Anders Corr
Penimbunan data geolokasi kapal Beijing adalah indikator lain dari rencana masa depan Beijing untuk menggunakan pelayaran komersial untuk tujuan militer. Amerika Serikat dan sekutunya harus menuntut lebih banyak transparansi.
Armada pelayaran Tiongkok dihentikan sementara waktu, berpotensi membahayakan transportasi maritim, dan menyebabkan masalah besar bagi manajer rantai pasokan dan koordinator pengiriman saat mereka berjuang untuk memetakan arus pengiriman di pelabuhan Tiongkok dengan data yang tidak memadai.
Beijing diduga memberlakukan penghentian tersebut karena masalah keamanan nasional, yang menunjukkan bahwa Beijing akan terus secara ilegal menggunakan armada pelayaran komersial miliknya untuk tujuan militer. Tetapi penghentian geolokasi kapal juga dapat membantu penangkapan ikan ilegal secara besar-besaran oleh armada Tiongkok.
Taktik “zona abu-abu” Beijing—–seperti mengelilingi pulau yang direncanakan Beijing untuk diambil oleh milisi maritimnya yang menyamar sebagai kapal penangkap ikan—–bersama-sama dengan penjaga pantai Tiongkok dan kemudian lebih jauh, bersama-sama dengan Angkatan Laut Tiongkok, yang disebut strategi “kubis.”
Armada penangkap ikan Tiongkok–—misalnya, kapal pemukat cumi-cumi pada malam hari yang ilegal itu–—seringkali mematikan automatic identification system (AIS) saat sedang menangkap ikan di Zona Ekonomi Eksklusif negara-negara lain.
Yang lebih mengejutkan, strategi Beijing untuk meluncurkan rudal dari kargo peti kemas dapat dikatakan merupakan suatu pelanggaran Law of Naval Warfare.
AIS menyediakan data geolokasi kepada masyarakat dunia untuk keselamatan kapal, pelacakan kapal, dan logistik kapal. Ketika Beijing malahan mematikan penerima AIS yang berbasis di pantai Tiongkok dan transponder yang berbasis di kapal, untuk memfasilitasi agresi militer atau pencurian sumber daya ekonomi di Zona Ekonomi Eksklusif negara-negara lain, hal tersebut tidak hanya tidak etis, tetapi kadang melanggar Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut.
Membatasi akses ke data AIS secara efektif membatasi pengetahuan masyarakat mengenai kriminalitas yang disponsori negara.
Tindakan keras keamanan nasional Beijing yang baru terhadap berbagi data dengan pihak asing akan memfasilitasi penggunaan pelayaran komersial Beijing untuk tujuan kejahatan dan militer. Aturan Keamanan Informasi Partai Komunis Tiongkok sekarang melampaui perusahaan teknologi konsumen, seperti perusahaan ride-hailing Didi Chuxing, untuk mempengaruhi jarak penglihatan kapal yang dekat dengan pantai Tiongkok dalam apa yang seharusnya dilihat sebagai sebuah bahaya bagi pelayaran, sebuah anugerah bagi kriminalitas, dan sebuah ancaman bagi perdagangan dan perdamaian.
Beijing Menurunkan Penyediaan Data Maritim Komersial
Jumlah data AIS yang melakukan geolokasi kapal-kapal di dekat Tiongkok dan didistribusikan ke pihak-pihak asing telah anjlok karena ketakutan spionase yang tampaknya mendorong tindakan keras oleh Partai Komunis Tiongkok.
Penerima AIS terestrial titik-tetap di garis pantai dan perairan pedalaman Tiongkok, yang dulunya mengirimkan lokasi kapal terdekat puluhan kali per menit, kini kebanyakan gelap. Hal ini memaksa masyarakat internasional untuk bergantung pada data satelit yang hanya menyediakan lokasi sebuah himpunan bagian dari kapal yang memiliki perlengkapan terbaik, yang sangat jarang ada.
Menurut analis intelijen maritim, Lloyd’s List Jean-Charles Gordon, “kami hanya mendapatkan beberapa titik data per jam dari satelit versus terestrial yang mengumpulkan data setiap beberapa detik.”
