AS Menuju Perang Dingin Baru dengan Rezim Tiongkok Di Tengah Agresi Beijing yang Semakin Meningkat

J.M. Phelps

Ada sebuah kasus yang kuat bahwa sebuah perang dingin baru sedang terjadi antara Amerika Serikat di satu sisi, dan Tiongkok dengan Rusia di sisi lain, menurut seorang pensiunan Letnan Kolonel Angkatan Darat Amerika Serikat.

Setelah bertugas sebagai seorang “Prajurit perang Dingin” selama dekade terakhir ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dengan bekas Uni Soviet, Robert

Maginnis mengatakan bahwa sifat permusuhan dan perebutan kekuasaan saat ini dari rezim Tiongkok dan aliansi rezim Tiongkok dengan Rusia, mengingatkannya akan apa yang ia saksikan langsung dengan kebangkitan Uni Soviet.

“Saya telah melihat ini sebelumnya dan sekarang saya melihatnya lagi,” kata Robert Maginnis kepada The Epoch Times.

Para analis telah membuat perbandingan ini sejak tahap terakhir pemerintahan Trump, ketika Amerika Serikat mulai mengambil tindakan yang semakin keras untuk memerangi berbagai ancaman yang ditimbulkan oleh rezim komunis Tiongkok.

Pemerintahan Joe Biden secara luas terus-menerus menghadapi agresi rezim komunis Tiongkok, menempatkan sebuah penekanan untuk membangun aliansi untuk membentuk sebuah front bersatu dalam melawan Beijing. Pada September, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia meluncurkan sebuah kemitraan keamanan baru, yang dikenal sebagai

AUKUS, yang memusatkan perhatian pada Indo-Pasifik, sebuah langkah yang secara luas dipandang sebagai sebuah upaya untuk menargetkan ketegasan militer rezim komunis Tiongkok di wilayah tersebut.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres baru-baru ini menyatakan, Amerika Serikat dan rezim Tiongkok memperbaiki hubungan mereka yang “sepenuhnya penyelewengan fungsi,” memperingatkan alternatif sebuah perang dingin baru yang potensial. 

Di dalam tanggapan, Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki menegaskan bahwa Amerika tidak mencari sebuah perang dingin dengan Beijing, dan mencirikan hubungan Amerika Serikat dengan rezim Tiongkok adalah “bukan konflik, tetapi persaingan.”

Senator Partai Republik Mike Gallagher (R-Wis.) tidak setuju, dengan mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang berada pada tahap awal sebuah perang dingin baru dengan Tiongkok.

Mengesampingkan Eropa

Sehubungan dengan kemitraan AUKUS yang melihat Amerika Serikat dan Inggris mendukung akuisisi kapal selam bertenaga nuklir Australia, Robert Maginnis berkata, sebuah aliansi dengan Australia adalah tidak terlalu mengejutkan. Robert Maginnis menganggap Australia sebagai “sebuah sekutu yang solid” di selatan Pasifik dengan sebuah kepijakan yang sangat baik melalui kawasan ini.

Kesepakatan itu memicu kemarahan dari Prancis, yang akhirnya kalah untuk sebuah perjanjian sebelumnya yang ditandatangani pada tahun 2016 untuk menyediakan Australia dengan kapal selam. Ada kekhawatiran yang berkelanjutan mengenai penundaan, pembengkakan biaya, dan pertanyaan besar mengenai apakah kapal selam itu akan memenuhi persyaratan pertahanan Australia, yang telah diperdebatkan secara publik selama bertahun-tahun.

Namun demikian, putusnya hubungan diplomatik telah menyebabkan beberapa analis menyatakan, sebuah keretakan yang melebar antara negara-negara Anglophone dan Eropa dalam pendekatan mereka terhadap Tiongkok.

Dan Steiner, seorang pensiunan kolonel Angkatan Udara Amerika Serikat dan ahli strategi global, mengatakan tampaknya ada kurangnya visi di dalam pemerintahan Joe Biden yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri, tetapi menambahkan kemitraan AUKUS dapat menjadi sebuah indikasi kecil terhadap apa yang akan datang.

Robert Maginnis dan Dan Steiner setuju bahwa ada kesamaan antara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan apa yang dilbentuk Amerika Serikat di bawah AUKUS. Robert Maginnis menunjukkan, NATO adalah sebuah upaya yang sangat diselenggarakan dengan persetujuan bersama dan tersinkronisasi untuk menantang ekspansi Uni Soviet ke seluruh Eropa. Kedua pensiunan perwira militer itu mengatakan AUKUS adalah awal Amerika Serikat dalam upaya membentuk “versi NATO di Asia” untuk melawan rezim Tiongkok.

