oleh Zhang Yujie
Epidemi virus komunis Tiongkok (pneumonia Wuhan atau COVID-19) pada tahun 2019 menyebar dari daratan Tiongkok ke seluruh dunia, dan sampai sekarang masih belum juga mereda, bahkan varian virusnya sudah bermunculan di beberapa negara. Namun, jika virus Nipah tidak berhasil dibendung oleh pihak berwenang komunis Tiongkok sampai menyebar luas, maka sebagaimana yang diperingatkan oleh beberapa ahli bahwa tingkat kematiannya bisa mencapai setinggi 75%.
Baru-baru ini, ‘Access to Medicine Foundation’, sebuah organisasi nirlaba yang didanai Inggris, Belanda dan negara lain yang berkantor pusat di Belanda, dalam laporan penelitian tahunannya yang baru terbit menyebutkan, bahwa perusahaan farmasi besar dunia sedang dengan penuh konsentrasi dalam upaya penanggulangan penyebaran virus komunis Tiongkok (COVID-19), hingga nyaris tidak ada waktu untuk bersiap menghadapi pandemi berikutnya yang mungkin timbul.
Kepala eksekutif organisasi tersebut, Jayasree K Iyer mengatakan : “Penyakit yang ditimbulkan oleh virus Nipah adalah penyakit menular baru yang muncul dan menjadi perhatian besar dan dapat menyebar luas kapan saja. Pandemi berikutnya mungkin adalah penyakit infeksi yang resisten terhadap obat”.
BBC mengutip hasil analisa pakar virus Thailand Supaporn Wacharapluesadee memberitakan : Hal yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa virus (Nipah) tersebut belum ada obatnya dan memiliki tingkat kematian yang tinggi. Tingkat kematiannya dapat berkisar antara 40% hingga 75% tergantung pada lokasi berkecamuknya.
Menurut informasi yang disampaikan lewat situs resmi Kementerian Pengendalian Penyakit Menular Taiwan (Taiwan Centers for Disease Control) bahwa sampai saat ini belum ada vaksin untuk melawan virus Nipah. Inang dari virus tersebut antara lain manusia, kelelawar buah (Pteropus sp.), babi, kucing, anjing, kuda dan kambing. Masa inkubasi virus ini rata-rata 4 hari sampai 14 hari, tapi bisa juga sampai 45 hari.
Juru bicara Pusat Komando Epidemi Pusat Taiwan Chuang Jen-hsiang mengatakan pada 31 Januari, bahwa saat ini tidak dapat diprediksi dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang memantau secara cermat terhadap virus Nipah ini.
Informasi di situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan bahwa virus Nipah merupakan virus zoonosis yang dapat menular ke manusia melalui hewan yang tertular atau makanan yang terkontaminasi, atau melalui penularan langsung dari manusia ke manusia.
Manifestasi klinis dari infeksi virus Nipah pada manusia meliputi infeksi tanpa gejala, penyakit pernapasan akut, dan ensefalitis (radang otak) yang fatal. Virus tersebut dapat menyebabkan penyakit serius pada hewan seperti babi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang serius bagi peternaknya.
Virus Nipah pernah beberapa kali berjangkit di Asia, pertama kali berjangkit di Malaysia yakn bulan September 1997 sampai Juni 1999, pada saat itu, penularan yang terutama terjadi melalui kontak langsung dengan babi sakit atau daging babi yang terinfeksi.
Virus Nipah juga pernah berjangkit di Bangladesh dan India, penularannya mungkin terjadi karena kontak dengan buah yang terkontaminasi air seni atau air liur kelelawar.
Menurut laporan 2 tahunan dari ‘Access to Medicine Foundation’, diantara 16 risiko terbesar kesehatan masyarakat sebagaimana disebutkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, bahwa perusahaan farmasi belum memiliki rencana untuk menanggapi 10 jenis penyakit menular termasuk virus Nipah dan lainnya. (Sin)
Keterangan Foto : Virus Nipah merebak di Tiongkok dengan tingkat kematian hingga 75%, dan sangat mungkin menjadi pandemi berikutnya. (ARIANA DREHSLER / AFP melalui Getty Images)