Eva Fu
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan keprihatinannya terhadap 11 warga negara Tiongkok yang ditahan karena memberikan informasi yang berkaitan dengan pandemi kepada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin. Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat juga menuntut agar Beijing berhenti mencekik pelaporan jujur di Tiongkok.
“Amerika Serikat menyerukan kepada pemerintah Republik Rakyat Tiongkok untuk membebaskan para wartawan dan kontak-kontak mereka yang ditahan karena melaporkan pembatasan COVID-19 dan untuk menghentikan upaya pemerintah Republik Rakyat Tiongkok untuk membungkam orang-orang yang berusaha melaporkan kebenaran,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat kepada The Epoch Times dalam sebuah email.
“Kami secara konsisten menggarisbawahi pentingnya independen, transparan, dan pelaporan berbasis fakta mengenai COVID-19,” tambah juru bicara itu.
Sebanyak sebelas orang, yang semuanya adalah praktisi kelompok keyakinan Falun Gong yang dianiaya, telah ditahan di Pusat Penahanan Distrik Dongcheng di Beijing selama lebih dari setahun.
Dalam sebuah dakwaan di April, mereka dituduh “mengambil foto-foto dan mengunggah foto-foto tersebut ke situs-situs web luar negeri antara bulan Februari 2020 hingga Juni 2020,” menurut pengacara sebelas orang itu.
Surat dakwaan tidak menyebutkan situs web tertentu, tetapi but the Committee to Protect Journalists (CPJ) sebuah pengawas kebebasan pers yang berbasis di New York, mengatakan bahwa para tahanan didakwa karena memasok bahan-bahan ke The Epoch Times, dengan mengutip seseorang yang mengetahui kasus tersebut.
Rezim Komunis Tiongkok telah mengendalikan informasi yang berkaitan dengan pandemi secara ketat, seperti kebijakan lockdown yang keras diterapkan rezim Tiongkok serta total angka infeksi dan angka kematian yang sebenarnya, dalam upaya rezim Tiongkok untuk menekan apa pun yang dapat mencoreng citra Partai Komunis Tiongkok. Dokter yang melaporkan pelanggaran, jurnalis-jurnalis warga, dan akademisi-akademisi telah dihukum oleh rezim Tiongkok karena menyebarkan informasi tanpa disaring terlebih dahulu mengenai wabah tersebut atau mengkritik kebijakan Partai Komunis Tiongkok.
“Tiongkok harus berhenti berusaha mencegah warganegaranya melaporkan berita dan menerbitkan foto-foto mengenai pembatasan-pembatasan COVID-19 yang dilakukan Tiongkok,” kata Steven Butler, koordinator program kelompok jurnalis Asia, dalam sebuah penyataan 24 Agustus.
“Sebelas orang itu ditangkap karena mengirim foto-foto dan informasi ke The Epoch Times harus segera dibebaskan dari penjara, di mana semua tuduhan dibatalkan,” Steven Butler menambahkan.
Seorang juru bicara The Epoch Times sebelumnya menyatakan, keprihatinan mengenai keamanan mereka dan meminta masyarakat internasional untuk “mengutuk pelanggaran kebebasan pers.”
The Epoch Times didirikan pada tahun 2.000 di Amerika Serikat, awalnya sebagai sebuah surat kabar berbahasa Mandarin, sebagai tanggapan atas upaya-upaya Partai Komunis Tiongkok. Akibatnya, The Epoch Times telah lama diblokir di Tiongkok, dan para reporter paling awal di Tiongkok dipenjara, beberapa dihukum selama 10 tahun.
Pengadilan Rakyat Dongcheng Beijing membatalkan sidang yang dijadwalkan menampilkan para tahanan pada 19 Agustus, menurut sebuah posting tanggal 15 Agustus di Minghui.org, sebuah situs web yang berbasis Amerika Serikat yang didedikasikan untuk melacak penganiayaan terhadap Falun Gong. Seruan yang berulang-ulang dari The Epoch Times ke pengadilan tidak dijawab.
Xie Yanyi, pengacara salah satu tahanan Xu Na, telah diblokir dari membela kliennya sejak bulan Mei. Ia menyebut kasus itu sebagai sebuah “versi insiden Li Wenliang yang meningkat,” mengatakan bahwa rezim Tiongkok “melakukan sebuah kejahatan.”
Li Wenliang adalah salah satu dokter Tiongkok pertama yang memperingatkan mengenai virus Komunis Tiongkok, yang umumnya dikenal sebagai jenis Coronavirus yang menyebabkan COVID-19, di bulan Desember 2019. Ia kemudian ditegur oleh polisi karena melakukannya dan disuruh menandatangani sebuah pernyataan permintaan maaf atas “desas-desus.” Akhirnya Li Wenliang meninggal dunia setelah tertular virus tersebut.
Jurnalis warga Zhang Zhan, yang memposting video-video di media sosial merinci total korban wabah dari Wuhan, pada bulan Desember dinyatakan bersalah karena
“memilih pertengkaran dan memprovokasi masalah” dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Salah satu dakwaannya, menurut penilaian yang diterbitkan oleh situs advokasi hak asasi manusia China Change, mengatakan bahwa Zhang Zhan bersalah mengadakan wawancara dengan “media luar negeri Radio Free Asia dan The Epoch Times untuk dengan jahat menciptakan promosi mengenai pneumonia Coronavirus Wuhan, yang menyebabkan dampak negatif di antara khalayak luas.”
Zhang Zhan saat ini memiliki berat kurang dari 40,8 kg–—hampir setengah berat badannya —– karena mogok makan parsial yang ia mulai sejak penangkapannya pada akhir Mei.
“Sebuah media yang bebas dan independen, yang mencakup para jurnalis warga, adalah sangat penting untuk membuat pemerintah lebih bertanggung jawab, menjaga kita semua lebih aman dari wabah dan kemungkinan pandemi yang mungkin terjadi di masa depan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. (Vv)