Cichen Shen dari Lloyd’s List mencatat dalam sebuah artikel bahwa “Tiongkok masih menangkap semua sinyal AIS meskipun tidak membagikan sinyal tersebut.”
Cichen Shen percaya bahwa kesenjangan data AIS yang berkelanjutan dapat menyebabkan sakit kepala dan bahaya bagi perusahaan asing yang berupaya memantau armadanya atau perusahaan asing yang mengandalkan arus perdagangan di perairan Tiongkok karena hilangnya sebuah arak pandang.”
Kegagalan untuk menyediakan perusahaan pelayaran asing dengan sebuah lapangan permainan yang merata akan menempatkan perusahaan itu, pada sebuah posisi yang kurang menguntungkan di pasar pengiriman Tiongkok, dan dapat dikatakan merupakan sebuah pelanggaran aturan-aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
The Financial Times meringkas pandangan Anastassis Touros, yang memimpin tim AIS di MarineTraffic, bahwa “penurunan jarak pandang akan cenderung menyebabkan lebih banyak kemacetan di pelabuhan Tiongkok, yang memang telah macet di tengah cuaca buruk dan gangguan terkait pandemi, karena akan menjadi lebih sulit untuk mengatur waktu kedatangan kapal dengan periode lalu-lintas yang rendah.”
Beijing Mengira Mata-mata Menggunakan Data Miliknya
Yang bersalah, menurut Cichen Shen, adalah sebuah Hukum Perlindungan Informasi Pribadi yang baru yang mulai berlaku pada 1 November. Cichen Shen menggambarkan hukum tersebut sebagai “bagian upaya legislatif Tiongkok untuk mengendaikan bagaimana dan apakah data kedaulatan miliknya dapat diakses oleh organisasi di dalam negeri dan di luar negeri.”
The Times menggambarkan perlindungan data baru oleh rezim Tiongkok sebagai pembatasan informasi sensitif di luar negeri, melalui persyaratan terlebih dahulu pemeriksaan transmisi data penting melalui sebuah penilaian keamanan oleh pengawas data Tiongkok.
The Times mengutip media pemerintah Tiongkok yang memperingatkan, mengenai stasiun AIS di pesisir Guangdong, bahwa “intelijen yang diekstraksi dari data ini membahayakan keamanan ekonomi Tiongkok dan kerugiannya tidak dapat diabaikan.”
Menurut The Times, “Pihak berwenang yang diwawancarai dalam laporan tersebut mengatakan badan-badan intelijen asing, perusahaan dan lembaga pemikir menggunakan sistem ini untuk mengawasi kapal militer Tiongkok dan menganalisis aktivitas ekonomi dengan melakukan survei lalu-lintas kargo.”
Penurunan Transmisi Data Kapal Tiongkok yang Dramatis
Lloyd’s List mencatat bahwa penyedia data Tiongkok sedang mematikan transmisi AIS miliknya untuk pihak asing untuk berjaga-jaga jika mereka dapat dipertimbangkan dalam pelanggaran aturan baru. Dilaporkan, untuk minggu pertama November, 12 persen lebih sedikit posisi AIS yang tercatat di Zona Ekonomi Eksklusif Tiongkok, yang biasanya memanjang 200 mil laut dari garis pantai.
Menurut The Times, jumlah sinyal AIS yang dikurangi dari kapal di perairan Tiongkok dari 15 juta per hari di Oktober, menjadi hanya lebih dari 1 juta pada awal bulan November.
Manajer rantai pasokan pengiriman internasional kini akan menemukan pihaknya jauh lebih sulit untuk merencanakan rute pengiriman, logistik, dan pengeluaran barang-barang di pelabuhan Tiongkok. Tetapi jika larangan itu diperluas lebih jauh, hal itu dapat sangat membahayakan pengiriman dan melanggar komitmen internasional Beijing. Sekutu Tiongkok dapat mengikuti, memperluas degradasi yang sebelumnya tersedia secara bebas bagi pengiriman data secara global.
Menurut Greg Poling, seorang ahli hukum maritim di Center for Security and International Studies, “Vietnam tidak memberi banyak data AIS yang berbasis di pantai untuk penyedia komersial sehingga di perairan Vietnam kami sepenuhnya bergantung pada satelit.”
