Frank Fang – The Epoch Times
Sejumlah anggota Parlemen Eropa menuntut tindakan untuk memerangi pengambilan organ secara paksa, setelah para ahli memberikan bukti pada sidang Subkomite Parlemen Uni Eropa yang mengonfirmasi bahwa rezim komunis Tiongkok mengambil organ dari tahanan hati nurani dalam skala besar.
“Kami sampai pada kesimpulan tanpa keraguan tentang pengambilan organ secara paksa terbukti,” kata Sir Geoffrey Nice QC, yang memimpin Tribunal Tiongkok 2019, panel independen yang menyelidiki masalah ini, kepada Subkomite Hak Asasi Manusia Parlemen Eropa pada Senin (29/11/2021).
“Itu berarti menawan orang, Falun Gong, membunuh mereka, merobek semua organ mereka untuk dijual di pasar komersial,” tambahnya.
Tribunal Tiongkok menyimpulkan dalam laporannya tahun 2019, bahwa pengambilan organ secara paksa yang disetujui negara telah terjadi di Tiongkok selama bertahun-tahun “dalam skala signifikan.”
Laporan menyatakan secara “pasti” organ tersebut bersumber dari para pengikut Falun Gong yang dipenjara dan mereka “mungkin secara sumber utama.”
Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah disiplin spiritual dengan latihan meditasi dan ajaran moral. Pada Juli 1999, rezim Tiongkok meluncurkan kampanye nasional untuk mengumpulkan pengikut dan menjebloskan mereka ke penjara, kamp kerja paksa, pusat pencucian otak, dan bangsal psikiatri untuk memaksa mereka melepaskan keyakinannya.
Pada tahun 2006, tuduhan pengambilan organ secara paksa dari pengikut Falun Gong dalam tahanan pertama keli mengemuka.
Rezim Tiongkok mendapatkan keuntungan besar dari memasok industri transplantasi dengan organ yang diambil. Berdasarkan perkiraan, Nice mengungkapkan setiap tubuh korban dapat menghasilkan hingga sekitar setengah juta dolar ketika dieksploitasi sepenuhnya.
Awal bulan ini, pihak berwenang Tiongkok merilis daftar harga organ transplantasi yang berbeda, seperti $ 15.600 untuk jantung, menuai kritik dari para ahli kesehatan, yang mengatakan rezim komunis berusaha menutupi pelanggaran transplantasi.
Martin Elliott, seorang profesor ahli bedah kardiotoraks pediatrik di University College London, yang berada di panel Tribunal Tiongkok, mempresentasikan kepada anggota parlemen Uni Eropa berbagai jenis bukti yang diandalkan pengadilan untuk mencapai kesimpulannya. Misalnya, “jumlah donor terdaftar selalu jauh lebih rendah daripada transplantasi yang dilakukan” di Tiongkok, artinya ada “beberapa kumpulan donor tersembunyi.
“Transplantasi sedang dilakukan pada urutan 60.000 hingga 90.000 setahun pada waktu itu,” kata Elliott.
Dia mengatakan para tahanan hati nurani sedang menjalani tes medis, yang mana menunjukkan praktik mengerikan tersebut.
“Kami mendengar bukti lebih lanjut tentang para narapidana ini menjalani tes darah untuk alasan yang tidak pasti, [dan] pemeriksaan ultrasound pada organ mereka,” katanya.
Tes semacam itu digunakan jika seseorang ingin “membuktikan para tahanan sehat atau baik, atau organ mereka dalam kondisi baik.”
Akan tetapi, banyaknya dari tahanan yang menjadi sasaran penyiksaan di fasilitas ini, “sulit untuk membayangkan” tes tersebut memiliki tujuan lain selain untuk menguji kesehatan organ, kata profesor itu.
Selama bertahun-tahun, Tiongkok menjadi tujuan utama wisata transplantasi, karena rumah sakit Tiongkok menawarkan waktu tunggu singkat hanya dalam hitungan beberapa hari. Sebaliknya, di negara Barat, waktu tunggu untuk transplantasi organ bisa mencapai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Waktu tunggu yang begitu singkat di Tiongkok, kata Elliott, “hanya dapat dijelaskan oleh kumpulan donor laten.”
Baru-baru ini, beberapa legislatif negara bagian AS menerbitkan resolusi yang memperingatkan warga AS agar tidak bepergian ke Tiongkok untuk wisata organ. Resolusi negara bagian Texas yang diadopsi pada Juni lalu mengatakan, bepergian ke negara itu untuk tujuan transplantasi sama halnya dengan “tanpa disadari terlibat pembunuhan.”
Isabel Santos, seorang politisi Portugal dan anggota Subkomite Uni Eropa, melalui penerjemah mengatakan bahwa angka transplantasi tahunan yang disajikan oleh Elliott “benar-benar menunjukkan skala industri” dari praktik pengambilan organ di Tiongkok.
“Ini benar-benar menunjukkan kepada kita betapa mendesaknya untuk merenungkan tindakan bersama. Tidak bisa hanya tindakan Uni Eropa semata. Perlu tindakan bersama yang dilakukan oleh semua organisasi internasional untuk melawan momok ini,” kata Santos.
“Kita juga perlu menghukum mereka yang memanfaatkan praktik ini. Sepertinya hanya satu-satunya cara, agar kita bisa melawan kejahatan ini,” tambahnya.
María Soraya Rodríguez Ramos, seorang politisi Spanyol dan anggota subkomite HAM parlemen Uni Eropa, mengatakan melalui penerjemah bahwa pengambilan organ di Tiongkok benar-benar “pembunuhan dalam skala industri.”
Dia juga mempertanyakan apakah Uni Eropa harus memperkuat perlindungan hukum untuk memastikan “tidak satu pun dari organ-organ itu mencapai negara-negara anggota kita.”
Dominic Porter, kepala divisi untuk Tiongkok, Makau, Taiwan, dan Mongolia dari badan diplomatik Uni Eropa, European External Action Service, mengatakan kepada subkomite bahwa kementerian luar negeri “berulang kali menyatakan keprihatinan” tentang “kerahasiaan” seputar hukuman mati dan statistik transplantasi organ Tiongkok.
“Jadi izinkan saya menjelaskan Uni Eropa mengutuk keras praktik kriminal, tidak manusiawi, dan tidak etis dari pengambilan organ secara paksa,” kata Porter. (asr)