4 “Lubang Menganga” di Hadapan Xi Jinping, Dapatkah Menjabat Kembali untuk ketiga Kalinya?

Wang Youqun

Tahun depan Partai Komunis Tiongkok (PKT) akan menggelar Kongres Nasional ke-20, dapatkah Xi Jinping menjabat kembali untuk ketiga kalinya? hal ini akan menjadi penentuan yang menyangkut hidup dan mati. 

Pada 22 Januari 2021, dalam rapat pleno Komisi Kedisiplinan V Partai Komunis Tiongkok, Xi Jinping mengatakan, korupsi adalah “ancaman terbesar” yang sedang dihadapi PKT; memberantas korupsi adalah suatu “pertarungan politik yang jangan sampai dan tidak boleh kalah”. 

Keesokan harinya 23 Januari, kantor berita Xinhua menerbitkan artikel yang menyebutkan, “Korupsi dalam politik adalah korupsi yang paling besar. Sejumlah oknum korup membentuk kelompok yang berkepentingan, berusaha mencuri kekuasaan partai dan negara.”

Xi sejak awal 2013 telah mengobarkan perang memukul harimau atau istilah untuk memberantas korupsi. Hing-ga Kongres Nasional ke-19 PKT pada Oktober 2017 silam, Xi mengatakan “Pemberantasan korupsi telah membentuk situasi yang luar biasa”. 

Hingga 13 Desember 2018, pada rapat Politbiro PKT menyebutkan, “Pemberantasan korupsi telah meraih kemenangan yang luar biasa”. Jika memang seperti itu, mengapa di Januari 2021 Xi masih mengulangi pernyataan yang sama? Kenapa kantor berita Xinhua juga masih membicarakan ada oknum yang berusaha menyabotase kekuasaan?

Pemberantasan korupsi PKT pada hakikatnya tidak mampu meraih “kemenangan luar biasa.” Dikarenakan, dalang utama yang membacking oknum korupsi paling parah di kalangan petinggi pemerintah dan militer yakni Jiang Zemin dan Zeng Qinghong, masih belum terjangkau oleh hukum. Pohon besar dan korupsi itu belum tumbang, maka para kawanan “monyet”-nya belum bisa dibubarkan.

“Deep state”, atau “pemerintahan bayangan”, atau “rawa-rawa Beijing” yang dikepalai oleh Jiang Zemin dan Zeng Qinghong, adalah “mimpi buruk” terbesar bagi Xi. Hingga saat ini, setidaknya mereka telah menggali empat lubang besar menganga yang disiapkan bagi Xi Jinping, agar Xi terperosok ke dalamnya.

Pertama, Kultus Individu

Sebelum menjadi pemimpin partai di Kongres Nasional ke-18 pada 2012, Xi tidak memiliki prestasi politik yang menonjol, hanya merupakan seorang pejabat PKT yang sangat biasa. 

Waktu itu, ada dua orang putra mahkota partai atau Taizidang. Yang pertama adalah putra seorang sesepuh/senior PKT Bo Yibo yakni Bo Xilai, dan yang kedua adalah putra sesepuh PKT lainnya Xi Zhongxun yakni Xi Jinping. 

Bo sangat berprofil tinggi, mendominasi dan sangat agresif. Sedangkan secara permukaan Xi terlihat jujur dan polos, serta lebih berprofil rendah. Setelah mempertimbangkan sana sini, akhirnya para sesepuh PKT pun memilih Xi Jinping sebagai penerus kekuasaan.

Setelah menjabat, Xi tidak ingin bernasib sama dengan pendahulunya, Hu Jintao yang menjadi boneka dan tunduk pada “deep state” yang dikepalai oleh Jiang Zemin dan Zeng Qinghong. Maka dikobarkanlah “perang pukul harimau” memberantas korupsi, berupaya merebut kekuasaan tertinggi dari tangan Jiang dan Zeng. 

