NTDTV.com
Perusahaan pipa BBM terbesar di Amerika Serikat, “Colonial Pipeline” mengeluarkan pernyataan pada (7/5/2021), bahwa perusahaan itu menyatakan menghentikan operasinya setelah diserang oleh peretas. “Colonial Pipeline” mengonfirmasi, serangan tersebut melibatkan ransomware. Perusahaan cyber keamanan disewa untuk membongkar serangan tersebut.
Jaringan pipa “Colonial Pipeline” membentang dari Texas ke New Jersey dengan panjang sekitar 8.850 kilometer. Sistem pipa ini mengangkut 2,5 juta barel bensin, solar. Bahan bakar jet, dan produk minyak lainnya setiap hari, memasok 45% dari kebutuhan AS bagian Timur.
Pemerintah Biden mengeluarkan keadaan darurat pada 9 Mei 2021 sebagai respon penutupan jaringan pipa tersebut. Otoritas setempat membebaskan berbagai pembatasan transportasi BBM melalui jalan darat di 18 negara bagian timur dan selatan Amerika Serikat. Sehingga memungkinkan bahan bakar dikirim melalui jalur darat untuk mencegah gangguan pasokan BBM.
Namun demikian, para ahli memperingatkan: “Perintah pembebasan sementara dari Departemen Perhubungan untuk memungkinkan bahan bakar diangkut ke New York melalui jalan darat, tetapi jauh lebih tidak efisien daripada pasokan pipa.” Ahli mengingatkan, Jika masalah tidak diselesaikan, selain dikhawatirkan menyebabkan melonjaknya harga minyak, pasokan BBM Amerika Serikat juga akan terganggu.
Para ahli memperkirakan, harga bahan bakar mungkin naik 2-3% pada 10 Mei. Akan tetapi, dampaknya akan jauh lebih buruk jika kondisinya masih terus berlanjut.
Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo mengatakan, pemerintah federal bekerja sama dengan “Colonial Pipeline” untuk membantu perusahaan memulihkan saluran pipa secepat mungkin. Diharapkan, mampu menghindari gangguan pasokan BBM.
Serangan ransomware adalah sejenis malware yang menggunakan metode penipuan yang umum terjadi di Amerika Serikat. Metode ini menggunakan program enkripsi untuk mengunci sistem dan memeras korban untuk membayar uang tebusan untuk membuka kunci sistem enkripsi tersebut.
BBC News melaporkan, berbagai sumber mengonfirmasi bahwa pelaku insiden ini adalah kelompok penjahat dunia maya yang disebut “DarkSide.” Grup ini dikenal karena menyebarkan Ransomware.
Pada tanggal 6 Mei, mereka menyusup ke jaringan internal “Colonial Pipeline”, mengambil hampir 100GB data dan mengunci beberapa komputer dan server. Mereka mengancam akan meletakkan data di Internet supaya terbongkar ke publik, jika tidak mendapatkan uang tebusan.
Senada dengan BBC, Reuters juga mengutip sumber yang mengungkapkan bahwa, organisasi yang dicurigai mungkin berasal dari kelompok peretas dari kelompok penjahat dunia maya profesional “DarkSide”.
Kelompok ahli keamanan siber yang melacak sisi gelap mengatakan bahwa, kelompok ini tampaknya terdiri dari penjahat online berpengalaman, yang terutama ingin memeras uang sebanyak mungkin dari target.
Lior Div, CEO dari Boston Information Security Enterprise Cybereason, pada 9 Mei mengatakan bahwa kelompok DarkSide, “relatif baru, tetapi sangat terorganisir.” Bahkan, merupakan kelompok yang “mengalami dan melakukan banyak hal.” Mereka biasanya “mengetahui siapa manajernya, dengan siapa mereka berbicara, di mana uangnya, dan siapa yang membuat keputusan.”
Namun demikian, insiden memilih untuk menyerang “Colonial Pipeline”, mungkin merupakan kesalahan besar bagi “DarkSide”. Sehingga, membuat pemerintah AS turun tangan dan FBI turun tangan bukan merupakan hal yang baik bagi sebuah transaksi. (hui)