Aksi Project Arth di India, Gunakan Kotoran Sapi untuk Kremasi Jenazah Korban COVID-19 yang Malang

Venus Uphadayaya

Di tengah lonjakan COVID-19 yang mematikan di India, sebuah perusahaan startup menggunakan kotoran sapi berbentuk batang kayu yang hemat bahan bakar sebagai pengganti kayu untuk mengkremasi jenazah yang malang dan tidak dikenal.

Di India, 8,2 juta kremasi berbasis kayu dilakukan setiap tahun, sehingga 16,4 juta pohon harus ditebang, menurut Project Arth, sebuah inisiatif sosial yang ingin mengurangi deforestasi dan menggunakan kotoran sapi berbentuk batang kayu yang berkelanjutan.

Karena pandemi melonjak di India sejak April dan jumlah kayu yang dibutuhkan untuk kremasi meningkat, media India minggu lalu dipenuhi dengan laporan-laporan mengenai kekurangan kayu di ibukota India, New Delhi.

Pihak berwenang sipil New Delhi, meminta bantuan dari Kementerian Kehutanan India dan dari negara-negara tetangga tetapi terus-menerus menghadapi masalah-masalah karena negara-negara tetangga juga menghadapi lonjakan COVID-19.

Ayush Sultania, pemimpin tim Project Arth, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa setiap kremasi membutuhkan 660 hingga 880 pon kayu atau dua hingga tiga pohon tergantung pada berat jenazah. Di tengah gelombang kedua yang mematikan, hal ini menyebabkan lebih banyak deforestasi dan polusi udara.

“Semua orang berbicara mengenai kehidupan sebelum kematian dan kami berupaya untuk menyelamatkan orang-orang, tetapi tidak seorang pun yang membicarakan mengenai 3.000 hingga 4.000 orang yang sekarat setiap hari [di seluruh India akibat COVID-19],” kata Ayush Sultania. Di tengah lonjakan itu, orang-orang segan menghadapi kenyataan jumlah kematian, karena lebih banyak berita mengenai kematian menyebarkan kepanikan, kata Ayush Sultania.

Dalam seminggu terakhir, media India melaporkan mengenai jenazah korban COVID-19 yang tidak diklaim, ditemukan di Sungai Yamuna di wilayah-wilayah tertentu, serta lebih dari 100 jenazah ditemukan di Sungai Gangga.

Ada juga laporan-laporan mengenai amal, polisi, dan orang-orang yang baik hati yang melakukan ritual-ritual terakhir untuk mayat-mayat yang tidak dikenal akibat COVID-19. Ayush Sultania mengatakan di sinilah Project Arth juga berupaya melakukan bagiannya.

Sebuah kremasi yang bermartabat dianggap sangat penting di India, kata Ayush Sultania, “Jadi kami mulai mengkremasi yang baik untuk mayat-mayat yang tidak dikenal akibat COVID-19.”

“Kami berkolaborasi dengan seseorang yang mendapatkan mayat-mayat yang tidak dikenal akibat COVID-19 dari polisi, dan kami mengkremasi mayat-mayat tersebut [dengan menggunakan kotoran sapi berbentuk batang kayu],” kata Ayush Sultania.

Project Arth telah mengkremasi lebih dari 200 mayat yang tidak dikenal atau mayat orang miskin akibat COVID-19 sejak kampanye tersebut dimulai pada bulan lalu di tiga kota di India yaitu New Delhi, Rajkot, dan Gwalior. “Dalam beberapa hari mendatang, kami akan melakukan lebih banyak kremasi di Noida dan Meerut,” katanya.

Menanggapi kekurangan kayu yang genting, beberapa badan sipil di New Delhi mulai menghubungkan tempat-tempat kremasi dengan perusahaan-perusahaan susu sapi untuk mendapatkan kotoran sapi berbentuk batang kayu, dan sebuah perintah resmi telah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Umum Perusahaan Kota New Delhi, lapor Times of India.