Menurut Profesor James Kraska, yang memiliki jabatan ganda di Perguruan Tinggi Perang Angkatan Laut Amerika Serikat dan Universitas Harvard, “AIS adalah sarana utama” untuk jarak pandang bagi pergerakan kapal global, dan diperlukan oleh International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS) untuk kapal-kapal minimal 300 gross ton. Profesor James Kraska mengatakan bahwa “mematikan AIS membuat kewaspadaan domain maritim menjadi lebih menantang.”
Sebagian besar kapal Tiongkok di dekat pantai Tiongkok telah mempertahankan transponder AIS mereka, menurut Greg Poling.
Transponder, yang juga dikenal sebagai pemancar-penerima, dapat menerima dan mengirim data geolokasi. Hal ini membuat transponder terlihat oleh satelit-satelit dan dapat menyiarkan posisi transponder tersebut ke kapal-kapal lain di dekatnya.
Tetapi beberapa kapal menggunakan pemancar yang lemah dan hanya dapat dilihat oleh penerima yang berbasis di pantai, bukannya satelit.
Analisis data satelit oleh lembaga nirlaba Global Fishing Watch menunjukkan bahwa kapal penangkap ikan ilegal dari Tiongkok dan Korea Utara mematikan, atau gagal untuk menempatkan transponder AIS.
Karena Beijing sedang mematikan aliran-aliran data AIS Tiongkok ke pihak-pihak asing di lebih banyak tingkat sistematis, manajer pelayaran internasional harus mengirim pengapalan masuk dan keluar dari pelabuhan Tiongkok dengan sedikit informasi mengenai kondisi lalu-lintas maritim setempat daripada yang mereka lakukan sebelumnya. Akademisi dan pihak-pihak yang tidak mendapat keuntungan terkait dengan penangkapan ikan yang berlebihan dan milisi perikanan yang dilengkapi dengan militer dan disubsidi oleh Beijing, akan memiliki lebih sedikit data yang diperlukan untuk melacak dan mempublikasikan pelanggaran yang dilakukan Beijing.
Tidak ada alasan teoretis bagi Beijing untuk menghentikan larangan data Tiongkok di AIS terestrial. Hampir dengan mudah, atas nama keamanan nasional, Beijing membatasi transmisi lokasi maritim industri pelayarannya yang ditransmisikan oleh satelit atau kapal-kapal itu sendiri, di mana saja di seluruh dunia.
Sedangkan pemancar AIS pelayaran Tiongkok secara umum belum mematikan penerima asing, ini adalah sebuah kemungkinan yang harus direncanakan karena hubungan yang memburuk antara Beijing dengan sebagian besar negara lainnya di seluruh dunia, dan pendekatan palu godam ala Partai Komunis Tiongkok, di mana sebuah pisau bedah mungkin sudah cukup.
Profesor Salvatore Mercagliano di Universitas Campbell menulis bahwa sebuah persyaratan oleh Beijing bahwa kapal-kapal mematikan AIS mereka, jika Beijing memperpanjang larangan data mereka dengan cara ini, akan menjadi sebuah pelanggaran komitmen internasional oleh Tiongkok.
Menurut Para Ahli, Pemadaman AIS oleh Tiongkok Adalah Tidak Berbahaya
“Pemadaman yang diberlakukan oleh kesepakatan Republik Rakyat Tiongkok dengan relay dan transmisi dari pantai data AIS ,” tulis Profesor Salvatore Mercagliano.
“Kapal-kapal masih menyiarkan dan kapal mana pun dapat menanyakan kapal yang lain, jadi tidak ada kekhawatiran mengenai bahaya navigasi. Apa yang terjadi dengan AIS, adalah bahwa ada operator pantai yang memiliki penerima yang mengumpulkan data AIS.”
Penerima-penerima yang berbasis di pantai Tiongkok di masa lalu membagikan data AIS yang mereka kumpulkan dengan pengumpul data internasional seperti Marine Traffic, IHS Markit, dan Windward, menurut Greg Poling.
