Pfizer-BioNTech dan Moderna Siap Menghasilkan Miliaran Dolar AS dari COVID-19 Booster

Tom Ozimek

Aliansi Moderna dan Pfizer-BioNTech dapat meraup miliaran dari suntikan booster COVID-19 di tahun-tahun mendatang, menurut pendapat para analis dan investor dapat menjadi sebuah pasar yang sebanding dengan 6 miliar dolar AS dalam penjualan tahunan untuk vaksin flu.

Pfizer, mitra Jermannya, BioNTech, dan Moderna bersama-sama meraup  lebih dari 60 miliar dolar AS dalam penjualan masing-masing vaksin COVID-19 melalui sepanjang tahun 2022, dengan perjanjian yang mencakup dosis awal dan suntikan booster, menurut Reuters.

Para analis yang dikutip oleh Reuters memprediksi pendapatan lebih dari usd 6,6 miliar untuk aliansi Pfizer-BioNTech dan memprediksi pendapatan usd 7,6 miliar untuk Moderna, terutama dari suntikan-suntikan booster. 

Selama sebuah cakrawala jangka panjang, para analis memprediksi pasar pada akhirnya akan menetap di sekitar usd 5 miliar atau lebih dalam pendapatan tahunan karena pembuat obat saingan memasuki pasar tersebut.

Moderna tidak segera menanggapi sebuah permintaan komentar mengenai  proyeksi penjualan suntikan-suntikan booster, sementara juru bicara Pfizer mengatakan satu-satunya perkiraan yang disediakan Pfizer  adalah proyeksi-proyeksi tahun 2021 untuk usd 33,5 miliar dalam   pendapatan vaksin COVID-19.

Presiden Moderna, Stephen Hoge mengatakan dalam sebuah wawancara minggu lalu bahwa adalah tidak jelas apa kekuatan pasar yang akan mendorong penjualan vaksin-vaksin  COVID-19 maju, menambahkan bahwa, “pada titik tertentu, ini akan menjadi sebuah pasar yang lebih tradisional–— ​​kita akan melihat populasi apa yang berisiko, berapa nilai yang kita ciptakan, dan berapa jumlah produk yang melayani nilai itu. Pada akhirnya hal tersebut akan mempengaruhi harga.”

Eksekutif Pfizer mengatakan selama panggilan pendapatan kuartal kedua Pfizer, bahwa mereka percaya sebuah dosis ketiga akan diperlukan 6 sampai 8 bulan setelah vaksinasi, dan secara berkala setelahnya.

Pembuat vaksin telah mengatakan bukti berkurangnya kadar antibodi pada orang-orang yang telah menerima vaksinasi lengkap setelah enam bulan, bersama dengan sebuah angka peningkatan infeksi terobosan di daerah yang terkena varian Delta, mendukung kebutuhan akan booster.

Hal tersebut muncul ketika para regulator Amerika Serikat pada Kamis mengesahkan suntikan booster vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech dan Moderna untuk orang-orang yang rentan dan orang-orang yang menderita gangguan sistem kekebalan tubuh. 

Persetujuan The Food and Drug Administration’s -FDA- atau Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, muncul dalam bentuk sebuah pembaruan untuk otorisasi penggunaan kedaruratan yang ada untuk dua vaksin mRNA. Beberapa negara lain, termasuk Israel dan Prancis, memiliki anjuran-anjuran serupa mengenai suntikan-suntikan booster.

Langkah FDA itu diikuti oleh keputusan Jumat 13 Agustus oleh sebuah panel penasihat medis utama ke Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit- CDC-AS,  yang dengan suara bulat memilih untuk menganjurkan booster untuk orang-orang Amerika Serikat yang gangguan sistem kekebalan tubuh yang menderita. 

Persetujuan Komite Penasihat Imunisasi Praktik membuka jalan bagi sebuah persetujuan akhir oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang diharapkan pada Jumat malam, yang akan memungkinkan peluncuran booster yang hampir segera.

Penasihat COVID-19 Gedung Putih Anthony Fauci mengatakan dalam sebuah wawancara pada Kamis 12 Agustus, bahwa ia percaya adalah “mungkin” dan “tidak terhindarkan” bahwa semua orang akan membutuhkan sebuah suntikan booster vaksin COVID-19.

“Kecenderungan itu akan terjadi di masa depan,” kata Anthony Fauci kepada CBS News saat ia ditanya mengenai topik tersebut.

Dalam sebuah wawancara terpisah dengan NBC News pada hari yang sama, Anthony Fauci mengatakan bahwa “tidak dapat dihindari, akan ada saatnya kita harus memberikan booster kepada populasi umum.”

Hal itu muncul di tengah sebuah gelombang varian Delta dari virus Komunis Tiongkok, patogen yang menyebabkan COVID-19, yang saat ini menyumbang setidaknya 80 persen dari kasus yang baru diurutkan di Amerika Serikat.

Para pejabat pemerintahan Joe Biden pertama kali memberi isyarat pada bulan lalu, bahwa kelompok tertentu akan membutuhkan suntikan booster COVID-19. (Vv)