Perang ini, diberkati oleh Langit karena di dalam hati Xi masih terdapat keyakinan “ada Dewa tiga kaki di atas kepala”, dari yang awalnya “sulit melangkah” sampai terjadi “bentrok kedua kubu menemui jalan buntu”, dan akhirnya Xi berada di atas angin. Selama 5 tahun, Xi telah menciduk 440 orang pejabat tinggi setingkat wakil gubernur (departemen) ke atas, ujung  tombaknya telah diarahkan pada  Jiang dan Zeng.

Jiang Zemin dan Zeng Qinghong melihat situasi tidak menguntungkan. Maka sebelum Kongres Nasional ke-19, keduanya pun berkompromi dengan Xi: Jiang dan Zeng mengakui posisi “kekuatan inti Xi”, dan Xi tidak memperkarakan korupsi yang dilakukan oleh Jiang dan Zeng. 

Akan tetapi, diam-diam Jiang dan Zeng telah mengatur luar dalam, memasang lubang perangkap di mana-mana untuk menjebak Xi. Salah satu lubang perangkap itu adalah, orang kepercayaannya di Departemen Propaganda yang dikerahkan untuk memberikan berbagai pujian bagi Xi, membuat Xi Jinping mabuk kepayang dan menjadi terlena.

Orang yang akan “menghabisi Xi dengan pujian itu” awalnya adalah orang kepercayaan Jiang dan Zeng, yakni salah seorang anggota Tetap Komite Politbiro di Kongres Nasional PKT ke-19 yang menguasai Departemen Propaganda yang bernama Liu Yunshan. Ia sekarang digantikan oleh Wang Huning yang juga merupakan orang kepercayaan Jiang Zemin dan Zeng Qinghong, yang menguasai Departemen Propaganda merangkap anggota tetap Komite Politbiro.

Kedua, Ubah Konstitusi, Hapus Masa Jabatan Kepala Negara

Pada 11 Maret 2018, dalam suatu rapat pada Kongres Rakyat Nasional PKT ke-13, telah diloloskan penghapusan peraturan “masa jabatan kepala negara tidak boleh lebih dari dua kali”. 

Tindakan ini menyulut gejolak yang menggemparkan di dalam maupun luar negeri, dan hingga kini suara protes itu pun belum sepenuhnya hilang.

Xi melakukannya, karena terlalu banyak orang yang merasa dirugikan dalam aksi pemberantasan korupsinya memukul harimau. Ia khawatir setelah dirinya lengser akan ada orang yang membuat perhitungan dengan dirinya. Xi mengira, setelah mengubah konstitusi, ia dapat menjabat seumur hidup. Sehingga dapat menjaga keselamatan dirinya dan keluarganya. Tapi, tindakan itu selain menuai kecaman terhadap dirinya sendiri, juga tidak memiliki makna riel.

Pertama, amandemen itu telah merusak peraturan “menghapus sistem jabatan seumur hidup seorang kader pemimpin partai” yang dibuat oleh Deng Xiaoping. Konstitusi PKT 1982 menetapkan, kepala negara “tidak boleh menjabat lebih dari dua masa jabatan”. Hingga 2017, peraturan tersebut telah diterapkan selama 35 tahun. 

Aturan tersebut dipandang sebagai prestasi penting dari Deng Xiaoping yang “menghapus sistem jabatan seumur hidup seorang kader pemimpin partai”. Dari Deng Xiaoping hingga Jiang Zemin lalu Hu Jintao, setidaknya secara resmi telah terwujud tidak adanya jabatan seumur hidup..

Kedua, Sekjen PKT dan ketua Komisi Militer Pusat tidak ada masa jabatan. Walaupun tidak lagi menjabat sebagai kepala negara, Xi Jinping masih bisa menjadi Sekjen PKT dan ketua Komisi Militer Pusat, sama sekali tidak perlu menetapkan sistem masa jabatan seumur hidup seorang kepala negara.

