Di dunia Ini di mana sidik jari adalah data biometrik yang paling banyak dikumpulkan dan digunakan, tidak memiliki sidik jari merupakan berkah dan kutukan, seperti yang dapat dibuktikan oleh keluarga Sarker di Bangladesh.
Selama beberapa generasi, kaum pria dari keluarga Sarker telah dilahirkan dengan ujung jari yang sangat halus, dan meskipun itu mungkin bukan masalah besar satu atau dua generasi yang lalu.
Saat ini, ketika pola berputar-putar di ujung jari kita digunakan sebagai cara utama untuk mengidentifikasi individu, itu menjadi masalah.
Misalnya, Apu dan Amal, dua pria dari keluarga Bangladesh ini tidak bisa mendapatkan SIM karena sidik jari mereka tidak ada, sementara yang lain enggan bepergian karena takut mendapat masalah di bandara, karena alasan yang sama.
“Saya membayar biayanya, lulus ujian, tetapi mereka tidak mengeluarkan SIM karena saya tidak bisa memberikan sidik jari,” kata Amal Sarker baru-baru ini kepada BBC. “Ini selalu menjadi pengalaman yang memalukan bagiku.”
Amal menambahkan bahwa dia selalu membawa tanda lulus ujian SIM saat mengemudikan sepeda motornya, tapi itu tidak membantunya saat polisi menghentikannya. Dia menunjukkan tanda lulus dan ujung jarinya yang halus, tetapi petugas polisi tetap mendendanya.
Membeli kartu SIM juga bermasalah bagi kaum pria keluarga Sarker, karena Pemerintah Bangladesh memberlakukan undang-undang yang mengatur pembelian kartu SIM dengan mencocokkan sidik jari dengan database nasional.
Tanpa sidik jari, Apu dan Amal Sarker tidak bisa mendapatkan kartu SIM mereka sendiri, dan sekarang keduanya menggunakan kartu yang dibeli atas nama ibu mereka.
Pria dalam keluarga Sarker, dari distrik Rajshahi, di Bangladesh utara, menderita kondisi genetik yang sangat langka yang disebut Adermatoglyphia.
Adermatoglyphia ini baru diketahui pada tahun 2007, ketika Peter Itin, seorang dokter kulit Swiss, melakukan pemeriksaan pada seorang wanita muda Swiss yang mengalami kesulitan untuk masuk ke Amerika Serikat, karena dia tidak memiliki sidik jari. Wajahnya cocok dengan paspornya, tapi ujung jarinya mulus sempurna.
Pemeriksaan sidik jari pasien Adermatoglyphia pertama ini, dan beberapa dari anggota keluarganya menemukan penyebab kondisi mutasi satu gen yang dikenal sebagai SMARCAD1. Kondisi yang kemudian dikenal dengan istilah “penyakit keterlambatan imigrasi” tersebut ternyata tidak menimbulkan dampak kesehatan lain selain dari tidak adanya sidik jari.
Adermatoglyphia sangat langka sehingga sejauh ini hanya terdapat segelintir keluarga di seluruh dunia.
Dermatolog Eli Sprecher, yang membantu Prof. Peter Itin mendiagnosis kondisi tersebut, telah menawarkan untuk menguji secara genetika para pria dalam keluarga Sarker dan menentukan apakah mereka menderita sejenis Adermatoglyphia.
Tetapi meskipun hal itu mungkin memberi kejelasan kepada penderita, itu tidak akan membantu mereka melakukan segala hal dunia ini dengan lebih baik di mana sidik jari menjadi begitu penting.
“Saya lelah menjelaskan situasinya berulang kali. Saya telah meminta nasihat dari banyak orang, tetapi tidak satupun dari mereka dapat memberikan jawaban yang pasti, ”keluh Apu Sarker yang berusia 22 tahun. “Seseorang menyarankan saya pergi ke pengadilan. Jika semua opsi gagal, itulah yang mungkin harus saya lakukan. “
Untungnya, kemajuan teknologi mungkin akan membantu keluarga Sarker. Misalnya, Apu, saudara laki-lakinya, dan ayahnya dapat memperoleh kartu pintar dengan memindai retina mereka.
Menurut Departemen Kartu Identitas Nasional Bangladesh, kaum pria di keluarga Sarker ini dimungkinkan untuk mendapatkan dokumen yang mereka butuhkan dengan mengidentifikasi diri mereka melalui pemindaian retina atau pengenalan wajah.
Harapan kami, semoga keluarga Sarker ini akan menemukan jalan keluarnya, agar mereka mudah untuk melakukan segala hal di dunia ini. (yn)
Sumber: odditycentral
Video Rekomendasi: