Kemenangan Sejati dari Pengabdian Suci: ‘Kemartiran St. Denis’

ERIC BESS

Saya menemukan lukisan karya pelukis akademis Prancis abad ke-19, Léon Bonnat, berjudul “The Martyrdom of St. Denis” (Kemartiran Santo Denis). Sekilas saya, lukisan ini adalah representasi dari pemenggalan yang mengerikan. Namun, ketika saya amati lebih jauh, saya menjadi terinspirasi secara moral.

Siapakah Santo Denis?

Menurut legenda, Santo Denis (Dionysius) menjadi Kristen di bawah Rasul Paulus. Setelah kematian Paulus, Paus Clement I mengirim Dionysius dengan beberapa uskup lainnya ke Gaul untuk mengajak orang-orang pagan menjadi Kristen. Namun, para uskup ini ditangkap di Prancis oleh kaisar Romawi, yang sedang menganiaya orang-orang Kristen.

Tentara diperintahkan untuk mengambil para uskup yang ditangkap dan memenggal kepala mereka di lereng Montmartre. Para prajurit mengikuti perintah dan memenggal para tahanan tersebut.

Namun, ketika tiba giliran Dionysius, karena keyakinannya begitu besar dan mendalam sehingga dia tetap hidup setelah dipenggal. Dionysius mengambil kepalanya yang terpenggal, yang terus melafalkan mazmur, dan berjalan sejauh dua mil ke tempat peristirahatan terakhirnya.

‘Kemartiran St. Denis’

Sosok Santo Denis ditampilkan di tengah-tengah komposisi bagian bawah. Dia baru saja dipenggal. Tapi bukannya tubuhnya tergeletak di tanah tanpa nyawa, dia malah membungkuk untuk mengangkat kepalanya dari tanah. Sebuah lingkaran cahaya suci (halo) bersinar di kepalanya.

Detail dari “The Martyrdom of St. Denis,” 1885, oleh Léon Bonnat. Pantheon, Paris, Prancis. (Domain publik)

Algojo ditampilkan di sebelah kanan Santo Denis. Dia tampak terkejut dan menjatuhkan kapaknya yang berlumuran darah. Sosok lain di belakang Santo Denis mengangkat tangannya tak percaya.

Sang algojo tampaknya telah menjalani hari yang sibuk: Di tangga yang berlumuran darah terdapat dua mayat yang baru dipenggal tergeletak di tepi kanan dan kiri komposisi. Penggalan kepala kedua yang terletak di kanan bawah komposisi, memiliki lingkaran halo di  sekelilingnya, yang menunjukkan bahwa kemungkinan besar kepala itu milik salah satu uskup.

Sosok malaikat yang turun dari atas awan dapat dilihat di sisi kanan atas komposisi. Malaikat membawa daun palem dan mahkota daun laurel, yang melambangkan kemenangan Santo Denis atas kematian.

Kemenangan Sejati dari Pengabdian Suci

Pertama, saya merasa perlu untuk bertanya, apa yang diwakili oleh kepala itu? Kepala bisa mewakili kesadaran, kebijaksanaan, ego, kecerdasan, rasionalitas, dan sebagainya. Memisahkan kepala orang suci dari tubuhnya menunjukkan bahwa hal-hal yang diwakili oleh kepalanya juga terpisah dari tubuhnya.

Jadi, apa yang diwakili oleh tubuh? Tubuh sering dikaitkan dengan keinginan dan kesenangan duniawi. Pikiran mencoba mengendalikan tubuh, tetapi seringkali tubuh mengalihkan pikiran.

Apakah penggambaran Santo Denis ini mungkin memberi kita pelajaran moral bahwa pikiran harus memisahkan dirinya dari godaan jasmani? Apakah ini yang diperlukan untuk menjalani hidup suci?

Mari kita amati lebih dekat pada kepala itu sendiri. Ada dua kepala yang  dipenggal: kepala Santo Denis dan kepala uskup lainnya di kanan  bawah. Kepala di kanan bawah berwarna abu-abu, membuatnya terlihat lebih tak bernyawa, dan memiliki lingkaran halo yang tipis.  Sebaliknya, kepala Santo Denis memiliki lebih banyak warna dan bahkan melihat ke arah tubuh – nya, dan lingkaran halo di sekeliling kepalanya dipenuhi dengan cahaya keemasan.

Halo (lingkaran cahaya) yang lebih terang kemungkinan besar mewakili dedikasi yang lebih besar pada kehidupan suci; jika tidak, mengapa melukis dua lingkaran cahaya dan kepala yang berbeda? Jika ini masalahnya, maka komitmen yang lebih besar pada kehidupan suci  menyediakan kehidupan di mana tidak ada kematian

Seperti yang dikatakan legenda, bahkan setelah pemenggalan, kepala Santo Denis masih terus melafalkan kata-kata Ilahi. Pengabdian dia sepenuhnya memengaruhi kesadaran, kebijaksanaan, ego, kecerdasan, rasionalitas, dan sebagainya. Dia begitu berkomitmen pada kekudusan saat hidup sehingga dedikasinya berlanjut setelah kepalanya dipisahkan dari tubuhnya.

Yang cukup menarik, dedikasinya pada kehidupan suci tampaknya juga memengaruhi tubuhnya. Léon Bonnat menggambarkan momen saat tubuh Santo Denis mengulurkan tangan untuk mengangkat kepalanya. Sebuah cahaya bersinar di seputar kepalanya. Bagaimana tubuhnya tahu di mana letak kepalanya?

Apakah pengabdiannya kepada Ilahi telah menyelaraskan dan entah bagaimana menghubungkan tubuh dan pikirannya, dua hal yang tadi di atas kami sarankan terpisah? Dan apakah cahaya yang bersinar di tempat kepalanya dulu mewakili pengabdiannya? Apakah cahaya ini membimbing jiwanya, rohnya?

Apakah jenis pengabdian inilah yang membawa kemenangan sejati, yang diwakili oleh malaikat? Santo Denis bisa saja melawan, menolak, dan memohon untuk hidupnya. Namun tak satu pun dari ini akan menjamin kesuksesannya.

Dalam melafalkan mazmur, dia benar- benar fokus pada Tuhan, dan kematian bukanlah urusannya. Dia tidak takut mati, dan keberanian di dalam Tuhan inilah yang memberinya kemenangan sejati.

Hasil dari pengabdian suci Santo Denis mengejutkan sang algojo. Bagaimana kita dapat menggunakan iman kita untuk membuat takjub mereka yang menginginkan kita celaka? (aus)

Eric Bess adalah seniman representasional yang berpraktik dan merupakan kandidat doktoral di Institute for Doctoral Studies in the Visual Arts (IDSVA)