oleh Luo Ya
Setelah Taliban berhasil mengambil alih kekuasaan Afghanistan dan mendeklarasikan pendirian ‘Imarah Islam Afghanistan’. Pemerintah komunis Tiongkok secara terbuka mendukung Taliban. Ketika dunia luar menaruh perhatian terhadap niat buru-buru komunis Tiongkok ingin berbaik dengan Taliban, ada laporan yang menyebutkan bahwa rezim Beijing sedang melihat terbukanya peluang untuk meraih keuntungan dari investasi di infrastruktur Afghanistan di satu sisi, dan sumber daya tanah langka yang bernilai triliunan dolar di sisi lain
Kabarnya, Afghanistan memiliki kandungan sumber daya tanah jarang dalam jumlah besar, tetapi karena konflik, korupsi, dan disfungsi birokrasi, sumber daya tersebut hampir tidak sepenuhnya dieksploitasi.
Ketika situasinya Afghanistan bergejolak, pemerintah komunis Tiongkok mengambil kesempatan untuk bertaruh pada kepentingannya yang mana sedang dipantau oleh dunia luar.
Doong Sy-Chi, Wakil Kepala Eksekutif Taiwan Thinktank mengatakan : “Karena ada mineral logam langka ini di Afghanistan, jadi komunis Tiongkok percaya bahwa itu adalah sumber daya strategis yang sangat penting bagi mereka, sehingga berharap melalui pemberian bantuan kepada Taliban sekarang dapat memperoleh imbalan berupa hak penambangan mineral di kemudian hari”.
Mengenai penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan, mantan kolonel militer komunis Tiongkok Zhou Bo menyebutkan dalam sebuah artikel, bahwa rezim Beijing sudah bersiap untuk mengambil kesempatan emas ini di Afghanistan. Apakah pernyataan ini mencerminkan bahwa hambatan terhadap investasi komunis Tiongkok di Afghanistan yang jumlahnya besar itu telah dianggap lenyap, jadi dengan hilangnya hambatan yang dibuat Amerika Serikat maka ini adalah saat yang tepat dan lebih “bebas” bagi komunis Tiongkok untuk mengeruk hasil pertambangan Afghanistan.
Doong Sy-Chi mengatakan : “Di satu sisi, promosi inisiatif One Belt One Road (OBOR) sangat penting di sini. Di sisi lain, diharapkan juga melalui hubungan ekonomi yang erat dengan Taliban, komunis Tiongkok dapat memperoleh hak penambangan dan untuk mempromosikan secara lebih spesifik proyek-proyek OBOR untuk membangun Afghanistan. Namun, kebalikannya adalah kekosongan kekuasaan di wilayah ini. Setelah berkuasanya Taliban, tekanan terhadap rezim Beijing sebenarnya lebih besar”.
Doong Sy-Chi mengatakan bahwa, Afghanistan memang memiliki keunggulan geografis yang penting dalam proses berkelanjutan dari proyek-proyek OBOR jalur Asia Tengah menuju Timur Tengah.
“Tetapi kita tahu bahwa pemerintah Afghanistan sebelumnya memiliki masalah dengan korupsi dan efisiensi politik, sehingga proyek OBOR tidak berjalan lancar. Kemudian, setelah rezim Taliban muncul, apakah mereka benar-benar memiliki kemampuan untuk mengeksekusi ? Apakah kontrak yang sudah ditandatangani terdahulu itu dapat diimplementasikan ? Ini adalah bagian yang ingin diamati banyak orang dalam menindak-lanjuti masalahan ini”, kata Doong Sy-Chi.
Penarikan pasukan AS dari Afghanistan telah dikritik oleh opini publik. Profesor Wong Ming-hsien, Direktur Institut Urusan Internasional dan Strategi Universitas Tamkang di Taiwan, memiliki pandangan berbeda tentang hal ini. Ia mengatakan : “Penarikan pasukan AS dari Afghanistan bukan putusan yang diambil secara mendadak”.
“Amerika Serikat juga berpikir dari perspektif baru. Dalam proses penyebaran kekuatan di kawasan Indo-Pasifik di hari-hari mendatang, AS akan menginvestasikan sumber daya yang relevan untuk mengatasi masalah sumber bagi kebangkitan komunis Tiongkok. Mungkin saja AS lebih memusatkan lebih banyak energi militer untuk menghadapi komunis Tiongkok secara keseluruhan, daripada harus dibuat sibuk lantaran penempatan kekuatannya di 2 kawasan berbeda di Jalan Lingkar Kedua Asia Timur”, kata Profesor Wong Ming-hsien.
Profesor Doong mengatakan bahwa di satu sisi, pemerintah komunis Tiongkok mengklaim bahwa tidak benar bagi Amerika Serikat untuk menempatkan pasukannya di Afghanistan, tetapi di sisi lain, mengkritik Amerika Serikat karena mengabaikan kepentingan Afghanistan.
Doong Sy-Chi mengatakan : “Tetapi sekarang Amerika Serikat telah meninggalkan Afghanistan, lalu apa yang harus dilakukan di masa mendatang ? Sebagai negara tetangga, Afghanistan dan Taliban di Pakistan telah tercatat pernah memberikan bantuan Gerakan Islam Turkistan. Jadi, sikap pemerintah komunis Tiongkok terhadap Afghanistan saat ini adalah memanfaatkan insentif ekonomi untuk menarik pihak Afghanistan agar bersedia bekerja sama semaksimal mungkin dalam penyesuaian kebijakan luar negeri Tiongkok”.
Saat ini, Washington telah membekukan hampir USD. 9,5 miliar dana cadangan milik pemerintah Afghanistan. Dana Moneter Internasional juga telah menghentikan bantuan dana untuk Afghanistan, termasuk hampir USD. 500 juta dana bantuan kepada pemerintah Afghanistan.
Profesor Doong mengatakan : “Jika rezim Taliban bertindak di luar kendali, misalnya, baru-baru ini ada berita bahwa personil Taliban bertindak relatif tidak manusiawi terhadap kaum perempuan. Jika situasi ini terus berkembang dan tidak terkendali, masih akan ada beberapa gejolak militer, apalagi ditambah dengan kondisi ekonominya melemah. Dalam situasi seperti itu ancaman nyata terhadap negara tetangga akan muncul. Terus, bagaimana rezim Beijing akan menanggapinya saat ini ? Pemerintah komunis Tiongkok akan dianggap oleh negara lain sebagai rezim jahat karena ia langsung mengakui Taliban”.
Profesor Doong berpendapat bahwa hubungan kedua negara non-demokratis itu, mungkin terganggu karena beberapa keadaan yang tidak terduga. Apakah hasilnya akan menyebabkan ketidakstabilan yang lebih besar di kawasan tersebut ? Ini adalah pertanyaan yang patut mendapat perhatian. (sin)