Lisa Bian
Serial Survival yang viral di seluruh dunia Squid Game. Pada episode ke lima yang menegangkan menceritakan terjadinya pengambilan organ tubuh.
Adegan dimulai dengan seorang pria berlumuran darah diangkat dari kotak dan ditempatkan di meja operasi. Tanpa memeriksa tanda-tanda kehidupannya, seorang ahli bedah segera memotong tubuh dan memperlihatkan organ-organ dalam. “Ambil!” bunyi perintah suara itu. Kemudian ginjal diambil dari perut, ditempatkan dalam kantong berisi cairan. Lalu dikirim dalam perjalanan untuk dijual di pasar gelap
Adegan mengerikan ini dari season pertama, episode ke lima dari serial terpopuler Netflix dan viral secara global, “Squid Game,” kontes fiksi enam bagian yang berlangsung di Korea. Seri sembilan episode ini dibintangi oleh Lee Jung-jae, Park Hae-soo dan Wi Ha-joon.
Dalam drama survival yang sangat menegangkan itu, para perekrut mencari 456 kontestan dan mengundang mereka untuk merebutkan hadiah sebesar 45,6 miliar won Korea atau Rp 551,3 miliar). Secara khusus dicari kontestan yang berjuang secara finansial atau terlilit utang.
Setelah pertandingan pertama dimulai, para kontestan yang mengadu nasib dengan ganasnya permainan, menjadi terkejut mengetahui bahwa yang kalah membayar dengan nyawa mereka.
Selama permainan, pemantau bersenjata dan bertopeng menembak serta membunuh kontestan yang melakukan kesalahan atau gagal mencapai akhir permainan. Pada saat itu, pemain yang tak bernyawa dan sekarat diangkut dalam kotak kayu dan dikremasi. Kotak berisi organ yang bisa diselamatkan ditandai dengan titik merah dan segera dikirim ke ruang operasi.
Squid Game bukanlah proyek pertama atau satu-satunya di Korea yang berfokus pada pengambilan organ secara paksa. Korea pernah merilis film berjudul “Traffickers” pada tahun 2012. Film ini didasarkan pada pengalaman kehidupan nyata seorang wanita Korea yang organnya diambil untuk keuntungan oleh organisasi triad Korea bekerja sama dengan bea cukai, rumah sakit, dan departemen kepolisian Tiongkok. TV Korea Utara juga membuat film dokumenter berjudul “Kill to Live” pada tahun 2017.
Dalam sebuah wawancara dengan The Epoch Times, Lee Seung Won, presiden the Korea Association for Ethical Organ Transplants (KAEOT) mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada statistik yang akurat untuk mengkonfirmasi angka tersebut. Pihak berwenang Tiongkok menyembunyikan fakta dan warga Korea mengoordinasikan kunjungan rumah sakit mereka melalui saluran tidak resmi. Pemerintah Korea belum bisa memastikan jumlah warga Korea yang menerima transplantasi di Tiongkok.
Di film dokumenter “Kill to Live”, yang diproduksi oleh program “Investigative Report 7” jaringan siaran Korea Selatan TV Chosun, tim investigasi mengunjungi Rumah Sakit Pusat No. 1 Tianjin. Sehari sebelum tim tiba, delapan orang asing telah menerima transplantasi.
Menurut film dokumenter itu, orang-orang Korea telah pergi ke Tiongkok untuk transplantasi organ sejak tahun 2000, dan lebih dari 2.000 orang Korea melakukan perjalanan setiap tahun.
Menurut film dokumenter yang sama, 32.000 warga Korea pada Tahun 2017 sedang menunggu transplantasi organ dan banyak yang bersedia membayar sejumlah besar uang.
“Untuk mendapatkan jumlah akurat warga Korea yang menerima transplantasi di Tiongkok, kami bergerak maju untuk mencari kerja sama dengan pemerintah dan berencana untuk merilis hasilnya ke komunitas internasional segera setelah tersedia,” kata Lee.
Pada Juni, para ahli dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa mereka “sangat khawatir” dengan laporan dugaan “pengambilan organ secara paksa” oleh Komunis Tiongkok yang menargetkan minoritas, “termasuk praktisi Falun Gong, Uighur, Tibet, Muslim, dan Kristen.”
Pernyataan itu mengatakan informasi yang kredibel, menunjukkan para korban sedang menjalani tes darah dan pemeriksaan organ tubuh tanpa persetujuan mereka. Hasil pengujian sedang didaftarkan dalam database sumber organ hidup untuk tujuan alokasi organ di masa mendatang. Mereka yang terlibat dalam pengambilan organ secara sistematis adalah tenaga medis Tiongkok, termasuk ahli bedah, ahli anestesi, dan profesional sektor publik.
Pada Februari 2020, Rumah Sakit Rakyat Wuxi di Tiongkok melakukan transplantasi paru-paru ganda pertamanya pada seorang pasien berusia 59 tahun yang paru-parunya dirusak oleh virus Komunis Tiongkok, yang menyebabkan COVID-19.
Menurut laporan tahun 2016 yang diterbitkan dalam Journal of Biomedical Research, dari 1 juta hingga 1,5 juta warga Tiongkok yang membutuhkan transplantasi organ setiap tahun, kurang dari 10.000 yang berhasil dicocokkan.
Pada Juni 2019, Tribunal Tiongkok, sebuah pengadilan independen di London, Inggris, menyimpulkan bahwa organ para tahanan hati nurani telah diambil secara paksa dalam skala besar, terkadang saat mereka masih hidup. Organ digunakan untuk melayani perdagangan transplantasi yang berkembang pesat, yang menghasilkan sekitar 1 miliar dolar AS per tahun. Laporan menyatakan bahwa “Praktisi Falun Gong menjadi salah satu, dan mungkin sumber utama pasokan organ.” (asr)