Sekarang sumber-sumber data tersebut memiliki lebih sedikit data. “Masalahnya adalah kualitas informasi,” tulis Profesor Salvatore Mercagliano. “Hilangnya data ini menyulitkan ekspedisi-ekspedisi muatan dan para pengirim barang-barang untuk melacak kargo dan melakukan koordinasi unsur-unsur rantai pasokan.”
Greg Poling menulis bahwa “alasan pemadaman AIS bukanlah sebuah ancaman bagi keselamatan navigasi adalah bahwa kapal-kapal belum benar-benar menghentikan penyiaran.” Dan bahwa “pihak berwenang Tiongkok baru saja melarang penjualan AIS yang berbasis di pantai ke perusahaan komersial di luar negeri.”
Penerima yang berbasis di pantai dan nahkoda masih melihat kapal-kapal tersebut, menurut Greg Poling. Kapal-kapal tersebut juga dapat saling melihat ketika kapal-kapal tersebut berada dalam jangkauan, yang bervariasi tergantung pada kualitas transmisi dan perangkat-perangkat penerimaan dari kapal-kapal tersebut.
Bahwa data yang berbasis di pantai Tiongkok kini ditimbun dan disembunyikan, bukannya berbagi dengan platform-platform pengumpulan data internasional “membuat agak lebih sulit bagi banyak perusahaan pelayaran dan asuransi untuk melacak kapal-kapalnya saat kapal berada dekat pelabuhan Tiongkok untuk keperluan perencanaan logistik dan sejenisnya (tetapi mereka dapat melihatnya dengan baik di tempat lain melalui satelit),” tulis Greg Poling, “dan hal itu membuat sedikit lebih sulit bagi kita di dunia akademis untuk mengawasi aktivitas Tiongkok (tetapi sekali lagi, kita masih memiliki data yang berbasis di satelit dan data yang berbasis di pantai dari semua negara-negara yang memiliki pantai).
Greg Poling mengakui bahwa masing-masing kapal Tiongkok dapat mematikan pemancar-pemancar AIS miliknya, tetapi mengklaim bahwa tidak ada bukti sistematis bahwa kapal-kapal tersebut melakukannya.
Greg Poling mengatakan bahwa Angkatan Laut Tiongkok dan penjaga pantai Tiongkok tidak berada di bawah pengawasan kewajiban hukum untuk menjaga AIS sehingga mereka kadang dapat menghentikan AIS.
“Tetapi kami tidak melihat bukti bahwa kapal komersial atau milisi [maritim Tiongkok] secara sistematis mematikan AIS. Alasan kapal komersial atau milisi [maritim Tiongkok] menghilang dari platform-platform komersial saat semakin jauh dari pantai Tiongkok adalah bahwa sebagian besar kapal komersial atau milisi [maritim Tiongkok] dilengkapi dengan penerima Kelas-B yang lebih lemah, bukannya pemancar Kelas-A yang disyaratkan oleh Organisasi Maritim Internasional untuk transit internasional.”
Pemancar-penerima Kelas-B yang lebih lemah kadang tidak dapat didaftarkan oleh satelit-satelit sehingga hanya terlihat dari pantai atau kapal jika jaraknya cukup dekat, menurut Greg Poling. “Hukum domestik Tiongkok mewajibkan AIS di semua kapal untuk keamanan, jadi kapal penangkap ikan mendapatkan pilihan termurah untuk mencentang kotak itu.”
Gelapnya Pengapalan Tiongkok Meningkatkan Ketegangan Internasional
Penurunan jarak pandang kapal komersial di dekat Tiongkok adalah sebuah tindakan yang dipaksakan sendiri dan efek lanjutan dari agresi militer Beijing yang meningkat. Sebagai bagian agresi ini, Partai Komunis Tiongkok telah berusaha menyembunyikan kegiatan militernya, di belakang kapal-kapal penangkap ikan diperkuat dengan baja, yang sebenarnya adalah sebuah milisi maritim dan perpanjangan Angkatan Laut Tiongkok.
Mungkin ini menjelaskan mengapa Tiongkok, adalah satu-satunya negara yang melihat rilis data AIS dekat pantai miliknya sebagai sebuah ancaman keamanan nasional.
