3,5 Juta Orang Berada dalam Represi Transnasional Komunis Tiongkok

 oleh Li Yun

Freedom House merilis sebuah laporan berjudul : “Laporan Khusus : Represi Transnasional— Dari Tiongkok dan Tempat Lainnya — Ancaman terhadap Demokrasi Global sedang Meluas”. 

Laporan yang dirilis Pada (4/2/2021) mengungkapkan para aktivis hak asasi manusia, pembangkang dan anggota keluarga mereka telah menjadi sasaran tindakan kekerasan dan intimidasi rezim otoriter di dalam negeri, semula mereka berharap bisa melepaskan diri dari represi dengan kabur ke luar negeri. Akan tetapi, mereka menghadapi pola kekerasan dan intimidasi yang sama meskipun berada di luar negeri.

Apa yang dilakukan rezim Komunis Tiongkok?  disebutkan rezim Tiongkok telah meluncurkan gerakan represi transnasional yang paling kompleks, paling global, dan paling komprehensif terhadap warganya yang melarikan diri ke luar negeri. Cara-cara yang diadopsi oleh gerakan ini mencakup segala metode, dari ekstradisi hingga bekerja sama dengan pemerintah asing untuk menangkap dan menjadikan sebagai pembuangan dari kontrol pergerakan hingga ancaman lewat dunia maya, spyware, dan ancaman jarak jauh yang dilaksanakan oleh agen yang dibayar.

Menurut laporan tersebut, warga etnis Uighur, Tibet, praktisi Falun Gong dan pembangkang di luar negeri telah lama menghadapi penindasan transnasional sistematis yang digerakkan oleh komunis Tiongkok. 

Sejak tahun 2014, gerakan ini telah meningkat secara substansial. Namun, dalam kampanye penindasan baru di daratan Tiongkok, kelompok sasaran juga telah ditambahkan ke daftar panjang penindasan internasional.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa target serangan komunis Tiongkok telah berkembang dari warga etnis Uighur, Tibet dan praktisi Falun Gong di masa lalu ke warga etnis Mongolia Dalam dan warga Hongkong yang berada di luar negeri. Isi teknis dari metode serangan juga meningkat secara signifikan, komunis Tiongkok mengirimkan informasi melalui platform ‘WeChat’, dan memantau serta mengontrol isi diskusi di antara warga Tionghoa perantauan melalui fungsi layanan sosial dan keuangannya.

Dalam beberapa tahun terakhir, kampanye anti-korupsi gaya Xi Jinping telah meluas ke luar negeri, memasukkan hingga ribuan orang mantan pejabat komunis Tiongkok yang tinggal di luar negeri ke dalam daftar menghadapi tindakan keras. Bahkan, pengendalian dengan tuduhan melakukan penggelapan dana publik.

Laporan “Freedom House” memperkirakan bahwa sejak tahun 2014 hingga 2020, sekitar 3,5 juta orang yang telah mengalami serangan langsung atau dipengaruhi oleh intimidasi dan paksaan dari komunis Tiongkok. Setidaknya ada 608 insiden penindasan transnasional, termasuk pembunuhan, penculikan, penyerangan fisik, penahanan, atau deportasi ilegal. Teknik ini menyebar kepada komunitas-komunitas di seluruh dunia.

Kebijakan ekstrateritorial agresif komunis Tiongkok telah meluas ke etnis Tionghoa yang berwarga negara bukan Tiongkok. Salah satu kasus yang menonjol adalah penculikan terhadap pemilik toko buku etnis Tionghoa di Swedia bernama Gui Minhai. Ia diculik dan dibawa ke Tiongkok pada bulan Oktober 2015 karena menjual buku yang berisi Xi Jinping di Hongkong.

Laporan tersebut mengatakan bahwa kasus Gui Minhai membuat orang bertanya-tanya apakah komunis Tiongkok menganggap dirinya sebagai big boss dari seluruh etnis Tionghoa tak peduli dimanapun mereka berada, tetapi tidak melihat dirinya sebagai negara yang terikat oleh hukum internasional dan etika diplomatik.

Laporan juga menyebutkan bahwa setidaknya 31 negara asal telah melakukan tindakan tersebut kepada korban di 79 negara tuan rumah, menghasilkan 160 pertandingan unik antara negara asal dan negara tuan rumah. Korban-korbannya ada di Amerika Serikat, Inggris, dan negara demokrasi dewasa lainnya.

Presiden “Freedom House” Michael J. Abramowitz mengatakan : “Skala dan kekerasan dari serangan-serangan ini menyoroti bahaya yang tetap dihadapi oleh orang-orang yang bahkan mereka telah berhasil melarikan diri dari penindasan negara asal mereka. Orang buangan di seluruh dunia menggambarkan pengawasan, serangan, bahkan penculikan dan pembunuhan sebagai ancaman terus-menerus, yang membatasi kemampuan mereka untuk berbicara dengan bebas. Oleh karena itu, menghentikan represi transnasional sangat penting untuk melindungi demokrasi dan mengurangi dampak otoritarianisme.

“Freedom House” dimasukkan ke dalam daftar sanksi oleh komunis Tiongkok karena mengungkap catatan pelanggaran hak asasi manusia komunis Tiongkok, menuduhnya sebagai tindakan ikut campur urusan internal komunis Tiongkok.

Pada bulan Agustus tahun lalu, komunis Tiongkok menjatuhkan sanksi kepada 11 orang Amerika Serikat, termasuk Michael J. Abramowitz, untuk menghukum mereka karena menentang tindakan PKT menerapkan “Undang-Undang Keamanan Nasional versi Hongkong”.

Tetapi Michael J. Abramowitz tidak tergoyahkan, dan “Freedom House” masih mencantumkan komunis Tiongkok sebagai sasaran utama pengamatan. 

“Freedom House” dalam laporan terbarunya menyebutkan : Kasus-kasus yang mengejutkan dan menarik perhatian publik ini, hanyalah puncak gunung es dari sistem pengawasan, pelecehan dan intimidasi yang lebih luas, yang membuat banyak etnis Tionghoa dan etnis minoritas perantauan di negara pengasingan merasa, bahwa komunis Tiongkok sedang memantau mereka. Lebih parah lagi, membatasi kemampuan mereka untuk menggunakan hak-hak dasar mereka saat tinggal di negara asing yang menganut sistem demokrasi. (sin)

Keterangan Foto : Sebuah LSM di Amerika Serikat ‘Freedom House’ pada 4 Februari menerbitkan laporan baru yang menunjukkan bahwa represi transnasional komunis Tiongkok sedang meningkat. Gambar berupa ilustrasi belaka. (Lintao Zhang / Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=0CvgDSveYmc