Yang Wei
Setelah Joe Biden akhirnya melakukan pembicaraan pertamanya dengan pemimpin partai komunis Tiongkok, Xi Jinping pada tanggal 10 Februari, media pemerintah Xinhua mengumumkan selama tiga hari, bahwa panggilan tersebut mengirimkan “sinyal-sinyal positif.”
Tetapi, sinyal-sinyal tersebut jelas-jelas tidak cukup kuat. Pasalnya, pada 14 Februari, corong Beijing People’s Daily mengeluarkan komentar lain. Artikel itu ditulis di bawah nama pengarang “Bells,” berjudul “Mempromosikan Sebuah Perkembangan Hubungan Tiongkok-Amerika Serikat yang Sehat dan Stabil.” Artikel itu mendesak kedua pihak untuk “bertindak.”
“Bells” adalah nama samaran bersama untuk komentator People’s Daily. Mereka sering menerbitkan editorial mengenai topik-topik terpenting, itu setelah menerima instruksi-instruksi dari level tertinggi Partai Komunis Tiongkok. Partai Komunis Tiongkok jelas-jelas persis mengetahui, bahwa pernyataan Xinhua mengenai apa yang disebut “sinyal-sinyal positif” adalah bersifat menipu. Hal demikian dimaksudkan untuk mengabaikan hubungan Amerika Serikat-Tiongkok yang sedang menurun. Panggilan telepon antara kedua pemimpin itu, telah mengungkapkan perbedaan-perbedaan yang serius. Adapun situasi tersebut sebenarnya lebih seperti rintangan lain.
Itulah mengapa “Bells” diinstruksikan untuk berbicara. Jelas-jelas, rezim Komunis Tiongkok sedang cemas.
Artikel People’s Daily tersebut menyerukan “tindakan” di kedua belah pihak. Ini adalah istilah Partai Komunis yang standar. Itu digunakan untuk memobilisasi secara internal. Kini juga sedang digunakan dalam keadaan darurat dalam hubungan Amerika Serikat-Tiongkok. Partai Komunis Tiongkok sudah “bertindak,” tetapi pemerintahan Joe Biden yang baru tampaknya tidak bergerak.
Dialog antara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken dan diplomat komunis Tiongkok Yang Jiechi, dan dialog antara Joe Biden dengan Xi Jinping sebenarnya sedang berlangsung tujuan pembicaraan. Tidak ada konsensus untuk langkah selanjutnya. Joe Biden masih dalam mode kesabaran strategis. Ia tidak memiliki rencana untuk “bertindak” untuk saat ini.
Tetapi para pemimpin tertinggi Partai Komunis Tiongkok tidak sabar.
Terlebih lagi, rezim Komunis Tiongkok baru-baru ini, melarang BBC dan kembali memprovokasi Inggris dan Eropa. Sedangkan upaya Komunis Tiongkok untuk bersatu dengan Uni Eropa melawan AS, tampaknya tidak akan berhasil.
Artikel oleh “Bells” itu mengungkapkan kebenaran mengenai percakapan Amerika Serikat-Tiongkok: tidak ada “sinyal-sinyal positif,” dan pemerintah Amerika Serikat yang baru tampaknya tidak aktif dalam melibatkan Tiongkok.
‘Peristiwa Terpenting’
Artikel tersebut lebih lanjut menyatakan bahwa, “salah satu peristiwa terpenting dalam hubungan internasional dalam setengah abad terakhir, adalah restorasi dan pengembangan hubungan Tiongkok-Amerika Serikat.”
Ini akhirnya memunculkan sentimen-sentimen terdalam dari pimpinan tertinggi Partai Komunis Tiongkok. Hubungan Amerika Serikat-Tiongkok memang sangat penting bagi rezim Komunis Tiongkok.
Hubungan Amerika Serikat-Tiongkok, terkait langsung dengan kelangsungan hidup rezim Partai Komunis Tiongkok. Bahkan, terkait langsung dengan status dan prestise pemimpin tertinggi Partai Komunis Tiongkok.
