Jin Shi – NTD
Pangkalan koalisi pimpinan Amerika Serikat di Irak utara diserang oleh beberapa roket pada Senin (15/2/2021) waktu setempat. Insiden itu menewaskan seorang kontraktor sipil dan melukai lima lainnya, termasuk seorang tentara Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken mengatakan pada malam (15/2) bahwa Amerika Serikat “sangat marah” atas serangan itu.
Blinken mengatakan telah menghubungi Perdana Menteri Kurdi Barzani untuk membahas insiden tersebut dan berjanji meminta pertanggungjawaban para pelaku.
Pada konferensi pers pada (16/2), juru bicara Gedung Putih Jen Psaki ditanya oleh wartawan apakah Amerika Serikat akan mengambil tindakan pembalasan atas serangan itu?
“Presiden dan pemerintah Amerika Serikat berhak untuk menanggapi pada waktu dan metode yang kita pilih. Tetapi sebelum mengambil tindakan apapun, kita harus menunggu sampai pihak yang bertanggung jawab ditentukan,” jawab Psaki.
Setelah serangan itu, Awlya al Dam, sebuah kelompok milisi pro-Iran, mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut, tetapi tidak memberikan bukti.
The Wall Street Journal melaporkan bahwa insiden ini merupakan ujian awal bagaimana Presiden Amerika Serikat, Joe Biden menangani masalah Timur Tengah.
Patrick Basham, Direktur American Democracy Institute berkomentar, “Ini memang ujian, dan kami sangat khawatir Biden tidak akan lulus ujian ini. Karena sejauh ini, dia telah membalikkan beberapa kebijakan Timur Tengah yang lebih sukses dari Presiden Trump. Misalnya, dia selalu acuh tak acuh terhadap hubungan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi, tetapi senang melakukan apa yang disukai oleh rezim Iran.”
Setelah serangan serupa pada tahun 2019 dan tahun 2020, Presiden Trump kemudian memerintahkan serangan udara pembalasan terhadap milisi yang didukung Iran. serangan itu memusnahkan Soleimani, tokoh nomor 2 Iran, pada Januari tahun 2020, yang mengejutkan dunia.
Para ahli percaya bahwa kebijakan Timur Tengah pemerintahan Trump adalah untuk memperkuat sekutunya dengan Israel guna membantu Israel berdamai dengan negara-negara Arab lainnya dan secara bersama-sama memberikan tekanan maksimum pada Iran. Sementara kebijakan pemerintahan Biden malah sebaliknya.
Patrick Basham, Direktur Institut Demokrasi Amerika menilai Pemerintahan Biden melanjutkan kebijakan pemerintahan presiden Obama dengan Biden, yang percaya bahwa menyenangkan dan menenangkan Iran adalah cara untuk meminimalkan konflik di Timur Tengah.
Amerika Serikat saat ini memiliki sekitar 2.500 tentara yang ditempatkan di Irak untuk memberikan bimbingan kepada tentara Irak dan pasukan Kurdi.
Pemerintahan Obama pernah menarik pasukan Amerika Serikat dari Irak pada tahun 2011. Kebijakan itu dikritik karena menyebabkan kekosongan kekuasaan dan mendorong bangkitnya organisasi teroris ISIS. (hui)
Video Rekomendasi :