ETIndonesia – Dinamika varian virus COVID-19 telah menjadi tantangan selama hampir 2 tahun berjalannya pandemi. Bahkan, adanya varian-varian baru COVID-19 dikhawatirkan berpotensi menurunkan efektifitas vaksin yang digunakan.
Terkait hal ini, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito meminta masyarakat tidak khawatir. Termasuk terhadap jenis vaksin yang tengah digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia saat ini. Karena WHO telah menegaskan bahwa standar vaksin dalam membentuk kekebalan yang baik ialah yang memiliki nilai efikasi diatas 50 persen.
“Sikap yang tepat dengan adanya penurunan angka efektivitas vaksin ialah tidak berpuas diri terhadap angka capaian vaksinasi. Bahkan baiknya bisa melebihi 70% dari populasi agar menjamin kekebalan komunitas secara sempurna terbentuk,” ujar Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan di Graha BNPB, Kamis (2/9/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan strategi vaksinasi seperti pemberian vaksin dosis penuh. Hal ini, karena setelah pemberian dosis pertama, kekebalan akan turun dan perlu diberikan booster atau dosis kedua agar kekebalan terbentuk optimal dan bertahan dalam waktu lebih panjang.
Wiku menegaskan bahwa seluruh vaksin COVID-19 yang disuntikkan ke masyarakat telah melewati proses yang tidak sederhana untuk memastikan kualitas dan keamanan vaksin terjamin. Juga, proses pemantauan mutu vaksin dalam membentuk kekebalan bersifat berkelanjutan dan tidak hanya berhenti pada pengujian laboratorium atau uji netralisasi saja. Juga diteruskan kepada pemantauan di dalam tubuh dengan skala komunitas atau masyarakat.
Soal dinamika varian yang ada, WHO sendiri telah membagi hasil mutasi COVID-19 menjadi 2 jenis, yaitu varian of concern (VOC) atau varian yang menjadi perhatian, dan varian of interest (VOI) atau varian yang diamati. Yang perlu diwaspadai ialah VOC. Karena terbukti menunjukkan perubahan karakteristik yang tergolong lebih menular atau infeksius daripada virus original atau aslinya yang pertama di Wuhan China 2019.
Meski demikian, mengandalkan vaksin sebagai solusi tunggal di tengah dinamika varian COVID-19, tidak disarankan. Karena, sampai hari ini, kenaikan kasus masih terlihat bahkan di negara- negara yang telah melakukan vaksinasi diatas 60% seperti Israel dan Islandia.
Upaya penanganan pandemi dengan vaksinasi harus dibarengi dengan proteksi paling ideal yaitu menjalankan disiplin protokol kesehatan secara sempurna, telah divaksin dosis penuh dan menjalankan upaya 3T secara antisipatif. (Satgas/asr)