Akibat Hedonisme Menggerakkan Ekonomi Lewat Menaikkan Konsumsi, Setengah dari Kaum Muda Tiongkok Lebih Besar Hutang daripada Penghasilan

oleh Li Shi

Di platform media sosial ‘Douban.com’ ada grup yang menamakan diri ‘Kumpulan Para Debitur’ yang sering disinggahi oleh puluhan ribu anak-anak muda yang menjadi anggotanya. Di sana mereka bebas membahas bagaimana cara melunasi hutang secepat mungkin. Sebuah laporan hasil survei yang sebelumnya dirilis oleh perusahaan riset pasar yang cukup terkenal di Inggris ‘Nielson’ menunjukkan bahwa hampir setengah dari kaum muda daratan Tiongkok meminjam secara berlebihan.

Banyak dari kaum muda ini menanggung beban hutang akibat masuk dalam jebakan konsumsi, terobsesi dengan pinjaman online, kartu kredit cerukan, dan bahkan menggunakan kartu kredit untuk memelihara kartu kredit, menggunakan pinjaman untuk membayar pinjaman (gali lubang tutup lubang).

Statistik dalam kelompok tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dari debitur muda ini berusia antara 20-an hingga 30-an tahun, bahkan beberapa dari mereka memiliki hutang sampai lebih dari satu juta Yuan. Selain untuk memuaskan keinginan konsumsi lanjutan melalui pinjaman, beberapa pemuda juga terlilit oleh membayar hutang kalah judi, tertipu, dan kegagalan investasi.

Menurut Laporan Status Hutang Konsumen Muda Tiongkok yang dirilis Perusahaan Riset Pasar Inggris ‘Nielsen’ pada akhir tahun 2019, bahwa tingkat penetrasi produk kredit di kalangan anak-anak muda Tiongkok sudah mencapai 86,6%. Setelah dikurangi bagian yang digunakan sebagai alat pembayaran biasa, kelompok populasi yang memiliki hutang yang sebenarnya menyumbang sekitar 44,5% dari total, dan hampir setengah dari kaum muda menjalani kehidupan dengan mengandalkan uang hutang.

Li Fang, seorang wanita yang menggunakan nama samaran adalah anggota dari ‘Kumpulan Para Debitur’. Menurut penuturannya, ia terbiasa dengan berbelanja jauh-jauh hari di muka.

Sejak tahun 2017, pinjamannya semakin menumpuk yang lambat laun ia terjerumus ke dalam jebakan membayar hutang lama dengan hutang baru “gali lubang tutup lubang”.

Selama ini ia sudah berbelanja barang online lewat Taobao sebesar RMB. 368.000,- (setara Rp. 790 juta). Epidemi tahun ini sangat mempengaruhi pendapatannya. Di awal tahun, selain membayar angsuran rumah tiap bulan sebesar RMB. 2.200,- , dia masih menanggung bayar hutang pinjaman online sebesar RMB. 150.000,-

Ekonom independen Qin Weiping mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa dampak epidemi telah menyebabkan berkurangnya lapangan kerja di daratan Tiongkok, ditambah lagi dengan berbagai faktor seperti kenaikan harga yang terus menerus dan rangsangan konsumerisme yang telah membuat kelompok hutang bertumbuh semakin banyak.

Qin Weiping mengatakan bahwa demi pertumbuhan ekonomi, pemerintah Tiongkok telah menggunakan rangsangan hedonisme dan konsumerisme untuk menaikkan tingkat konsumsi masyarakat. Serta mendukung pengembangan platform pinjaman kecil dan menengah. Dengan menurunkan ambang batas, platform ini mendorong kaum muda untuk meminjam sesuka hatinya sehingga menggiring mereka masuk ke dalam perangkap konsumsi berkelanjutan. Ini merupakan pukulan besar bagi masa depan anak-anak muda dan masyarakat Tiongkok.

“Ini berkaitan erat dengan kepentingan pemerintah. Karena kenaikan tingkat konsumsi baik untuk menumbuhkan ekonomi jangka pendek. Oleh karena itu, pemerintah menutup sebelah mata dengan mengabaikan tanggung jawabnya terhadap pengawasan. Jadi, pengawasan keuangan oleh pemerintah di daerah ini sangat lemah.

Jadi, memungkinkan lembaga pemberi pinjaman untuk ikut menumbuhkan sifat konsumtif masyarakat, sehingga sampai batas tertentu mereka ini merupakan penipu keuangan. Pinjaman yang mereka berikan itu memiliki sifat perjudian, berbunga tinggi karena berisiko tinggi, tetapi anak-anak muda tidak memahaminya sehingga mudah terjerumus”.

Pada bulan November, Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi Tiongkok pernah menyusun draft aturan untuk platform pinjaman online, yang mengharuskan perusahaan keuangan mikro untuk menyesuaikan jumlah dan durasi pinjaman secara komprehensif berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan peminjam dan sebagainya.

Namun, “Metode” ini tidak mendapat tanggapan serius dari pemerintah Tiongkok. Wang Jian, seorang senior di media keuangan Amerika Serikat berpendapat bahwa “Metode” itu justru bertujuan untuk mengamankan operasional platform yang berkecimpung di pemberian pinjaman online, dan target pengawasannya adalah semua platform, bukan debitur. Sedangkan debitur itu dikelola oleh platform, namun platform online sulit untuk benar-benar mengawasinya. (Sin)

Keterangan Foto : Setengah dari kaum muda Tiongkok berada dalam status hutang lebih besar daripada penghasilan. (Wang Zhao/AFP/Getty Images)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=dg36k49fFjc