Lord David Alton dari Liverpool : Kengerian Jumat Agung adalah Kengerian di Zaman Kita

Liang Yao – Epochtimes.com

Anggota Majelis tinggi parlemen Inggris, House of Lords, David Alton dari Liverpool  mengatakan tanpa kepastian Paskah, tidak ada alasan untuk menggambarkan Jumat (2/4/2021) sebagai “Jumat Agung”. 

Asal dan etimologi kata ini telah hilang dalam kabut waktu, tetapi para ahli percaya bahwa arti kata ini berakar pada niat baik yang mewakili kesucian atau kesalehan. Dalam bahasa Inggris Kuno, Jumat Agung disebut “Jumat Panjang”, dan di Timur kadang-kadang secara grafis disebut sebagai “Jumat Hitam”.

Ia mengatakan : “Apakah Anda percaya atau tidak, cerita Jumat ini adalah hari yang buruk untuk keadilan: pengadilan yang tidak adil, penyiksaan dengan kekerasan, menginjak-injak martabat manusia.”  Ia mengungkapkan tentang Film The Passion of the Christ “disutradarai oleh Mel Gibson” menggambarkan tentang penyaliban yang menakutkan. 

Dia mengatakan bahwa penyaliban orang yang tidak bersalah adalah cerita kuno. Pernyataan ini adalah cerita dengan gaung kontemporer.

Lord Alton menekankan bahwa ada lebih banyak agama di dunia saat ini, bukan lebih sedikit. Lantas, bagaimana selanjutnya orang-orang beradaptasi satu sama lain,  bernegosiasi satu sama lain – atau kurangnya kepercayaan satu sama lain. Kemudian, bagaimana orang-orang belajar untuk bergaul satu sama lain atas dasar rasa hormat yang tulus untuk perbedaan, inilah masalah yang menentukan pada zaman sekarang dan yang harus dipecahkan. “

Dia menekankan bahwa setelah Holocaust pada tahun 1948, para pemimpin dunia mengumumkan “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia” (UDHR) dan “Konvensi tentang Genosida.” Dengan rusaknya institusi internasional, deklarasi dan perjanjian ini serta kewajiban  yang dihasilkan perlu diperbarui dan harus segera disesuaikan.

Dia juga mengatakan bahwa “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia” adalah tanggapan dunia yang beradab terhadap kejahatan abad ke-20 – dari pembantaian Armenia hingga kamp konsentrasi Stalin Gulag dan Hitler. Tujuan yang dinyatakan dari deklarasi tersebut adalah untuk mencapai “standar yang sama bagi semua orang dan semua negara.”

“Empat pembunuh abad ke-20 yakni Mao, Stalin, Hitler, dan Pol Pot, dipersatukan oleh kebencian mereka terhadap agama. Ini adalah abad paling berdarah dalam sejarah manusia, menewaskan 100 juta orang. Dan, sekarang, di abad ke-21, jutaan orang meninggal dunia atau terpaksa meninggalkan rumah mereka, biasanya karena Iman mereka. “

Pasal 18 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yakni hak untuk berkeyakinan. Lord Alton menekankan bahwa “menutup mata (terhadap penganiayaan) dan berpura-pura tidak tahu akan membuat penganiayaan menjadi kejahatan yang kejam. Menutup mata juga akan melanggar perjanjian 30 ketentuan lainnya dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.. “

Dia berkata: “Bagi banyak orang, penderitaan pada Jumat Agung terjadi setiap hari.” 

Ketika berbicara tentang penganiayaan di Tiongkok, Lord David Alton berkata: pemberangusan kelompok Muslim Uighur, Umat Kristen Hong Kong dipenjara, penderitaan Tibet, Umat Buddha, pembunuhan terhadap Praktisi Falun Gong, memusnahkan gereja dan menangkap pendeta.”

Dia mengatakan bahwa orang yang mencetuskan istilah “Genosida” adalah Raphael Lemkin, seorang pengacara Yahudi di Polandia. Ia percaya bahwa “kerjasama internasional” diperlukan “untuk membebaskan umat manusia dari momok keji ini.”

William Hague, anggota British House of Lords, mengatakan bahwa “ada kesenjangan besar antara komitmen negara dan realitas tindakannya.” Lord Alton mendukungnya. Dia mengatakan bahwa sebagai penandatangan perjanjian itu, kita harus berkomitmen untuk pencegahan, perlindungan, dan punishmant.

Lord Alton berkata, “The Genocide Convention and Article 18 of the Universal Declaration of Human Rights keduanya dokumen sekuler. Mereka tetap dapat memberikan harapan terbaik bagi orang-orang yang beragama dan non-agama. Melalui program bantuan Inggris, didukung dengan tindakan yang terfokus dan diprioritaskan, kita  bisa membalikkan situasi. “

“Jika suatu hari kita memikirkan kembali pengadilan yang tidak adil, penggunaan penyiksaan dengan kekerasan, menginjak-injak martabat manusia, dan penggunaan keadilan untuk pembunuhan, kita mungkin bertanya apakah kita telah melangkah ke nada yang sama sekali berbeda (dari konvensi internasional), seringkali menyetujui pertumpahan darah orang yang tidak bersalah? ” Demikian pernyataan Lord Alton. 

 Siapa Lord David Alton?

Lord David Alton telah bertugas di Parlemen Inggris sejak 1979. Dia telah melakukan perjalanan di Tiongkok, Tibet, Hong Kong, Korea Utara, dan Taiwan. Dia juga co-sponsor dari “Hong Kong Watch”. Dia telah berulang kali mengkritik penganiayaan rezim Komunis Tiongkok terhadap hak asasi manusia.

Pada 26 Maret 2021, rezim Komunis Tiongkok menjatuhkan sanksi kepada empat entitas dan sembilan individu di Inggris. Pasalnya, Inggris memberikan sanksi kepada empat pejabat Komunis Tiongkok dan satu entitas yang melanggar hak asasi manusia Uighur. Lord Alton termasuk di antara mereka.

Lord David Alton dari Inggris mengatakan dalam sebuah pernyataan pada 26 Maret: “Partai Komunis Tiongkok percaya bahwa untuk Inggris, berdagang dengan negara yang diyakini telah melakukan genosida massal, lebih baik daripada mempertahankan apa yang kita hargai. Nilai adalah yang lebih penting, maka mereka pada dasarnya salah perhitungan. ” (hui)

Video Rekomendasi :

FOKUS DUNIA

NEWS