Ketiga, kepala negara PKT tidak memiliki banyak kekuasaan kongkrit, justru yang banyak adalah jabatan yang bersifat seremonial. Dulu, ketika Liu Shaoqi menjabat sebagai kepala negara PKT, Mao Zedong tetap bisa menjatuhkannya. Waktu itu, Lin Biao mengemukakan agar diangkat seorang kepala negara, Mao Zedong bersikeras menolaknya. Setelah Lin Biao disingkirkan, usulannya mengangkat seorang kepala negara justru telah menjadi salah satu kejahatan dirinya dengan tuduhan hendak “merebut kekuasaan partai dan pemerintah”. Bagi PKT, ada kepala negara atau tidak bukanlah hal penting.

Keempat, PKT meyakini “dari laras senapan lahir kekuasaan”, barang siapa yang menguasai militer, maka dialah yang akan menjadi “boss” yang sebenarnya. Pada musim semi 1992, Deng Xiaoping menyampaikan “pidato inspeksi ke selatan”. Waktu itu, Deng hanya seorang anggota partai PKT. Tidak ada jabatan penting apapun. Tetapi, Jiang Zemin yang waktu itu menjabat sebagai Sekjen PKT, merangkap kepala negara, merangkap Ketua Komisi Militer PKT, harus tunduk kepada Deng. Jika tidak, Deng bisa dengan mudah melengserkannya. 

Sebelumnya, Deng telah melengserkan Ketua PKT Pusat, yang merangkap sebagai Perdana Menteri pada Dewan Negara, sekaligus juga Ketua Komisi Militer Pusat yakni Hua Guofeng. Juga melengserkan Sekjen PKT yakni Hu Yaobang, juga Zhao Ziyang, karena kekuasaan militer ada di tangan Deng dan orang-orang kepercayaannya.

Hu Jintao pernah menjabat sebagai Sekjen PKT, kepala negara, Ketua Komisi Militer Pusat (2003- 2013), tapi Hu harus tunduk terhadap Jiang. Jika tidak, maka Jiang sewaktu-waktu bisa menciduk Hu, karena kekuasaan militer di masa itu berada di tangan orang-orang kepercayaan Jiang.

Sejak diubahnya konstitusi 2018, di antara orang-orang yang menentang Xi, banyak di antaranya yang akan menjadikan tindakan Xi “mengubah konstitusi jabatan seumur hidup”, sebagai salah satu kejahatan terbesarnya. Bagi Xi, mengubah konstitusi dan menghapus batas masa jabatan kepala negara, sejatinya adalah “jurus dungu”.

Siapakah yang mengusulkan ide ini? Mungkin Wang Huning yang kini menjabat sebagai Anggota Tetap Komite Politbiro PKT. Pada 29 September 2017, rapat Komite Politbiro PKT memutuskan untuk mengubah konstitusi. Dibentuklah sebuah tim amandemen konstitusi, ketua tim tersebut adalah Zhang Dejiang. Ia kala itu merupakan Ketua Kongres Rakyat Nasional PKT, sedangkan wakil tim adalah Wang Huning yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Kantor Riset Kebijakan pusat. Juga, Li Zhanshu yang menjabat sebagai Kepala Kantor Komisi Pusat. 

Karena Zhang Dejiang akan pensiun pada Oktober tahun yang sama pada Kongres Nasional PKT ke-19, maka namanya hanya sebagai simbol saja. Li Zhanshu waktu itu adalah orang kepercayaan Xi Jinping di Kantor Komisi Pusat, tugasnya sangat banyak dan sangat sibuk. Tim ini kemungkinan sepenuhnya dikuasai oleh Wang Huning seorang.

Wang Huning adalah orang kepercayaan yang diatur oleh Jiang Zemin dan Zeng Qinghong untuk berada di dekat Xi. Wang pernah melayani tiga pemimpin PKT berturut-turut, mulai dari Jiang Ze- min, Hu Jintao, dan Xi Jinping, serta dijuluki sebagai “penasihat tiga dinasti.” Sebagai “wadah pemikir” tertinggi PKT, tugas terpentingnya adalah membantu pemimpin PKT dalam menyumbangkan ide dan merencanakan kebijakan.