Namun, negara demokrasi menggunakan tipu muslihat ini, dan mengembangkan cara-cara baru untuk mengidentifikasi yang mana dari ribuan kapal penangkap ikan Tiongkok yang terkait dengan milisi maritim, dan kapal mana yang bukan.
Penelitian yang dilakukan Greg Poling sendiri, dilakukan dengan rekan penulis Tabitha Grace Mallory, Harrison Prétat, dan dalam hubungannya dengan Pusat untuk Studi-Studi Pertahanan yang Canggih, telah menggunakan data AIS sebagai indikator keanggotaan sebuah kapal tertentu dalam milisi maritim.
“Fotografi dan video di tempat, serta pengumpulan data AIS kapal-ke-kapal, menawarkan potensi terbesar untuk secara langsung mengidentifikasi kapal-kapal milisi dan mendokumentasikan perilaku kapal-kapal milisi itu,” menurut penelitian Greg Poling, yang diterbitkan pada 18 November.
“Keduanya meningkatkan peluang-peluang untuk penelitian lanjutan dan menciptakan sebuah dampak langsung dengan mengungkapkan ukuran, ruang lingkup, dan aktivitas milisi kepada khalayak luas dengan sebuah cara yang meyakinkan.”
Beijing cenderung merasa terganggu. Penggunaan aslinya dari kapal penangkap ikan, milisi, dan aset-aset Angkatan Laut lainnya untuk tujuan agresif menyebabkan sebuah tingkat pengawasan internasional yang lebih tinggi, termasuk pemeriksaan akademik data Sistem Identifikasi Otomatis dari kapal-kapal milisi, yang oleh Beijing disebut spionase. Pembenaran keamanan nasional itu menyebabkan Keamanan Informasi yang berlebihan oleh Beijing yang akan membuat impor dan ekspor ke Tiongkok lebih sulit.
Cakupan Lloyd’s List mengenai pemadaman AIS mengutip sebuah kasus spionase di sektor pengiriman yang “telah menambah kekhawatiran” penyedia-penyedia data Tiongkok yang mengarahkan mereka untuk memutuskan transmisi data mereka sebagai antisipasi.
“Sebuah ‘konsultasi asing’ yang tidak disebutkan namanya dikatakan telah ditangkap oleh Kementerian Keamanan Negara pada Mei karena menyediakan ‘agen mata-mata’ rekan senegaranya dengan data pengiriman dan kargo yang diperoleh dari mitra-mitra bisnisnya di Tiongkok,” menurut Lloyd’s List.
Ketika ditanya apakah penelitiannya dan penelitian-penelitian sebelumnya telah menyebabkan tindakan keras yang dilakukan Beijing terhadap Sistem Identifikasi Otomatis terestrial di Tiongkok, Greg Poling menjawab, “Saya pikir hal itu cenderung bahwa seluruh pekerjaan dari kami dan orang-orang lain di Vietnam mungkin berkontribusi pada alasan keamanan nasional. Tetapi saya pikir pemicu yang terdekat awal bulan ini (sebelum ada orang di Tiongkok yang tahu mengenai laporan kami) adalah hukum keamanan informasi yang baru.”
Dengan demikian Amerika Serikat, Tiongkok, dan sekutu-sekutu mereka tampak seperti sebuah spiral ketidakamanan yang klasik dan ketakutan akan jenis tersebut yang meningkatkan kemungkinan konflik militer.
“Apa yang baru saja dilakukan Republik Rakyat Tiongkok itu adalah buruk, bertentangan dengan tren global dari praktik dan kemajuan yang terbaik, dan merupakan bagian situasi yang sangat buruk yang lebih dari opasitas dan merusak aturan dan norma internasional di bawah Xi [Jinping],” menurut salah satu sumber militer Amerika Serikat yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Agresi dan ketakutan Tiongkok secara ekonomi memisahkan diri, atau lebih buruk lagi, dalam sebuah erosi sistem perdagangan internasional yang dapat menjadi sebuah tujuan proporsi kepahlawanannya sendiri, dan bagian sebuah spiral yang mengarah ke bawah karena saling kecurigaan terhadap konflik militer. (Vv)