manusia oleh Partai Komunis Tiongkok di seluruh Tiongkok. Pelanggaran sistematis terhadap latihan spiritual Falun Gong dan konsekuensi Partai Komunis kebijakan Kanada dengan Tiongkok.
David Matas, penulis buku “Bloody Harvest,” yakni sebuah investigasi independen mengenai panen paksa organ praktisi Falun Gong di Tiongkok, memberitahu pada panel tersebut bahwa metode sistematis pemberantasan Yahudi yang digunakan dalam Holocaust menetapkan sebuah preseden untuk pelecehan yang paling mengejutkan yang dilakukan di Tiongkok saat ini, yakni panen organ para tahanan hati nurani Falun Gong hidup-hidup.
“[Ahli Holocaust] Yehuda Bauer… menulis bahwa Holocaust dapat menjadi sebuah preseden, atau dapat menjadi sebuah peringatan. Dalam pandangan saya, Holocaust dapat berupa preseden maupun peringatan, dan dalam kasus pembunuhan para praktisi Falun Gong untuk dipanen organ-organnya, dapat berupa preseden maupun peringatan,” kata David Matas, seorang Yahudi dan menjabat sebagai penasihat senior untuk B’nai Brith Canada, dalam panel webinar.
“Kita semua telah, dan harus, diperingatkan,” kata David Matas.
Matas merujuk pada Pengadilan London tahun lalu yang menyimpulkan bahwa praktisi Falun Gong terus berlanjut dibunuh secara massal untuk mendapatkan organ-organnya dan bahwa siapa saja yang berinteraksi secara substansial cara dengan Republik Rakyat Tiongkok harus menyadari bahwa mereka memang berinteraksi dengan negara kriminal.”
David Matas menjelaskan bahwa Partai Komunis Tiongkok mampu melakukan kejahatan panen organ karena metode-metode yang mereka gunakan, mirip dengan beberapa metode yang digunakan untuk melawan orang Yahudi oleh Nazi Jerman.
Beberapa kejahatan itu diantaranya mencakup, menghasut kebencian terhadap kelompok Falun Gong dengan kampanye propaganda tanpa henti, mengintimidasi para pelapor pelanggaran dan pembela Hak Asasi Manusia, menutupi bukti kekejaman, memberikan insentif keuangan untuk penganiayaan (melalui perdagangan organ yang menguntungkan), menggunakan sistem hukum untuk membenarkan dan memajukan penganiayaan, menjamin kekebalan hukum bagi pejabat Tiongkok yang terlibat, menggunakan teknologi dan eksperimen manusia untuk menyempurnakan metode penganiayaan.
David Matas mencatat bahwa keselarasan Falun Gong dengan tradisi Tiongkok dan keyakinan spiritual menjadikan Falun Gong sebagai “ancaman eksistensial” di mata Partai Komunis Tiongkok dan bersikap sangat kontras dengan ajaran komunis atheis yang dipromosikan oleh Partai Komunis Tiongkok.
Saat mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok, Jiang Zemin menyadari praktisi Falun Gong di Tiongkok yang beranggotakan diperkirakan 100 juta, jauh melebihi jumlah keanggotaan di Partai Komunis, Jiang Zemin memerintahkan latihan Falun Gong “diberantas” dan meluncurkan kampanye penganiayaan tanpa henti pada tahun 1999.
Panelis yang ikut dalam acara tersebut antara lain mantan Menteri Kehakiman Irwin Cotler, Garnett Genuis, anggota parlemen Konservatif sekaligus menteri bayangan pembangunan internasional dan hak asasi manusia, Alex Neve, mantan sekretaris jenderal Amnesty International Kanada, David Kilgour, mantan anggota parlemen dan secretary of state (Asia-Pacific) atau menteri luar negeri (Asia-Pasifik) dan penulis bersama “Bloody Harvest” serta Levi Browde, Direktur Eksekutif Pusat Informasi Falun Dafa.
Penganiayaan sebagai ‘Cetak Biru’ untuk Tirani Modern Beijing
Levi Browde mengatakan dalam panel tersebut bahwa antara bulan Februari 2019 hingga Februari 2020, penangkapan praktisi Falun Gong meningkat 200 persen di Tiongkok. Kasus pelecehan meningkat 76 persen, meski telah dilakukan karantina secara luas yang diperkenalkan sekitar waktu yang sama karena wabah COVID-19. Melanjutkan trennya, kasus pelecehan meningkat 500 persen pada bulan Oktober tahun ini dibandingkan bulan Oktober 2019, di mana peningkatan penangkapan sebesar 63 persen.