Memanfaatkan kesempatan memegang tanggung jawab mengubah konstitusi, Wang Huning mengusulkan ide ini bagi Xi. Sepintas, sepertinya demi kepentingan Xi, juga dengan tujuan menjaga Xi, namun sebenarnya niatnya sangat berbahaya.

Ketiga. Membuat Xi Menguasai Segalanya, Begitu Timbul Masalah Semua adalah Tanggung Jawab Xi

Xi Jinping adalah Sekjen PKT, kepala negara, Ketua Komisi Militer Pusat, seluruh kekuasaan tertinggi militer maupun administratif terpusat pada satu orang.

Xi juga merupakan Ketua Komisi Reformasi Mendalam Komprehensif Pusat, Ketua Komisi Keamanan Internet dan Informatisasi Pusat, Ketua Komisi Keuangan Pusat, Ketua Komisi Urusan Luar Negeri Pusat, Ketua Komisi Total Supremasi Hukum Pusat, Ketua Komisi Keamanan Nasional Pusat, ketua tim Pemimpin Pekerjaan Terhadap Taiwan Pusat, ketua tim Pen- dalaman Pertahanan dan Reformasi Militer Komisi Militer Pusat, Komando Pusat Kendali Perang Bersama Komisi Militer Pusat, dan lain sebagainya.

Hingga Kongres Nasional PKT ke-19 Tahun 2017, kehormatan dan kekuasaan Xi telah mencapai puncaknya. Orang di posisi tertinggi, seharusnya mengutamakan hal besar dan melepaskan hal kecil. Bisa menyisihkan waktu dan tenaga, memikirkan masalah penting yang bersifat terarah, mencakup segala aspek, jangka panjang, dan fundamental. Juga harus menetapkan kebijakan dan strategi, mahir menggunakan orang yang bebakat. Oleh sebab itu, orang di posisi tertinggi, seharusnya sedapat mungkin mengurangi atau sama sekali tidak mengemban tugas yang lain.

Tetapi, setelah Kongres Nasional PKT ke-19, jabatan yang dirangkap Xi kian lama kian banyak. Kelihat annya seperti seluruh kekuasaan besar telah dalam genggamannya. Sebenarnya hanya melelahkan diri sendiri saat menjalankannya. Sehingga hubungan Komunis tiongkok-AS semakin memburuk hingga puncaknya, “satu negara dua sistem” di Hong Kong pun ikut hancur. 

Adapun strategi untuk menyatukan Taiwan dengan “satu negara dua sistem” hanya tinggal harapan… keluhan rakyat semakin mendidih, krisis mengancam dari segala penjuru.

Membuat Xi Jinping menguasai segalanya, agar terlalu sibuk sepanjang hari, sama sekali tidak ada waktu dan tenaga memikirkan hal besar. Itu membuat kartu as di tangan Xi menjadi kartu jelek. Lalu melemparkan semua tanggung jawab itu ke bahu Xi Jinping. Ini mungkin merupakan satu lagi “lubang besar” yang digali oleh Wang Huning bagi Xi Jinping.

Keempat. Menempatkan banyak kroni di sekitar Xi

Jiang Zemin dan Zeng  Qinghong pernah menjadi kepala “deep state” PKT, dari pusat ke daerah, dari dalam negeri ke luar negeri, di mana-mana dipenuhi oleh kroni mereka.

Di antara tujuh anggota Komite Tetap Politbiro PKT ke-19, Wang Huning, Han Zheng, dan Zhao Leji, semuanya kroni dari  Jiang dan Zeng. 

PM Li Keqiang awalnya adalah anggota korps yang dipromosikan oleh Hu Jintao. Wang Huning menggunakan mesin propaganda yang dia kendalikan untuk terus menciptakan perselisihan antara Xi Jinping dan PM Li Keqiang. Sampai batas tertentu, telah memainkan peran mengasingkan Xi dan Li. 