Ilmiah Di Balik Kotoran Sapi Berbentuk Batang Kayu 

Project Arth terdiri dari mahasiswa dari Institut Teknologi India – New Delhi, sebuah institut terkemuka yang menarik bakat terbaik dari seluruh India. Penelitian tim ini menemukan bahwa kotoran sapi berbentuk batang kayu  yang terbuat dari bahan bakar biomassa berbahan dasar kotoran sapi, memiliki nilai kalori yang tinggi, dan menghasilkan polusi partikulat yang lebih rendah. Selain itu, mengadung lebih sedikit karbon oksida dan emisi nitrogen dibandingkan dengan kayu-kayu gelondongan konvensional.

Ayush Sultania mengatakan kotoran sapi diterima dalam kebudayaan India. Bahkan secara kremasi-kremasi tradisional, onggokan kayu bakar dibangun di atas tanah yang dilapisi dengan sebuah lapisan tipis kotoran sapi karena dianggap menguntungkan.

Hal ini memberikan penerimaan kebudayaan terhadap produk-produk kotoran sapi, kata Ayush Sultania, sama seperti produk-produk kotoran gajah di Sri Lanka dan Thailand yang memiliki nilai komersial.

“Di desa-desa India, di Uttar Pradesh dan di desa-desa [tertentu] di  India Selatan, orang-orang membawa dua piring kotoran sapi [kotoran sapi yang dikeringkan di bawah sinar matahari dan digunakan sebagai biofuel]. Misalkan 100 orang akan menghadiri sebuah pemakaman atau kremasi. Setiap orang membawa dua piring kotoran sapi untuk kremasi,” kata Ayush Sultania seraya menambahkan dari sinilah Project Arth mendapatkan gagasan untuk menggunakan bahan bakar biomassa berbahan dasar kotoran sapi untuk kremasi jenazah.

“Jadi mengapa kita tidak boleh membuat kotoran sapi berbentuk sebatang kayu? Mengapa kita tidak boleh memiliki kotoran sapi berbentuk sebuah batang kayu?”

Setiap hari di India, 520 juta kilogram kotoran sapi terbuang — 35 persen dibuang secara tidak higienis di saluran air yang tersumbat dan mencemari air tanah, sementara 65 persen dibuang ke tumpukan dan dibiarkan membusuk, memproduksi gas rumah kaca secara anaerob, menurut Project Arth.

Kotoran sapi yang sedang dijemur di Shri Krishna Gaushala (tempat penampungan sapi) di New Delhi pada 25 April 2021. (Courtesy of Project Arth)

“Gas metana berdampak pada tubuh manusia. Gas metana dapat mengurangi kadar oksigen di lingkungan. Gas metana dapat menyebabkan nyeri kepala yang sering [bagi orang-orang yang berada di sekitar tempat pembuangan terbuka kotoran sapi],” kata Ayush Sultania.

Ia mengatakan timnya ingin menyelesaikan masalah kotoran sapi ini dan juga ingin menghasilkan keuntungan dari pemborosan sambil berinovasi secara teknologi.

Project Arth telah menciptakan sebuah mesin untuk membuat otoran sapi berbentuk sebatang kayu dan secara terus-menerus meneliti cara menciptakan produk-produk baru dan keuntungan baru dari kotoran sapi. Ayush Sultania berharap produk tersebut akan terus mendapat penerimaan yang lebih besar.

Ayush Sultania mengatakan Project Arth memperjuangkan kebudayaan India dan memuji keputusan badan-badan sipil New Delhi, untuk menggunakan kotoran sapi berbentuk sebatang kayu untuk kremasi-kremasi korban COVID-19.

Project Arth meminta sumbangan untuk mendukung kremasi-kremasi jenazah yang tidak dikenal atau jenazah pasien malang akibat COVID-19 : donatekart.com/Enactus/Project-Arth. (Vv)