Tidak lama setelah peluncuran AUKUS, Presiden Joe Biden menjadi tuan rumah sebuah Konferensi Tingkat Tinggi di Washington dengan para pemimpin dari Jepang, India, dan Australia. Dialog Keamanan Segiempat, juga dikenal sebagai Quad, juga mencari untuk mengatasi kekuatan militer dan ekonomi rezim Tiongkok yang semakin tumbuh di kawasan Indo-Pasifik, kata para analis.

Antara AUKUS dan Quad, Dan Steiner mengatakan Partai Komunis Tiongkok dapat membuat sebuah argumen yang baik bahwa Amerika Serikat sedang meninggalkan Eropa tidak seperti di masa lalu.

“Rezim Tiongkok dapat mengatakan kesepakatan AUKUS dan pertemuan Quad hanya menunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak peduli lagi dengan Eropa atau NATO,” kata Dan Steiner.

Oleh karena itu, rezim Tiongkok akan memanfaatkan retakan yang telah terjadi antara Amerika Serikat dengan Prancis agar sesuai dengan agenda rezim Tiongkok, kata Dan Steiner. “Rezim Tiongkok memberitahu dunia, anda tidak dapat mempercayai Amerika Serikat, dan rezim Tiongkok akan terus-menerus mendorong cerita bahwa Amerika Serikat sedang bergeser menjauhi Eropa.”

Bagi Dan Steiner, adalah jelas bahwa Amerika Serikat sedang berusaha untuk menyelaraskan kembali dirinya sendiri dengan mitra yang lebih mampu menangani Partai Komunis Tiongkok.

Hambatan untuk Aliansi Baru

Dan Steiner mengatakan ada hambatan untuk membentuk aliansi semacam itu, dengan menyatakan Partai Komunis Tiongkok menyadari bahwa banyak negara yang akan diupayakan oleh Amerika Serikat, untuk membentuk sebuah aliansi dengan negara yang sudah kecanduan perangkap laba-laba ekonomi Tiongkok.”

Rezim komunis Tiongkok memiliki tentakel-tentakelnya di sebagian besar negara, di mana akan berupaya untuk menyelaraskan dengan di Asia, dan negara-negara ini mencakup Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam, menurut Dan Steiner.

Sebaliknya, Dan Steiner mengatakan, negara yang awalnya bergabung dengan NATO pada tahun 1949 tidak memiliki hubungan keuangan atau ekonomi dengan Uni Soviet.

“Akan jauh lebih sulit untuk membentuk sebuah NATO versi Asia daripada membentuk NATO pada akhir Perang Dunia II,” kata Dan Steiner.

Sebuah Rezim yang ‘Meledak’

Bagi Robert Maginnis, aliansi borjuis sedang bersekongkol melawan militer Tiongkok yang meledak-ledak, sebagai pengakuan atas meningkatnya ancaman yang ditimbulkan oleh Partai Komunis Tiongkok.

“Rezim Tiongkok menganggap Amerika Serikat sebagai musuhnya, [menambahkan] bahwa] sikap militer Tiongkok dan Rusia sedang meledak di seluruh dunia,” kata Robert Maginnis.

Partai Komunis Tiongkok hampir mencapai titik untuk dapat menantang Amerika Serikat di bidang nuklir, kata Robert Maginnis, menunjuk ke laporan pertengahan tahun mengenai pembangunan hampir 120 silo rudal baru di dekat kota barat laut Yumen, dan 110 silo lainnya di ujung barat wilayah Xinjiang.

Saat ancaman dari  Komunis Tiongkok meningkat, Robert Maginnis mengatakan hubungan aliansi antara rezim Tiongkok dengan Rusia, juga menjadi sebuah kekhawatiran yang berkembang, meningkatkan prospek sebuah perang dingin baru. Latihan pertama angkatan laut bersama Tiongkok dengan Rusia terjadi pada tahun 2017, dan baru-baru ini, Robert Maginnis berkata, Tiongkok dan Rusia juga menyelaraskan posisinya di Afghanistan. Rezim Tiongkok memperluas pengaruhnya ke seluruh dunia, Robert Maginnis berkata, “Ini tidak seperti apa pun yang terlihat di masa lalu.” (Vv)

FOKUS DUNIA

NEWS