Dorothy Li
Korban tewas meningkat di kota Zhengzhou, Tiongkok Tengah, saat Zhengzhou bergulat dengan akibat banjir, dengan cara memompa air dari terowongan-terowongan, lumpur di jalan-jalan, dan membersihkan puing-puing. Lebih banyak pertanyaan mengenai kesiapsiagaan pihak berwenang dimunculkan di media sosial Tiongkok
Sebanyak 12 juta orang di kota Zhengzhou, Henan, Tiongkok mengalami curah hujan yang hebat sejak Sabtu 17 Juli, dan kota Zhengzhou dilanda hujan yang memecahkan rekor antara pukul 16.00 sampai 17.00 waktu setempat pada Selasa 20 Juli, di mana curah hujan lebih dari 201 mm dalam satu jam, menurut otoritas meteorologi.
Air di jalanan hampir setinggi pinggang orang dewasa pada Selasa sore, tetapi kereta bawah tanah tetap beroperasi sampai sebuah kereta terpaksa berhenti, karena air mengalir ke dalam terowongan. Lebih dari 500 penumpang terjebak dalam kegelapan. Banyak penumpang mengalami muntah, gemetar, dan sesak napas, saat air mencapai dekat bagian atas gerbong kereta. Menurut rezim Tiongkok, hanya dua belas penumpang tewas.
Video dan gambar dari komuter yang putus asa membanjiri media sosial minggu ini.
“Saya mendengar seorang wanita berbicara mengenai rekening banknya dan pengaturan lainnya kepada keluarganya. Saya berpikir apakah saya harus mengatakan sesuatu? Saya ingin menelepon begitu banyak orang dan begitu banyak kata untuk diucapkan … Saya hanya mengirim sebuah pesan ke ibu saya, “ibu, saya takut aku akan mati,” seorang wanita yang selamat yang terdampar di kereta selama 150 menit mengingat pengalamannya di media sosial.
Sebuah postingan yang beredar luas di media sosial Tiongkok menunjukkan bahwa ada beberapa peluang agar tragedi itu dapat dihindari.
“Hal itu tidak terjadi dengan segera dari air yang mengalir ke sebuah terowongan, menyebar ke bawah rel, menenggelamkan rel, menghentikan kereta, memadamkan pasokan daya kereta, mencapai platform evakuasi, tidak ada kesempatan mendapatkan bantuan. Ada waktu dan peluang. Tetapi pembuat keputusan ‘tidak’ segera bertindak dan ragu-ragu,” kata seseorang dengan nama pena Zhishi Cengjing.
Mengidentifikasi sebagai seseorang yang bekerja di industri kereta bawah tanah, Zhishi Cengjing mengkritik bahwa waktu terbuang sia-sia dalam melaporkan kepada otoritas yang lebih tinggi “setingkat demi setingkat.” Ketika mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil tindakan, ketinggian air sudah terlalu tinggi dan mereka harus menunggu tim penyelamat.
Kementerian Perhubungan Tiongkok pada hari Selasa, memerintahkan sistem-sistem kereta bawah tanah untuk “mengambil pelajaran-pelajaran dari insiden-insiden baru-baru ini.” Kementerian Perhubungan Tiongkok memperingatkan mereka untuk menghentikan kereta-kereta yang beroperasi dan mengevakuasi para penumpang dengan segera saat menghadapi cuaca ekstrem.
Pengawasan Publik
Hingga Jumat 30 Juli, jumlah resmi korban tewas akibat banjir yang dahsyat di Zhengzhou naik menjadi 56 korban, tetapi video-video yang beredar di media sosial Tiongkok menunjukkan sebuah angka yang lebih tinggi, di mana jenazah dipindahkan dari sebuah terowongan oleh regu penyelamat.
Banjir pada 20 Juli membuat banyak orang lengah. Menurut para penyintas, terowongan sepanjang 4 km itu, Jingguang North Road, terendam dalam lima menit.
Adegan tersebut telah diblokir oleh tentara sementara ribuan liter kubik air dipompa dari terowongan tersebut. Kerumunan warga yang menunggu berita dari rekan dan kerabat yang mereka kasihi dibubarkan oleh polisi.
Badan Meteorologi Zhengzhou berulang kali mengeluarkan sebuah peringatan merah pada Selasa, untuk hujan lebat dari Senin tengah malam. Warga setempat mempertanyakan seberapa siap pihak-pihak berwenang menghadapi banjir itu.
“Hujannya sangat deras sehingga beberapa tempat tergenang air. Yang membuat saya bingung mengapa mereka tidak memberitahu orang-orang dengan peringatan? … Alarm tersebut dapat memperingatkan orang-orang dari bencana,” kata seorang pria yang memberikan nama marganya Wang kepada Epoch Times.
“Mengapa pihak-pihak berwenang tidak menghentikan pengoperasian kereta bawah tanah dan bus-bus selama banjir? Mengapa pihak-pihak berwenang menanggapi dengan sangat lambat dan bahkan tidak meminta sekolah-sekolah dan perusahaan-perusahaan untuk tutup sementara waktu?” kata Wang pada hari Jumat.
Peringatan merah terakhir dikeluarkan pada pukul 16.00 pada Selasa 20 Juli. Sesuai peraturan di Tiongkok, sekolah-sekolah harus ditutup, dan orang-orang harus berhenti bekerja ketika sebuah peringatan merah dikeluarkan. (Vv)