Wang Yang juga dianggap sebagai sosok dari korps. Di antara tujuh anggota Komite Tetap Politbiro, kroni sejati Xi hanyalah Li Zhanshu.

Ada sosok lain yakni Wang Qishan, wakil Kepala Negara yang dikenal sebagai “anggota ke-8 Komite Tetap Politbiro.”

 Awalnya Wang membantu Xi melawan korupsi dan memberikan kontribusi yang besar. Namun, berkat upaya keras Jiang dan Zeng di dalam dan luar negeri untuk mengadu-domba Xi dan Wang Qishan, dalam makna tertentu telah berdampak pada kerenggangan hubungan antara Xi dan Wang.

Sebelum Xi berkuasa, militer berada di tangan Jiang dan kroninya untuk waktu yang lama. Dua kroni Jiang dan Zeng: Xu Caihou dan Guo Boxiong, yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua Komisi Militer Pusat. Menjadi kaya raya berkat jual-beli jabatan adalah rahasia umum. Dilaporkan bahwa Guo Zhenggang, putra Guo Boxiong, pernah berkata: “Separuh lebih dari seluruh kader militer dipromosikan oleh keluarga saya.”

Dalam lebih dari delapan tahun sejak Xi berkuasa, tujuh pejabat senior militer dan politik di Garnisun Beijing telah diganti, empat komandan juga telah diganti: Zheng Chuanfu, Pan Liangshi, Wang Chunning, dan Fu Wenhua. Tiga komisaris politik telah diganti: Gao Donglu, Jiang Yong, dan Zhang Fandi. Mengapa? Xi tidak memercayai siapa pun.

Pada 10 Februari, PKT mengadakan acara Pesta Tahun Baru Imlek. Di sekitar Xi, sekelompok orang berbaju hitam khusus. Mereka diatur untuk memantau berbagai pejabat senior yang menghadiri pertemuan tersebut. Rasa ketidakamanan Xi terkenal di seluruh dunia.

Pertarungan Sengit PKT Sedang Berlangsung di Atas Panggung 2021 adalah kesempatan terakhir bagi kelompok anti-Xi di dalam internal partai untuk menyingkirkan Xi.

Perubahan dramatis dalam situasi perpolitikan AS, terutama “deep state” AS mengerahkan semua kekuatannya dan menghabiskan empat tahun mengusir Trump dari Washington. Terlebih lagi, hal itu merupakan motivasi besar bagi “deep state” dari PKT untuk menyingkirkan Xi.

Diperkirakan pada 2021, kelompok anti-Xi akan tetap menggunakan “kultus individu”, “amandemen konstitusi”, dan “monopoli kekuasaan” sebagai dalih untuk menyerang Xi. 

Jiang dan kroni-kroninya yang disusupkan di kiri dan kanan Xi, pasti akan bergabung untuk menjatuhkan Xi. Sedangkan Xi pasti akan terus melanjutkan membersihkan lawan atas nama antikorupsi.

Klaim Xi bahwa anti korupsi “jangan sampai kalah dan tidak boleh kalah” menunjukkan bahwa, Xi telah menyadari bahwa bahayanya sudah dekat. Akan tetapi, Xi belum menyadari akar bahayanya ada di mana. PKT semasa di bawah kepemimpinan Jiang Zemin dan Zeng Qinghong, telah sejak lama menjadi partai paling korup di dunia, tapi Xi malahan mati-matian melindungi partai.

Empat “lubang besar” yang disebutkan di atas, semuanya digali oleh Jiang, Zeng beserta kroni mereka, dengan menggunakan kompleksitas Xi untuk “melindungi partai”. Jika Xi terus melindungi partai, sebagai konsekuensinya dia dipastikan akan terperosok ke dalam lubang-lubang besar tersebut. (sud)

Keterangan Foto : Xi Jinping dalam krisis (PHILIP FONG / AFP via Getty Images)