oleh He Yating
Beberapa hari lalu, Wang Shouwen, Wakil Menteri Perdagangan komunis Tiongkok menegaskan keinginan komunis Tiongkok untuk bergabung dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik atau Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership. CPPTT. Namun, dunia luar percaya bahwa sistem politik dan ekonomi komunis Tiongkok saat ini yang sangat kaku, dan besarnya kesenjangan dalam persyaratan untuk akses ke CPTPP membuat kesulitan besar bagi otoritas Beijing untuk bisa bergabung
Pada 23 Agustus, dalam konferensi pers yang diadakan Kantor Informasi Dewan Negara komunis Tiongkok, Wang Shouwen yang, Wakil Menteri Perdagangan yang juga merangkap Deputi Perwakilan untuk Negosiasi Perdagangan Internasional menegaskan kembali bahwa Tiongkok secara aktif ingin bergabung dengan CPTPP.
Dia mengatakan bahwa untuk alasan ini, Tiongkok telah melakukan kontak informal dengan beberapa negara anggota CPTPP.
Wang Shouwen mengatakan bahwa Tiongkok akan mempercepat langkah negosiasi untuk perjanjian perdagangan bebas baru, dan secara aktif mempertimbangkan untuk bergabung dengan CPTPP.
Sebenarnya, otoritas Beijing sudah mulai mengkomunikasikan kesediaan Tiongkok untuk bergabung dengan CPTPP sejak akhir tahun lalu.
Presiden Xi Jinping dengan jelas menyatakan dalam pidatonya di Konferensi Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang diadakan pada akhir tahun lalu, bahwa Tiongkok menyambut baik penandatanganan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership. RCEP) dan akan secara aktif mempertimbangkan untuk bergabung dengan CPTPP.
Namun, negara demokrasi lain kurang optimis dengan bisa tercapainya keinginan otoritas Beijing itu.
Menurut sebuah laporan oleh Sankei Shimbun Jepang pada 3 Januari tahun ini, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengakui dalam sebuah wawancara eksklusif dengan kritikus terkenal Sakurai Ryoko, bahwa dengan sistem politik dan ekonomi komunis Tiongkok yang dijalankan mereka saat ini akan sulit untuk bisa bergabung dengan CPTPP.
Pada saat itu, Yoshihide Suga menunjukkan bahwa peraturan CPTPP mengharuskan negara-negara anggota untuk memiliki tingkat pembukaan pasar yang sangat tinggi, yang merupakan ambang batas yang sangat tinggi dan sulit untuk dicapai komunis Tiongkok.
Dia juga mengatakan bahwa Jepang akan berhati-hati dalam menanggapi keinginan pemerintah komunis Tiongkok untuk bergabung dengan CPTPP.
Menurut data, pendahulu CPTPP adalah Trans-Pacific Partnership Agreement (TPP) yang merupakan organisasi negosiasi ekonomi multilateral internasional yang penting. Setelah pemerintah AS mengumumkan pengunduran dirinya dari TPP pada Januari 2017, organisasi tersebut direorganisasi menjadi CPTPP dan di bawah naungan Jepang. Negara-negara anggotanya adalah Jepang, Kanada, Australia, Vietnam, Selandia Baru, Singapura, Meksiko, Peru, Brunei, Chili dan Malaysia.
Setelah reorganisasi CPTPP, hambatan masuk telah diturunkan. Pihak berwenang Beijing melihat ada sedikit harapan bagi dirinya, sehingga mulai aktif merencanakan dan mempromosikan proses keinginannya untuk bergabung dengan TPP.
Dalam hal ini, Lee, Roy Chun, wakil kepala eksekutif Chung Hua Institution for Economic Research Taiwan WTO & RTA Center menunjukkan dalam sebuah wawancara dengan Deutsche Welle pada awal bulan Januari tahun ini, bahwa CPTPP memiliki ambang batas untuk sistem ekonomi negara-negara anggota, dan pemerintah komunis Tiongkok tidak mungkin memenuhi persyaratan yang relevan.
Dia mencontohkan : Misalnya, dalam bab tentang e-commerce CPTPP, negara-negara yang berpartisipasi dalam organisasi pada prinsipnya diharuskan membuka konsumen untuk menggunakan aplikasi yang ingin mereka gunakan.
“Untuk ini saja sudah sangat berbeda dengan kebijakan dasar yang dianut oleh komunis Tiongkok”, katanya. Beijing ingin mempertahankan tingkat pengawasan Internet yang tinggi, jadi bahkan jika para eksekutif Beijing bersedia bergabung dengan CPTPP, dari sudut pandang praktis, peluang keberhasilannya sangat rendah.
Ketua Dewan Pembangunan Nasional Taiwan Kung Ming-hsin juga memberikan penjelasan kepada media Taiwan bahwa standar akses CPTPP, lebih tinggi daripada standar RCEP. Belum lagi soal syarat bahwa kekuatan pemerintah tidak dapat digunakan untuk mensubsidi perusahaan milik negara, dan pemerintah tidak boleh mempengaruhi kebebasan perusahaan, dan sebagainya, ini jelas tidak mungkin bisa dipenuhi oleh pemerintah komunis Tiongkok. Yang pasti adalah kesenjangan antara sistem yang dianut pemerintah komunis Tiongkok saat ini, dengan ambang akses ke CPTPP itu sangat, sangat besar. (sin)