oleh Xia Yu
Regulator tenaga nuklir AS bulan lalu mengeluarkan perintah untuk menangguhkan izin penjualan bahan radioaktif dan isotop hidrogen yang digunakan dalam reaktor nuklir ke perusahaan energi nuklir milik negara terbesar di Tiongkok China General Nuclear Power (CGN) Group, Kejadian ini menyoroti kekhawatiran pemerintah AS terhadap komunis Tiongkok yang belakangan ini semakin gencar mengembangkan senjata nuklir
Kantor berita Reuters pada 5 Oktober melaporkan bahwa Komisi Pengaturan Nuklir Amerika Serikat (Nuclear Regulatory Commission) dalam sebuah instruksinya yang dikeluarkan pada 27 September menyebutkan bahwa, Gedung Putih telah menetapkan penangguhan penjualan bahan nuklir ke CGN dengan alasan demi kepentingan keamanan nasional dan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Energi Atom tahun 1954.
Perintah penangguhan termasuk melarang ekspor bahan radioaktif dan hidrogen-2 (deuterium) ke CGN Group beserta anak perusahaannya atau entitas terkait. Deuterium adalah isotop hidrogen non-radioaktif yang digunakan dalam reaktor fisi air berat di pembangkit listrik tenaga nuklir.
Pada 14 Agustus 2019, Biro Industri dan Keamanan dari Kementerian Perdagangan (Bureau of Industry and Security) era pemerintahan Trump telah memasukkan China General Nuclear Power Group (CGN) dan anak perusahaannya China General Nuclear Power Corporation (CGNPC), China Nuclear Power Technology Research Institute Co. Ltd. dan Suzhou Nuclear Power Research Institute Co. Ltd. ke dalam daftar hitam. Pasalnya perusahaan ini terlibat atau mencoba untuk mendapatkan teknologi dan material Amerika Serikat yang canggih untuk ditransfer ke pemerintah komunis Tiongkok untuk pemanfaatan militer.
Pembangkit listrik tenaga nuklir yang dibangun oleh China General Nuclear Power Group didasarkan pada teknologi Westinghouse Electric Corporation Amerika Serikat.
Dalam laporan yang diserahkan ke Kongres tahun lalu, Pentagon memperkirakan bahwa jumlah hulu ledak nuklir di daratan Tiongkok dalam 10 tahun ke depan setidaknya bisa mencapai dua kali lipat dari persediaan mereka saat ini.
Pada 12 Agustus tahun ini, Komandan Komando Strategis AS dan Laksamana Angkatan Laut AS, Charles Richard dalam pidatonya di Simposium Pertahanan Luar Angkasa dan Rudal telah memperingatkan bahwa investasi cepat pemerintah komunis Tiongkok dalam persenjataan nuklir telah meningkatkan ancaman dan akan menimbulkan tantangan strategis utama bagi Amerika Serikat dan sekutunya.
Charles Richard mengatakan bahwa Partai Komunis Tiongkok dengan cepat meningkatkan kemampuan dan kuantitas senjata nuklir strategisnya dan memperkuat daya ancaman berbagai rudal milik mereka, termasuk : muatan peluru kendali balistik yang berisi beberapa hulu ledak (multiple independently targetable reentry vehicles), peluru kendali balistik jarak menengah (medium-range ballistic missile. MRBM), peluru kendali balistik antarbenua yang bergerak (Mobile Intercontinental Ballistic Missile. Mobile ICBM) dan peluru kendali balistik berbasis kapal selam (submarine-launched ballistic missiles. SLBM) dan lainnya.
Dia juga memperingatkan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir generasi baru yang sedang dikembangkan oleh komunis Tiongkok dapat menghasilkan sejumlah besar plutonium yang digunakan untuk senjata nuklir.
Meskin, pemerintah komunis Tiongkok terus berargumen bahwa program tenaga nuklirnya digunakan untuk tujuan damai.
Media Inggris ‘Financial Times’ yang mengutip ungkapan yang diberikan seorang sumber terpercaya pada 25 Juli melaporkan bahwa, pemerintah Inggris sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan CGN Group dari semua proyek terkait pembangkit listrik Inggris. (sin)