Chip Rudal Hipersonik Komunis Tiongkok Datang dari AS, Anggota Parlemen AS Desak Gedung Putih Segera Bertindak

oleh Lin Yan

Anggota Parlemen AS Perwakilan Republik dari Negara Bagian Wisconsin, Michael John Gallagher pada Minggu (17/10/2021) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa uji coba rudal hipersonik pemerintah komunis Tiongkok harus dijadikan sebagai seruan untuk bertindak.

Media Inggris ‘Financial Times’ mengutip sejumlah informasi dari sumber terpercaya pada 16 Oktober memberitakan bahwa pemerintah komunis Tiongkok baru-baru ini telah melakukan uji coba peluncuran rudal hipersonik berkemampuan nuklir. Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian pada Senin 18 Oktober, membantah peluncuran rudal kecuali wantariksa.

Rudal hipersonik dapat mendorong rudal untuk terbang lebih dari 5 kali kecepatan suara, dan dimungkinkan untuk menghindari sistem pertahanan yang ada.

Para ahli mengatakan bahwa militer komunis Tiongkok mungkin menjadikan kapal angkatan laut dan pangkalan udara di wilayah Pasifik sebagai sasaran penyerangan. Dibandingkan dengan rudal jelajah konvensional, yang membutuhkan waktu satu atau dua jam untuk mencapai target. Rudal hipersonik dapat mencapai target hanya dalam beberapa menit. Ini akan menimbulkan kekhawatiran besar bagi Amerika Serikat. 

“Jika kita tetap pada pendirian puas diri saat ini, atau menggantungkan harapan kita pada istilah usang “pencegahan melalui kekuatan bersama”, maka dalam 10 tahun ke depan kita akan kalah dalam perang dingin baru melawan komunis Tiongkok. Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok sekarang memiliki kemampuan yang semakin kredibel untuk menghancurkan sistem pertahanan rudal kita dan mengancam Amerika Serikat dengan serangan konvensional dan nuklir”, kata Mike Gallagher.

Mike sekali lagi menyinggung soal kebocoran pada kebijakan di bidang teknologi yang sebelumnya dilaporkan oleh media, yakni pemerintah komunis Tiongkok menggunakan strategi integrasi militer-sipil untuk memperoleh teknologi chip inti yang dibutuhkan untuk rudal hipersonik dari Amerika Serikat.

“Hal yang lebih mengganggu adalah bahwa teknologi Amerika Serikat telah berkontribusi terhadap program rudal hipersonik militer komunis Tiongkok”, kata pernyataan itu.

Media AS ‘Washington Post’ melaporkan bahwa pada bulan April, perusahaan informasi teknologi ‘Phytium’ di Tianjin telah berhasil memanfaatkan teknologi dan chip militer dari Amerika Serikat untuk menyediakan kemampuan bagi superkomputer militer komunis Tiongkok yang mensimulasikan penerbangan hipersonik.

Mike Gallagher mengatakan, meskipun tindakan pemerintahan Biden memasukkan ‘Phytium’ ke dalam daftar hitam entitas di Kementerian Perdagangan tersebut sudah dianggap benar, tetapi dalam praktik pelaksanaannya — aturan yang terkait dengan produk asing langsung, belum dapat benar-benar digunakan untuk memerangi Huawei. Oleh karena itu, teknologi yang diproduksi oleh TSMC yang berasal dari Amerika Serikat itu masih dapat dimanfaatkan oleh ‘Phytium’ untuk kejahatan. Ini yang perlu diubah. 

Dia mengatakan : “Kasus Phytium Technology Co., Ltd. hanyalah permulaan. Namun, untuk waktu yang lama pemerintah AS belum mampu memberikan tekanan maksimum terhadap strategi integrasi militer-sipil pemerintah komunis Tiongkok. Oleh karena itu, sebagian dari teknologi canggih negara kita sekarang terancam oleh strategi integrasi militer-sipil pemerintah komunis Tiongkok. Sehingga kita harus melakukan decoupling menyeluruh dengan semua urusan yang terkait dengan integrasi militer-sipil”.

Mike Gallagher memperingatkan, kita harus menghentikan usaha patungan, investasi, dan kerja sama penelitian yang melibatkan integrasi militer-sipil. Kita juga perlu mencegah modal Wall Street mengalir ke bidang teknologi Tiongkok”.

“Entitas AS memiliki pilihan yang jelas : mereka dapat berdiri di pihak negara kita, atau mereka dapat berdiri di pihak rezim komunis yang sekarang mengancam genosida kota kita. Mereka tidak dapat memiliki keduanya. Sekaranglah waktunya untuk membuat pilihan”.

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan pada hari Senin, bahwa Washington memperhatikan dengan seksama pengembangan sistem senjata canggih militer komunis Tiongkok, tetapi menolak untuk mengomentari rudal hipersonik berkemampuan nuklir mereka.

Dalam konferensi pers reguler Gedung Putih pada hari Senin sore, juru bicara Jen Psaki juga mengatakan bahwa dia tidak ingin mengomentari masalah tersebut, tetapi menyatakan keprihatinan.

Beijing memperoleh Chip inti superkomputer AS melalui perusahaan Taiwan

‘Washington Post’ mengungkapkan bahwa teknologi rudal hipersonik militer komunis Tiongkok bergantung pada penerapan superkomputer, dan chip inti dari superkomputer diperoleh militer komunis Tiongkok dari perusahaan Taiwan melalui pemanfaatan celah kontrol teknologi AS.

Militer komunis Tiongkok telah melakukan eksperimen senjata supersonik di Mianyang, Sichuan, dengan menggunakan chip ‘Phytium’. Namun, ‘Phytium’ sebenarnya adalah perusahaan militer yang bergerak dalam pengadaan produk inti eksternal dengan tameng “perusahaan swasta” untuk menghindari sanksi. Sebagian besar eksekutifnya adalah mantan perwira militer lulusan Universitas Nasional Teknologi Pertahanan Tiongkok.

Teknologi perangkat lunak untuk chip ‘Phytium’ disediakan oleh dua perusahaan Silicon Valley di Amerika Serikat, yakni ‘Cadence Design Systems Inc.’ dan Synopsys. Sedangkan TSMC Taiwan bertanggung jawab untuk memproduksinya.

Ou Xifu, seorang peneliti dari Institute for National Defense and Security Research. (INDSR) sebuah think tank dari Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan mengatakan kepada Washington Post : “Perusahaan-perusahaan swasta ini melakukan bisnis tanpa mempertimbangkan faktor-faktor terkait keamanan nasional”.

Ou juga mengatakan bahwa sebagai wilayah kecil, Taiwan tidak memiliki kekuatan tawar-menawar dan kemauan untuk mengeluarkan larangan ekspor. Dibandingkan dengan tindakan dan peraturan kontrol ekspor Amerika Serikat yang relatif lengkap, Taiwan relatif longgar dan memiliki lebih banyak celah atau kelemahan.

Selain itu, perusahaan Taiwan selalu berada dalam dilema. Taiwan adalah wilayah otonom, bebas dan demokratis. Di satu sisi, ia bergantung pada Washington untuk bertahan melawan invasi Beijing. Di sisi lain, ia bergantung pada pasar Tiongkok yang menyumbang 35% dari volume perdagangan Taiwan. (sin)

FOKUS DUNIA

NEWS