Meningkatkan hubungan Amerika Serikat-Tiongkok dengan cepat, adalah kunci bagi para pembuat kebijakan tertinggi Partai Komunis Tiongkok yang berupaya keluar dari kesulitan internal dan kesulitan eksternal. Meningkatkan hubungan Amerika Serikat-Tiongkok tidak dapat terjadi cukup cepat.
Artikel tersebut mengutip perkataan Xi Jinping, yaitu Tiongkok maupun Amerika Serikat akan “mendapatkan keuntungan dari kerja sama, dan mendapatkan kerugian akibat konfrontasi.” Ini berarti, Xi Jinping masih berupaya membujuk pemerintah AS yang baru, untuk sesegera mungkin membuat kelonggaran-kelonggaran.
Artikel tersebut juga mengeluhkan kebijakan mantan Presiden Donald Trump terhadap Tiongkok: “Selama beberapa tahun terakhir, hubungan Tiongkok-Amerika Serikat telah menemui kesulitan yang paling serius, sejak pembentukan hubungan diplomatik bilateral.”
Artikel tersebut selanjutnya mengatakan bahwa, semoga, pemerintahan AS yang baru akan “menemukan sebuah cara yang praktis untuk mendorong hubungan bilateral keluar dari keadaan sulit dan kembali ke jalur semula secepatnya.”
Namun, dalam seruannya untuk “bertindak,” artikel tersebut memberitahukan pemerintahan Joe Biden untuk “bertindak secara hati-hati”. Sesuai dengan persyaratan dan tuntutan Partai Komunis Tiongkok yang berbunyi : “Perlu ditunjukkan bahwa Tiongkok berkomitmen untuk mengembangkan hubungan kerja sama dengan Amerika Serikat, tetapi kerja sama semacam itu harus berdasarkan prinsip. Taiwan, masalah terkait Hong Kong, dan masalah terkait Xinjiang adalah urusan dalam negeri Tiongkok.”
Mengenai masalah-masalah ini, kedua pihak menghadapi konfrontasi yang serius, dan Partai Komunis Tiongkok sekali lagi membuat sebuah pernyataan yang kuat. Selain itu, tuntutan kepada pemerintahan Biden untuk menyerah. Tetapi, jika AS tidak membuat kelonggaran-kelonggaran, bagaimana Partai Komunis Tiongkok menangani perbedaan-perbedaan tersebut?
Media rezim Komunis Tiongkok tidak berani menyebutkan lebih banyak perbedaan, tetapi terus berharap untuk “pembentukan kembali berbagai mekanisme dialog.”
Rezim Komunis Tiongkok berharap mempercepat dialog. Meskipun tidak membawa hasil yang nyata, dialog berfungsi sebagai aksi publisitas. Dialog juga akan sangat mengurangi tekanan pada para pemimpin tertinggi rezim komunis Tiongkok. Tetapi, situasi sebenarnya justru sebaliknya.
Artikel tersebut berulang kali menyerukan untuk “menghindari kegagalan berkomunikasi secara memadai dan salah perhitungan.” Tentu saja hal tersebut menyiratkan bahwa pemerintahan Amerika Serikat yang baru memiliki “salah paham dan salah menilai.”
Artikel tersebut juga meminta pemerintahan Joe Biden untuk membuat “keputusan-keputusan politik yang benar”. Tulisan lainnya juga meminta “mempertimbangkan kerja sama dan tidak membuat konfrontasi yang disengaja.”
Sekali lagi,rezim Komunis Tiongkok dengan cemas berteriak. Rezim juga meminta Joe Biden untuk membuat kelonggaran-kelonggaran sesegera mungkin. Selanjutnya, terus meningkatkan tawar-menawar yang menguntungkan Partai Komunis Tiongkok. Tentunya, dengan meminta Amerika Serikat untuk menerima sebuah kesempatan yang sama. Tak lain, dengan mengatakan bahwa “sebagai dua ekonomi teratas dunia dan anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, ada juga ruang yang luas untuk kerja sama dalam berbagai masalah-masalah global antara Tiongkok dengan Amerika Serikat.”
