oleh Li Hui – Sound of Hope
Raksasa ritel Amerika Walmart pada Sabtu (9/10/2021) memutuskan bahwa mereka akan mengalihkan bisnis pasokan globalnya (supplier enablement) dari daratan Tiongkok ke India. Keputusan tersebut berlaku sejak tanggal dikeluarkan.
Menurut laporan media daratan Tiongkok, Walmart yang memasuki pasar daratan Tiongkok sejak tahun 1996 memiliki dua sistem bisnis utama, Walmart Store dan Sam’s Club. Namun dalam 4 tahun dari 2016 hingga 2020, Walmart telah menutup 80 outlet di daratan Tiongkok. Menurut data dari China Chain Store and Franchise Association, pada akhir 2019, Walmart tercatat memiliki 442 outlet di daratan Tiongkok. Namun jumlahnya selain hampir tidak meningkat dalam 6 tahun terakhir, malahan tingkat pertumbuhan penjualan di outlet mengalami penurunan.
Self-media individu “Zhang Lin Vision” dalam komentarnya menyebutkan bahwa perkembangan penjualan Walmart di daratan Tiongkok tidak baik. Pertama karena ada terlalu banyak barang palsu di Tiongkok, dan biaya Walmart untuk mengidentifikasi barang palsu terlalu tinggi. Kedua, Walmart “tidak dapat diterima” di daratan Tiongkok karena kebanyakan pusat perbelanjaan berskop besar mereka dibangun di pinggiran kota, dan kebanyak dari tempat-tempat itu tidak ada jalur bus. Selain itu, Walmart juga tidak ingin menyuap pejabat dengan memberikan hadiah agar dibuatkan jalur bus, sehingga meskipun bertahun-tahun telah lewat, lalin masih menjadi hambatan, pengunjung tidak banyak, biaya operasi besar, merugi sudah pasti.
Saat ini, Walmart telah mulai melakukan pekerjaan relokasi. Perusahaan berjanji membeli produk-produk manufaktur India senilai lebih dari USD. 10 miliar.
Belakangan ini semakin banyak perusahaan asing yang hengkang dari daratan Tiongkok. Pada bulan September tahun ini, Samsung Heavy Industries Korea Selatan menutup Galangan Kapal mereka di Kota Ningbo dan menarik diri dari Tiongkok. Pabrik LCD milik Jepang juga mengumumkan penutupan pabriknya di Suzhou pada akhir tahun ini.
Sebelumnya, hampir 1.700 perusahaan Jepang telah mengajukan subsidi relokasi kepada pemerintah Jepang untuk biaya relokasi pabrik. Hampir 80% lini produksi perusahaan Amerika Serikat juga telah menarik diri dari daratan Tiongkok. Begitu pula 85% perusahaan Asia Utara juga melakukan hal yang sama.
Tahun lalu, virus komunis Tiongkok (COVID-19) menyebar dengan ganas ke seluruh dunia. Selain berdampak parah pada ekonomi global, pemerintah komunis Tiongkok juga dicurigai sampai batas-batas tertentu telah mencegah produsen produk medis untuk mengekspor produk mereka, yang mengakibatkan produk perlindungan epidemi di AS, Jepang dan negara-negara lain kekurangan pasokan yang serius.
Banyak pemerintah menyadari bahwa mereka tidak dapat lagi menempatkan seluruh rantai industri di daratan Tiongkok, mengandalkan pasokan dari Tiongkok bisa membahayakan. Karena itu negara-negara mulai merestrukturisasi rantai industri. Mereka secara berturut-turut memperkenalkan kebijakan untuk mendorong dan membantu perusahaan kembali ke negara asalnya.
Pemerintah Jepang mengumumkan pada April tahun lalu, bahwa mereka akan menginvestasikan USD. 2,2 miliar untuk mendukung perusahaan Jepang yang kembali ke Jepang atau pindah ke bagian lain di Asia seperti Asia Tenggara.
Pemerintahan Trump pernah mengatakan bahwa, jika pengusaha Amerika Serikat ingin menarik perusahaan mereka dari daratan Tiongkok, pemerintah akan membayar jumlah penuh biaya pindahnya sebagai dukungan terhadap kepulangan mereka ke AS. Selain itu, pemerintah AS juga melarang perusahaan penting seperti industri militer dan perawatan medis mendirikan pabrik di daratan Tiongkok. (sin)