oleh CNA
Media ‘Australian Financial Review’ pada 28 Juni melaporkan bahwa Chen Yonglin, mantan diplomat komunis Tiongkok yang membelot ke Australia pada tahun 2005 mengatakan bahwa, dengan meningkatnya kekuatan militer komunis Tiongkok, Xi Jinping yang memimpin Partai Komunis Tiongkok memasuki tahun berdiri nya yang ke-100, sedang gencar mempromosikan nasionalisme komunis Tiongkok dan memperluas pengaruh global PKT. Untuk alasan tersebut, langkah Xi Jinping selanjutnya adalah mencaplok Taiwan.
Saat menerima wawancara telepon dengan Central News Agency (CNA), Chen Yonglin mengatakan bahwa alasan PKT ingin secepatnya mencaplok Taiwan terutama karena Xi Jinping haus akan legitimasi dirinya terpilih kembali menjadi kepala negara RRT, bahkan untuk masa jabatan yang tidak terbatas.
Ia menjelaskan, melihat kembali sejarah dan logika Partai Komunis Tiongkok, legitimasi Mao Zedong sebagai kepala negara RRT sangat kokoh karena keterlibatannya dalam memimpin pertempuran.
Setelah kematian Mao Zedong, Deng Xiaoping berkuasa, Deng Xiaoping perlu meluncurkan perang Tiongkok – Vietnam dan membuktikan legitimasinya sebagai kepala negara.
Chen Yonglin menunjukkan bahwa Xi Jinping belum memiliki prestasi militer yang membanggakan, tetapi ia berniat untuk dipilih kembali tanpa batas waktu. Oleh karena itu, Xi Jinping sangat perlu untuk mengobarkan perang terhadap Taiwan.
Kebijakan Satu Negara Dua Sistem yang diterapkan di Hongkong, dirancang sengaja sebagai model unifikasi damai oleh komunis Tiongkok untuk diperlihatkan kepada Taiwan.
Chen Yonglin juga mengingatkan bahwa karena Xi Jinping tidak membutuhkan model ini lagi, maka kebijakan ini tidak lagi berlanjut di Hongkong, dan pemerintah komunis Tiongkok mengambil kendali sepenuhnya.
Media ‘Australian Financial Review’ mengutip ucapan Chen Yonglin melaporkan bahwa, sejak diterapkannya Undang-Undang Keamanan Nasional versi Hongkong tahun lalu, kebijakan Satu Negara Dua Sistem benar-benar punah.
Kepada CNA, Chen Yonglin mengungkapkan, di era Deng Xiaoping dulu pemerintah komunis Tiongkok menjalankan kebijakan diplomatik yang “menyembunyikan kekuatan untuk menunggu waktu yang tepat”, dan ada “tingkat fleksibilitas tertentu” dalam menentukan metode dan kapan menyatukan kembali Taiwan. Tetapi setelah Xi Jinping berkuasa, “fleksibilitas” tersebut sudah tidak terlihat.
‘Australian Financial Review’ juga menyebutkan bahwa Chen Yonglin memperkirakan setidaknya ada 1.000 orang agen komunis Tiongkok yang saat ini menyusup di Australia. Mereka semuanya berada di bawah komando Beijing untuk mengumpulkan intelijen.
Isu penyusupan politik Australia oleh negara asing menjadi fokus opini publik di Australia. Menanggapi hal ini, Parlemen Australia pada tahun 2018 telah mengesahkan 2 undang-undang, yakni Undang-Undang Spionase dan Intervensi Asing, serta Undang-Undang Transparansi Pengaruh Asing.
Media Sydney ‘Daily Telegraph’ dan media Melbourne ‘Herald Sun’ melaporkan pada 27 Juni, bahwa Kementerian Pertahanan Australia berencana untuk mengatur ulang pasukan khusus untuk menghadapi “perang non-tradisional” seperti infiltrasi oleh agen asing.
Chen Yonglin juga mengatakan kepada seorang reporter dari Central News Agency, bahwa dirinya memperkirakan, skala penetrasi agen komunis Tiongkok di Taiwan dapat dipastikan jauh lebih besar daripada di Australia, mungkin puluhan kali atau ratusan kali.
Chen Yonglin mengatakan kepada wartawan dari ‘Australian Financial Review’ dan ‘Central News Agency’, bahwa ia percaya bahwa meskipun Xi Jinping perlu membuka jalan bagi jabatan kepala negara seumur hidupnya dengan memberikan kontribusi militer, tetapi sebelum melakukan serangan militer ke Taiwan, PKT masih ada kekhawatiran terhadap sikap dan reaksi masyarakat internasional. Terutama terhadap Amerika Serikat.
Pada pertengahan tahun 1990-an, Chen Yonglin lulus dari Universitas Luar Negeri Beijing, kemudian bertugas di Departemen Oseania Amerika Utara dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok. Pada tahun 2001, ia ditugaskan di Konsulat Jenderal di Sydney. Pada tahun 2005, ia memperoleh suaka politik dari pemerintah Australia dan sejak itu menetap di Sydney.
‘Australian Financial Review’ menyebutkan bahwa 1 Juli tahun ini adalah tahun ke-100 berdirinya Partai Komunis Tiongkok. Awalnya sejumlah warga Kota Sydney berencana untuk mengadakan unjuk rasa menentang pemerintah Komunis Tiongkok pada hari tersebut.
Namun, sehubungan makin meluasnya penyebaran epidemi sehingga pihak berwenang menginstruksikan penerapan lockdown kota, oleh karenanya unjuk rasa dibatalkan. (sin)