oleh Zheng Gusheng
Setelah Taliban berhasil merebut kekuasaan di Afghanistan, mereka langsung membebaskan sejumlah besar tahanan termasuk para pejuang Taliban, ISIS dan anggota al-Qaeda. Masyarakat internasional khawatir Afghanistan akan kembali menjadi basis organisasi teroris global
Media AS ‘Business Insider’ melaporkan pada 15 Agustus, bahwa ribuan orang tahanan, termasuk anggota ISIS dan Al Qaeda telah dibebaskan dari penjara yang terletak di pinggiran Ibukota Kabul.
Laporan itu mengatakan bahwa pada hari yang sama, Taliban mengambil alih Pangkalan Udara Bagram, yang sebelumnya telah dikuasai oleh militer AS. Pul-e-Charki, penjara terbesar dan terkenal di Afghanistan yang memiliki sekitar 5.000 orang tahanan berada dalam lokasi tersebut.
Sejumlah anggota Al-Qaida dan Taliban ditahan dalam sel dengan penjagaan tingkat tertinggi di penjara tersebut. Laporan itu juga mengutip informasi dari CNN menyebutkan bahwa anggota ISIS yang tertangkap juga ditahan dalam penjara itu.
Sebuah video yang dirilis oleh media Afghanistan yang mendukung Taliban menunjukkan bahwa setelah gerilyawan Taliban menduduki penjara, sejumlah besar tahanan dibebaskan. BBC mengutip ucapan penduduk setempat memberitakan bahwa mereka mendengar suara tembakan dari arah penjara.
Banyak video yang beredar di media sosial, termasuk Twitter menunjukkan bahwa sejumlah besar tahanan berjalan keluar dari penjara dengan barang bawaan di punggung mereka. Di halaman luar penjara terlihat banyak sekali orang yang berjalan menjauhi penjara. Bahkan ada yang sambil jalan berbicara lewat ponsel.
Media corong pemerintah komunis Tiongkok ‘Global Times’ juga menerbitkan video terkait, mengatakan bahwa Taliban membebaskan semua tahanan dari Penjara Pul-e-Charki.
Setelah Al Qaeda melancarkan serangan teroris 11 September, Pemerintah Amerika Serikat menyatakan perang terhadap para teroris di Afghanistan dan dengan cepat menggulingkan rezim Taliban yang dituduh menyembunyikan Al Qaeda.
Tapi, tahun ini setelah AS menarik pasukannya dari Afghanistan, kelompok bersenjata Taliban mulai menyerang kota, memasuki ibu kota Kabul pada 15 Agustus, dan mengumumkan berakhirnya perang dan akan membangun kembali negara berbentuk Islamic emirate.
Setelah jatuhnya ibu kota, sejumlah besar penduduk Afghanistan yang takut akan tirani Taliban, berbondong-bondong ke bandara dan melarikan diri dari Afghanistan. Banyak negara Eropa dan Amerika telah menarik warga maupun diplomatnya dari Afghanistan dan menutup kedutaan besar mereka.
Namun, pada 16 Agustus, juru bicara Kementerian Luar Negeri komunis Tiongkok Hua Chunying mengumumkan bahwa Kedutaan Besar komunis Tiongkok di Afghanistan, masih beroperasi seperti biasa dan memberikan layanan dan bantuan yang diperlukan kepada setiap warga negara Tiongkok di Afghanistan.
Dengan kata lain, pemerintah komunis Tiongkok yang disebut Taliban sebagai sahabat baik tidak bermaksud untuk mengevakuasi warganya yang berada di sana.
Dalam pidatonya, Hua Chunying juga menyampaikan selamat kepada Taliban yang telah merealisasikan perdamaian di Afghanistan dan berharap bahwa Taliban dapat membangun struktur politik yang luas dan inklusif yang sesuai dengan kondisi nasional Afghanistan sendiri. Pihak komunis Tiongkok bersedia untuk terus mengembangkan hubungan bertetangga yang baik, bersahabat dan kooperatif dengan Afghanistan, dan sebagainya. Pernyataan-pernyataan ini ditafsirkan oleh dunia luar bahwa pemerintah komunis Tiongkok akan secara resmi mengakui rezim Taliban.
Sesaat sebelum Taliban merebut kekuasaan, Menteri Luar Negeri komunis Tiongkok Wang Yi secara terbuka menerima delegasi Taliban dengan standar tinggi di Kota Tianjin. Sebelum ini, juru bicara Taliban menyatakan Beijing sebagai sahabat baik dan berjanji tidak akan melakukan serangan bersenjata terhadap komunis Tiongkok, dan menyambut baik investasi Tiongkok di Afghanistan.
Sehari sebelum Taliban memasuki ibu kota, Nathan Law Kwun-chung, Ketua Demosistō menyatakan di akunnya Facebook bahwa, kolusi terang-terangan pemerintah komunis Tiongkok dengan diktator brutal pada dasarnya adalah melakukan kesepakatan dengan iblis.
Nathan Law menunjukkan bahwa setelah “cendekiawan teologis” Taliban merebut kota-kota, mereka segera menerapkan aturan teror. Personel pemerintah Afghanistan terbunuh, gadis-gadis berusia di atas 13 tahun dipaksa untuk menikah dengan pejuang Taliban, dan para wanita dipaksa meninggalkan sekolah, hukuman rajam dan pemenggalan dipulihkan. Ketika metode hukuman abad pertengahan ini kembali diberlakukan, bencana kemanusiaan bakal terjadi.
Nathan Law dalam akunnya di Facebook menyebutkan bahwa pemerintah komunis Tiongkok mengklaim sebagai negara beradab, tetapi mengakui legitimasi Taliban, ini adalah bentuk kolusi terang-terangan dengan diktator brutal yang pada dasarnya adalah melakukan kesepakatan dengan iblis.
Dia berharap dunia melihat watak sesungguhnya dari pemerintah komunis Tiongkok, dan menyadari bahwa aliansi antara pemerintah totaliter hanya akan menjadi lebih kuat, dan bahwa masyarakat demokratis membutuhkan strategi dan taktik terpadu untuk menghadapi ekspansi dan ancaman mereka. (sin)