TIM KEBUDAYAAN THE EPOCH TIMES
Jelas, walaupun Kaisar Wu sangat me- nitik-beratkan ajaran Konfusius, namun tidak mengabaikan aliran lain, melainkan demi cita-cita penyatuan imperium, ia memilih bidang yang berguna dari aliran lain yang bermanfaat.
Mengumpulkan warisan budaya
Baik menaati Konfusius maupun menghargai aliran lain, telah merefleksikan si- kap keterbukaan dan rasa hormat Kaisar Wu terhadap kebudayaan dan bidang ilmu lain. Kegiatan akademis budaya di seluruh negeri tidak hanya menjadi merosot karena menghormati Konfusius, sebaliknya justru semakin kaya. Dan satu lagi sumbangsih besar Kaisar Wu terhadap kebudayaan adalah mengumpulkan berbagai tulisan dan kitab klasik, dan dijadikan sebagai suatu proyek kebudayaan pada Dinasti Han.
Pada masa peperangan antara Kerajaan Chu dengan Kerajaan Han, setelah Jendral Xiang Yu menguasai kota Xianyang, istana Xianyang dan makam Kaisar Qinshihuang dibakarnya, kobaran api itu tidak padam selama tiga bulan. Kebakaran itu menyebabkan kerusakan teramat besar bagi kebudayaan Tiongkok, mengakibatkan seluruh arsip yang dibangun dengan susah payah oleh Kaisar Qinshihuang setelah menyatukan seluruh dataran Tiongkok, berikut berbagai kitab sastra klasik sebelum Dinasti Qin musnah dalam sekejap.
“Satu obor dari Chu, menghanguskan tanah yang malang”, kitab klasik Tiongkok kuno sebelum Dinasti Qin terbakar habis. Di awal Dinasti Han,karena kekurangan pejabat yang kompeten dan tindakan yang bisa diterapkan, pencarian atas kitab-kitab tersebut tidak begitu membuahkan hasil. Hingga masa Kaisar Wu, di tengah masyarakat masih terjadi masalah “buku berserakan dan halaman buku tercecer, etika buruk musik pun rusak”, Kaisar Wu pun sangat menyayangkan hal ini!
Kaisar Wu tidak puas dengan upaya di awal Dinasti Han dalam pencarian buku- buku yang hilang, dalam surat dekrit pada tahun kelima tahun Yuan Shuo (123 SM) juga dikemukakan pentingnya mengumpulkan kembali semua karya sastra klasik itu: “Diperintahkan kepada pejabat etika untuk mendorong pembelajaran, membahas dan mencari tahu, mencari warisan dan membangkitkan etika, demi seluruh negeri.” (Kitab “Hanshu: Wudiji”) “Mencari warisan” yang dimaksud adalah mengumpulkan kembali karya sastra klasik tersebut.
Untuk itu, Kaisar Wu menempuh sejumlah tindakan: “Maka kebijakan untuk mendirikan perpustakaan, dan menempatkan pejabat pustaka, sampai ke catatan legenda berbagai filsuf, untuk mengisi perpustakaan kekaisaran.” (“Hanshu: Yiwen- zhi”) Ia membentuk lembaga khusus dan pejabatnya, membuat gulungan bambu untuk menyalin kitab-kitab kuno (di zaman itu buku terbuat dari bambu sebelum ditemukannya kertas, red.), lalu menyimpan semua tulisan filsuf kuno, kitab etika dan musik, sastra dan puisi dan berbagai karya tulis lainnya yang berhasil dikumpulkannya di dalam perpustakaan imperium.
Kitab “Suishu: Jingjizhi” juga mencatat, Kaisar Wu pernah memerintahkan agar perdana menteri, para menteri, pemimpin spiritual, doktoral, semua berkewajiban untuk mencari (salinan) kitab-kitab kuno di seluruh negeri.
Di saat pemerintah pusat berupaya menemukan kembali kitab-kitab yang hilang, para negara vasal pun bersaing meniru hal yang sama. Yang cukup terkenal di masa itu adalah Liu De Raja Xian (Xian Wang) dari Hejian, menurut catatan “Han- shu: Jing Shisan Wang Zhuan”, bila Xian Wang “mendapatkan buku berharga dari rakyat, pasti akan disalinnya, dan yang asli tetap dimiliki orang itu, lalu orang itu diberi penghargaan besar, agar orang lain menyumbangkan kitab berharganya”.
Rakyat yang telah menyumbangkan buku yang sangat berharga, Xian Wang akan menyu-ruh orang menyalin buku tersebut, buku yang asli tetap dimiliki empunya, lalu si empunya buku diberi imbalan yang besar. Sehingga di masa itu para intelek dari jauh pun datang membawakan buku warisan leluhur mereka kepada Xian Wang, maka koleksi buku Xian Wang adalah yang paling banyak, setara dengan seluruh koleksi buku yang dimiliki Dinasti Han.
Seorang lagi Raja Gong (Gong Wang) Liu Yu, yang pernah membongkar rumah tua Konfusius untuk dibangun istana bagi dirinya sendiri, tapi tanpa sengaja ditemukan puluhan kitab kuno seperti “Shang Shu”, “Li Ji”, “Lun Yu” dan lain sebagainya. Kitab kuno yang ditemukan di dalam tembok rumah Kongfusius itu, jika dibandingkan dengan koleksi perpustakaan Dinasti Han, kitab “Li Ji” 39 artikel lebih banyak, “Shang Shu” 16 artikel lebih banyak, dan ditulis dengan abjad naskah kuno (Gu Zhuan, red.), umumnya disebut “Gu Wen Jing”; kitab yang dipakai pejabat doktoral lima kitab, ditulis dengan abjad Dinasti Han (Li Shu, red.), yang umumnya disebut “Jin Wen Jing”.
Akhirnya semua kitab “Gu Wen Jing” itu dipersembahkan kepada Kaisar Wu, untuk memperkaya koleksi perpustakaan kerajaan, dan perselisihan antara “Gu Wen Jing” dan “Jin Wen Jing” pun dimulai sejak saat itu.
Tindakan pencarian kitab-kitab kuno, diprakarsai oleh Kaisar Wu dan menjadi tren budaya di seluruh Dinasti Han.
Banyak kitab kuno berhasil ditemukan, diklasifikasi, disimpan, dan muncul kembali di tengah masyarakat, menimbulkan fungsi dorongan yang sangat penting bagi kebangkitan kembali perkembangan Dinasti Han di bidang kitab klasik, sejarah, sastra, seni dan berbagai bidang budaya lainnya.
Seperti sejarawan dari Dinasti Han Barat yakni Sima Qian dan putranya, berkat koleksi kitab kuno yang kaya itu telah merampungkan karya besar yakni kitab sejarah “Shi Ji” yang “menelaah hubungan antara manusia dengan alam, mengomunikasikan perubahan sejak dulu hingga kini”. Ini juga merupakan sumbangsih budaya yang sangat besar berkat dikumpulkannya buku-buku warisan itu.(sud)
Bersambung
Video Rekomendasi :