Menurut Levi Browde, peningkatan penganiayaan dapat dijelaskan oleh Partai Komunis Tiongkok yang disebut “kampanye zero-out”, upaya bersama untuk menghancurkan Falun Dafa. Menurut Pusat Informasi Falun Dafa, tujuan kampanye tersebut adalah untuk “mengurangi jumlah praktisi Falun Gong menjadi nol,” dengan cara menargetkan setiap praktisi yang dimasukkan daftar hitam oleh rezim, melalui KTP yang dikeluarkan pemerintah, dalam upaya memaksa mereka untuk meninggalkan keyakinannya.
Levi Browde menilai kampanye itu terinspirasi oleh upaya Partai Komunis Tiongkok untuk mengendalikan informasi seputar pandemi. Selama beberapa dekade penganiayaan, Falun Praktisi Gong mungkin telah menjadi pelapor tunggal terbesar di Partai Komunis Tiongkok secara global dan mahir dalam mengungkap kejahatan rezim. Kejahatan itu termasuk kejahatan menutup-nutupi dan salah menangani wabah virus, membuat praktisi kembali menjadi target untuk dibungkam.
Metode yang digunakan untuk menutupi virus, membungkam dokter pelapor kejahatan, berupaya membajak narasi seputar wabah, menyangkal tanggung jawab atas pandemi, dan berusaha mempengaruhi organisasi internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)> Ini irip dengan taktik yang digunakan Partai Komunis Tiongkok dalam kampanye penganiayaan Falun Gong.
“Dunia perlu dipahami dan menerima penganiayaan Falun Gong di Tiongkok secara serius, karena ini adalah cetak biru bagaimana Partai Komunis Tiongkok menyerang musuh umum dan di seluruh dunia” kata Levi Browde.
Ini mencakup “perang tanpa batas” yang merupakan strategi rezim Komunis Tiongkok yang terdokumentasi dengan baik yang menggunakan setiap sektor masyarakat dalam upaya untuk melemahkan Barat, khususnya Amerika Serikat, dalam strategis tujuan dominasi jangka panjang Partai Komunis Tiongkok.
“Mentalitas perang tanpa batas, mentalitas bercabang banyak ini, adalah cetak biru. Dan mereka telah menggunakannya untuk mengejar Falun Gong, dan begitulah cara mereka menggunakannya untuk mengejar dan mengkompromikan banyak institusi di Barat,” kata Levi Browde.
Metode penyiksaan dan penganiayaan juga menjadi “tempat ujian” bagi “tirani abad ke-21”, ditingkatkan pada Falun Gong sebelum digunakan pada kelompok teraniaya lainnya, seperti Muslim Uyghur di Tiongkok.
“Penyiksaan telah merajalela di planet ini selamanya. Tetapi dengan adanya Falun Gong, cara [Partai Komunis Tiongkok] menyempurnakan praktik penyiksaan cuci otak, untuk mematahkan semangat seseorang, membuat mereka bersumpah setia bagi Partai Komunis Tiongkok, ini sebenarnya, karena tidak ada kata yang lebih baik, sebuah disiplin,” kata Levi Browde dalam panel tersebut.
“Mereka sebenarnya memiliki orang-orang di beberapa kamp kerja yang lebih ‘sukses’ seperti di Masanjia, berkeliling ke bagian lain di Tiongkok dan melatih orang-orang di sana… menyempurnakan teknik cuci otak ini yang kini digunakan di Uyghur dan kelompok lainnya, serta teknik penyiksaan,” tambah Levi Browde.
David Matas mengatakan bahwa kini orang Uighur “melengkapi Falun Gong” sebagai sumber tawanan besar panen organ ilegal di Tiongkok.
Jurnalis investigasi dan analis Tiongkok Ethan Gutmann memperkirakan minimal 25.000 orang Uighur per tahun kini menjadi korban panen organ secara paksa.
