oleh Jing Zhongming
Komunis Tiongkok secara resmi mengajukan permintaan untuk bergabung dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership. CPTPP). Jepang yang ditunjuk sebagai negara ketua tahun ini bersikap hati-hati dalam meninjau aplikasi ini, terutama menyangkut apakah komunis Tiongkok bersedia mematuhi aturan yang ditetapkan CPTPP.
Pada 16 September, Kementerian Perdagangan komunis Tiongkok mengumumkan bahwa Menteri Perdagangan Wang Wentao telah mengirimkan surat tertulis kepada Selandia Baru untuk bergabung dengan CPTPP. Kedua pihak sedang melakukan pembahasan lebih dalam tentang rencana itu.
Nippon News Network (NNN) melaporkan bahwa tahun ini Jepang adalah negara ketua komite CPTPP, tetapi pemerintah Jepang mengambil sikap hati-hati terhadap keinginan pemerintah komunis Tiongkok untuk bergabung di CPTPP, dan berpendapat bahwa perlu untuk mengamati apakah rezim Beijing dapat mematuhi standar yang tinggi dari CPTPP.
Pendahulu CPTPP adalah “Trans-Pacific Partnership Agreement” (TPP). Setelah Amerika Serikat mundur dari TPP pada tahun 2017, 11 negara yang dipimpin oleh Jepang menata ulang menjadi CPTPP. Negara penandatangan dari CPTPP antara lain Jepang, Kanada, Australia, Selandia Baru , Singapura, Malaysia, Vietnam, Brunei, Meksiko, Chili dan Peru, dengan total populasi sekitar 500 juta orang dan total produksi sebesar USD. 11 triliun, yang menyita sekitar 13,1% dari PDB global.
Menurut media Jepang ‘Nihon Keizai Shimbun’, bahwa Selandia Baru berfungsi sebagai penyimpan CPTPP dan bertanggung jawab untuk menangani berbagai tugas administratif perjanjian, termasuk menerima permintaan aksesi dari negara lain.
Sejak awal tahun ini, dalam upayanya untuk bergabung dengan CPTPP, pemerintah komunis Tiongkok telah berturut-turut melakukan negosiasi teknis dengan beberapa negara anggota CPTPP.
Menurut Reuters, untuk melobi Australia, duta besar komunis Tiongkok untuk Australia menyerahkan laporan ke Parlemen Australia pada 10 September, yang isinya mengklaim bahwa potensi kerjasama ekonomi antara Tiongkok dengan Australia cukup besar. Tetapi dalam situasi dimana hubungan politik dan ekonomi kedua negara saat ini yang sedang memburuk, serta sanksi mencapai miliaran dolar yang dikenakan Beijing terhadap Canberra sama sekali tidak disinggung-singgung dalam surat lobi tersebut.
Dilaporkan oleh ‘Sankei Shimbun’ pada 3 Januari tahun ini, bahwa dalam sebuah wawancara eksekutif dengan kritikus terkenal Sakurai Ryoko, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengakui bahwa mungkin sulit bagi Beijing yang memiliki sistem politik dan ekonomi yang mereka anut sekarang untuk bergabung dengan CPTPP. Yoshihide Suga mengungkapkan bahwa peraturan CPTPP mengharuskan negara-negara anggota untuk memiliki tingkat pembukaan pasar yang sangat tinggi. Ini merupakan ambang batas yang sangat tinggi bagi pemerintah komunis Tiongkok.
Lee, Roy Chun, Deputy Director, Taiwan WTO Center, Chung Hua Institution for Economic Research juga mengatakan kepada Deutsche Welle, bahwa CPTPP memiliki ambang batas untuk sistem ekonomi dari negara-negara anggotanya, kiranya, pemerintah komunis Tiongkok sulit dapat memenuhi persyaratan relevan ini. (sin)