Mundurnya Joe Biden dari kebijakan pemisahan Donald Trump, sebenarnya telah melunakkan hubungan Amerika Serikat-Tiongkok. Tindakan Biden dianggap sebagai sebuah kelonggaran.
Tidak mengherankan, hal ini menyebabkan rezim Komunis Tiongkok terus menekan, selangkah demi selangkah. Para pemimpin Komunis Tiongkok tingkat-tinggi, berada di tengah kesalahan penilaian yang lebih besar.
Tentu saja, Joe Biden juga tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab. Kelonggaran sesungguhnya yang terbesar dari Joe Biden adalah, tidak meminta pertanggungjawaban rezim Komunis Tiongkok karena merahasiakan pandemi. Rezim Komunis Tiongkok tidak menghargai hal tersebut. Rezim Komunis Tiongkok hanya terus-menerus mencegah penyelidikan asal-muasal virus Komunis Tiongkok, rezim Komunis Tiongkok juga terus-menerus menyalahkan AS atas wabah tersebut. Tujuannya untuk terus memojokkan Amerika Serikat.
Pada tanggal 14 Februari, Kedutaan Besar Tiongkok di Amerika Serikat mengeluarkan sebuah pernyataan yang berbunyi: “Organisasi Kesehatan Dunia adalah sebuah organisasi internasional multilateral yang berwenang di bidang kesehatan, bukannya di pasar malam di mana seseorang dapat datang dan pergi seenaknya.… Apa yang telah dilakukan Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir adalah… sangat merusak kerja sama dunia internasional mengenai COVID-19.… Diharapkan bahwa Amerika Serikat akan menahan diri standar tertinggi.”
Joe Biden lalai meminta pertanggungjawaban rezim Komunis Tiongkok atas pandemi. Tetapi, tidak hanya Komunis Tiongkok tidak membuat kelonggaran-kelonggaran, rezim Komunis Tiongkok menambahkan serangan lebih lanjut.
Joe Biden mungkin percaya, bahwa untuk sementara tetap rendah hati dan kesabaran secara bertahap akan mengatasi masalah tersebut. Meskipun Joe Biden “menggarisbawahi keprihatinannya yang mendasar atas praktik ekonomi Beijing yang memaksa dan tidak adil, tindakan keras di Hong Kong, pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, dan tindakan yang semakin tegas di wilayah tersebut, termasuk terhadap Taiwan,” demikian menurut penjelasan Gedung Putih pada tanggal 2 Februari, akan tetapi pemahaman Joe Biden mengenai Partai Komunis Tiongkok masih jauh dari menyeluruh.
Joe Biden juga “menegaskan prioritas-prioritasnya untuk melindungi keamanan, kemakmuran, kesehatan, dan cara hidup rakyat Amerika Serikat, serta pelestarian Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.”
Namun, rezim Komunis Tiongkok justru memprovokasi “prioritas-prioritas” Joe Biden dan “keprihatinan” Joe Biden “yang mendasar.” Pertanyaannya adalah, seberapa jauh Joe Biden bersedia mundur dengan menggunakan kesabaran strategis?
Yang Wei telah mengikuti urusan Tiongkok selama bertahun-tahun. Dia telah berkontribusi dalam komentar politik tentang Tiongkok untuk Epoch Times berbahasa Mandarin sejak 2019.
Keterangan Foto : Wakil Presiden AS Joe Biden (kanan) dan Xi Jinping berbicara selama pertemuan bilateral yang diperluas dengan pejabat AS dan Tiongkok lainnya di Ruang Roosevelt di Gedung Putih di Washington pada 14 Februari 2012. (Chip Somodevilla / Getty Images)