oleh Anders Corr
Kepala Eksekutif Apple Tim Cook diam-diam menandatangani sebuah pemberian sebesar USD 275 miliar atau Rp 3.947 Triliun pada 2016 yang menjelaskan kesuksesan perusahaan teknologi tersebut di Tiongkok, menurut dokumen rahasia yang dilaporkan dilihat oleh The Information.
Pasar Tiongkok bukanlah bagian kecil dari kapitalisasi pasar Apple sekitar 3 triliun dolar AS. Hal ini menjadikan Apple sebagai perusahaan terbesar di dunia. Sehingga Kepala Eksekutif Apple dapat diberi insentif untuk memberikan teknologi Apple dan mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia untuk memaksimalkan bonusnya dalam jangka waktu singkat, sementara tidak hanya menjual para pemegang saham Apple, tetapi juga menjual demokrasi Amerika Serikat.
Apa yang diberikan Apple untuk mempertahankan aksesnya ke pasar Tiongkok pada 2016? Pada saat itu, pihak berwenang Tiongkok marah karena Apple karena tidak melakukan cukup baik untuk ekonomi Tiongkok dan mematikan “buku-buku dan film-film iTunes pada April 2016,” menurut sumber laporan tersebut.
Untuk mempermanis negosiasi, Tim Cook tampaknya menyetujui investasi sebesar usd 1 miliar di Didi Global, pesaing Uber Tiongkok, pada suatu saat yang kritis dalam pertarungan antara kedua perusahaan itu untuk pangsa-pangsa pasar ride-hailing di Tiongkok. Beberapa hari kemudian, Apple setuju untuk menghabiskan USD 275 miliar di Tiongkok selama lima tahun, mencakup apa yang harus dianggap sebagai pengembangan dan transfer teknologi secara paksa.
Menurut Wayne Ma dari The Information, kesepakatan “yang dilakukan Apple untuk membantu sekitar selusin tujuan yang disukai oleh Tiongkok,” termasuk “sebuah janji untuk membantu pabrikan Tiongkok mengembangkan ‘teknologi manufaktur yang paling canggih’ dan ‘mendukung pelatihan yang berkualitas tinggi kepada bakat Tiongkok.’”
Perjanjian rahasia dengan Beijing itu menyatakan bahwa Apple akan “menggunakan lebih banyak komponen dari pemasok Tiongkok di perangkat Apple, menandatangani kesepakatan dengan perusahaan perangkat lunak Tiongkok, berkolaborasi di bidang teknologi dengan universitas Tiongkok, dan secara langsung berinvestasi di perusahaan teknologi Tiongkok,” menurut Wayne Ma.
“Apple berjanji untuk menginvestasikan ‘miliaran dolar lebih banyak’ daripada yang telah dihabiskan Apple setiap tahun di Tiongkok,” kata Wayne Ma.
“Beberapa uang itu akan digunakan untuk membangun toko-toko ritel baru, pusat-pusat penelitian dan pengembangan, dan proyek energi terbarukan.”
Apple adalah salah satu perusahaan Amerika Serikat lainnya–—termasuk Nike dan Coca-Cola–—yang melobi Kongres menentang ketentuan inti dalam sebuah tindakan yang baru saja disetujui oleh DPR AS terhadap penggunaan tenaga kerja paksa orang-orang Uighur di Tiongkok. Ketentuan tersebut cukup beralasan, karena standar tenaga kerja Tiongkok yang buram dan kurangnya sebuah kebebasan pers, bahwa barang-barang yang dibuat di Xinjiang diproduksi dengan kerja paksa, kecuali jika perusahaan membuktikan tidak. Sebagian besar kapas dan polisilikon dunia, yang digunakan dalam produk Apple, berasal dari Xinjiang.
Orang-orang Uyghur dari wilayah Xinjiang, serta orang-orang Tibet dan praktisi Falun Gong, sedang menjalani genosida di Tiongkok, menurut definisi dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pencegahan dan Hukuman dari Kejahatan Genosida. Genosida terhadap orang-orang Uyghur telah diakui oleh Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan beberapa entitas pemerintah Eropa. Bagian genosida ini adalah kerja paksa, yang rupanya Apple tidak terlalu peduli dengan pendapatan-pendapatan Apple yang terkait dengan Tiongkok.
Salah satu perusahaan pelobi Apple yang terkait dengan Xinjiang, dipimpin oleh mantan staf Senator Mitch McConnell (R-Ky.)—–yang keluarganya memiliki kepentingan bisnis di Tiongkok–—yang disebut “Hubungan Pemerintah yang Sengit.”
Keganasan tersebut berasal dari Partai Komunis Tiongkok. Menurut sebuah laporan tahun 2020 dari Institut Kebijakan Strategis Australia, Apple adalah penerima manfaat dari transfer program kerja paksa Xinjiang melalui pemasok Apple yaitu O-Film Technology dan Foxconn.
“Dalam kondisi yang sangat menyatakan kerja paksa, orang-orang Uyghur yang bekerja di pabrik yang berada dalam rantai pasokan setidaknya 82 merek yang sangat terkenal di seluruh dunia di sektor teknologi, pakaian, dan otomotif, termasuk Apple, BMW, Gap, Huawei, Nike, Samsung, Sony, dan Volkswagen,” tulis penulis laporan Institut Kebijakan Strategis Australia yaitu Vicky Xiuzhong Xu, Danielle Cave, James Leibold, Kelsey Munro, dan Nathan Ruser.
Laporan tersebut menyatakan bahwa O-Film Technology menerima apa yang tampaknya adalah para pekerja paksa Uighur. Namun Apple dipasok oleh O-Film Technology. Tim Cook mengunjungi O-Film Technology, dan mempromosikan O-Film Technology di media sosial dan melalui sebuah siaran pers Apple yang kemudian dihapus.
“Sebelum kunjungan Tim Cook, antara 28 April hingga 1 Mei 2017, 700 orang Uyghur dilaporkan dipindahkan dari Kabupaten Lop, Prefektur Hotan, di Xinjiang untuk bekerja di sebuah pabrik O-Film Technology yang terpisah di Nanchang, Provinsi Jiangxi,” bunyi laporan Institut Kebijakan Strategis Australia.
Sebuah suratkabar setempat di Xinjiang mengatakan bahwa pekerja di O-Film Technology memiliki mandor dari Kabupaten County yang “dapat diandalkan secara politis.” Para pekerja “diharapkan untuk ‘secara bertahap mengubah ideologi mereka’ dan berubah menjadi ‘pemuda modern yang cakap’ yang ‘memahami restu Partai Komunis Tiongkok, merasa bersyukur kepada Partai Komunis Tiongkok, dan berkontribusi pada stabilitas,’” menurut laporan itu.
Kedengarannya seperti kerja paksa.
Sudah waktunya bagi perusahaan Amerika Serikat, termasuk Apple, untuk meningkatkan praktek etikanya. Perusahaan Amerika Serikat tidak boleh terlibat dengan negara, pemerintah, atau partai politik mana pun yang bahkan melakukan genosida tunggal, apalagi tiga genosida.
Tiongkok adalah negara tersebut. Beijing adalah pemerintah tersebut. Partai Komunis Tiongkok adalah partai tersebut. Akhiri keterlibatan Amerika Serikat dengan kerja paksa dan genosida sekarang. (Vv)