Menanggapi Ancaman Beijing
Panel tersebut mendengar beberapa anjuran mengenai apa yang dapat dilakukan Kanada melawan ancaman rezim Beijing sambil mendukung korban Falun Gong yang teraniaya.
David Kilgour mengatakan sikap tegas adalah sangat penting karena jika Kanada dan negara lainnya tidak menantang Partai Komunis Tiongkok, “Beijing tidak akan ragu untuk terus merongrong demokrasi dan nilai-nilai Barat untuk memajukan tujuan fasis.”
Menurut David Kilgour, Kanada harus “mengambil semua kesempatan” mengutuk Beijing secara terbuka untuk kampanye penganiayaan terhadap Falun Gong dan menerapkan sanksi Magnitsky terhadap pejabat yang terlibat. Kanada juga harus mengikuti Australia memperkenalkan “hukum campur tangan asing” untuk melawan dokumen yang terdokumentasi dengan baik adanya campur tangan dan intimidasi Tiongkok di tanah Kanada, dan mendaftarkan semua organisasi Front Terpadu Partai Komunis Tiongkok sebagai agen asing.
Senada diungkapkan David Kilgour, agar Kanada juga harus lebih aktif dalam menyerukan pembebasan warganegara Kanada yang dipenjara di Tiongkok, termasuk Sun Qian, seorang wanita pengusaha Kanada yang dipenjara di Tiongkok selama tiga tahun terakhir karena berlatih Falun Gong.
Genuis, yang juga merupakan ketua bersama Aliansi Antar Parlemen Kanada di Tiongkok, mengatakan Kanada harus memprioritaskan pengesahan Rancangan undang Undnag (RUU) S-204, yang akan membuat ilegal bagi orang Kanada untuk mendapatkan organ di luar negeri tanpa persetujuan donor. Itu juga membuat mereka yang terlibat dalam panen organ secara paksa di mana pun di dunia tidak dapat diterima ke Kanada.
RUU itu mendapat dukungan bulat di senat dan kemudian disahkan di Parlemen setelah beberapa amandemen, tetapi terhenti sebelumnya diperkenalkan kembali di Senat saat adanya pemilihan umum tahun 2019.
Menurut Genius praktisi Falun Gong berada di garis depan dalam peningkatan masalah hak asasi manusia Tionghoa di Kanada, terutama mengenai panen organ. Dia memuji keterlibatan luar biasa dan dukungan dari komunitas Falun Gong di Kanada, yang terus maju dan maju gigih dalam masalah hak asasi manusia.
Genius juga memperkenalkan mosi bulan lalu untuk memerangi campur tangan asing yang didukung negara dan kegiatan intimidasi di Kanada, untuk membentuk tanggapan yang lebih kuat terhadap aktivitas campur tangan asing yang bermakna dan berkelanjutan di Kanada dan menciptakan mekanisme perlindungan dan dukungan baru untuk warga negara Kanada yang menjadi target.
Pemimpin konservatif Erin O’Toole mengirim pesan video ke Himpunan Falun Dafa Kanada untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember. Pesannya mengatakan ia berharap gerakan tersebut akan melindungi praktisi Falun Dafa dari gangguan mata-mata Tiongkok di Kanada.
“Mata-mata Tiongkok menyamar sebagai pelajar, turis, dan pekerja untuk dapat masuk ke Kanada dan mengancam mereka yang berlatih Falun Gong. Ini adalah benar-benar tidak dapat saya terima, dan harus segera diakhiri,” kata Erin O’Toole.
Erin O’Toole menambahkan bahwa ia juga berharap untuk membuka kembali kantor kebebasan beragama Kanada.
“Kanada harus mempertahankan kebebasan beragama di seluruh dunia, termasuk membela Falun Gong. Tahun ini, sudah 21 tahun sejak dimulainya penganiayaan ilegal dan kekerasan di Tiongkok terhadap mereka yang berlatih. Ratusan ribuan orang telah mengalami kerja paksa, penyiksaan, dan eksekusi sejak tahun 1999,tanpa sebab atau pembenaran,” pungkas Erin O’Toole. (Vv)
Keterangan Foto : Polisi menahan seorang praktisi Falun Gong di Lapangan Tiananmen ketika kerumunan berkumpul di sekitar Beijing pada 1 Oktober 2000. (AP Photo / Chien-min Chung)